Saturday, 22 August 2020 - 21:30
JAKARTA, REQnews - Gedung Kejaksaan Agung (Kejagung) yang terletak di Jalan Sultan Hasanuddin Nomor 1 Kebayoran Baru, Jakarta Selatan terbakar pada Sabtu 22 Agustus 2020 malam. Sejumlah ruangan, termasuk ruang Jaksa Agung, Jaksa Agung Muda Bidang Pembinaan, hingga Jaksa Agung Muda Bidang Intel ikut hangus.
Peristiwa ini tentu saja mengejutkan publik, mengingat gedung Kejaksaan Agung bukanlah bangunan sembarangan. Gedung ini telah berdiri sejak tahun 1968, dan belum pernah mengalami kerusakan signifikan sejak diresmikan.
Namun tahukah kalian jika gedung Kejaksaan Agung yang peletakan batu pertamanya dilakukan oleh Jaksa Agung R Goenawan, 10 November 1961 ini diresmikan oleh JaksaAgung Mayjen Soegih Arto pada 22 Juli 1968.
Sebagai penghormatan, patung Soeprapto diletakkan di depan halaman gedung utama Kejaksaan Agung. Patung ini diresmikan Soegih Arto pada 22 Juli 1969.
Mungkin, banyak yang tidak kenal dengan R Soeprapto. Priyayi keturunan Jawa ini dikenal sebagai Bapak Kejaksaan RI karena jasa-jasanya bagi Korps Adhyaksa
Jika menelusuri jalan setapak di depan gedung utama Kejaksaan Agung, kita akan menemukan patung Soeprapto berada kokoh dikelilingi taman.
Sebelum di Sultan Jalan Hasanuddin, Kejaksaan Agung pernah berkantor di bangunan tua peninggalan Belanda di Jalan Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat. Kala itu, Kejaksaan Agung masih berada satu atap dengan Mahkamah Agung (MA).
Kejaksaan Agung mulai memisahkan diri sejak disahkannya UU No.15 Tahun 1961 tentang Ketentuan Pokok Kejaksaan. Ketika Jaksa Agung keenam, R Goenawan dilantik menjadi Menteri Jaksa Agung mulai periode 1959 sampai 1962.
Pada tahun 1968, gedung di Lapangan Banteng Timur sudah tidak lagi difungsikan sebagai kantor Kejaksaan Agung. Departemen Kejaksaan di bawah pimpinan Menteri Jaksa Agung Soegih Arto telah berpindah kantor ke Jalan Sultan Hasanuddin No.1, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan yang dibangun di atas tanah pemerintah.
Pada tahun 1968, gedung Kejaksaan Agung belum sebesar sekarang. Hanya terdapat satu gedung utama yang menjadi tempat kerja Jaksa Agung dan jaksa-jaksa lainnya. Kemudian, mulai dibangun gedung bidang Pengawasan, bagian rumah tangga, dan Poliklinik di belakang gedung utama.
Tadinya, semuanya masih gabung semua di gedung depan. Makin lama makin bertambah pegawai dan jaksa, dibangunlah gedung bidang Pengawasan, Rumah Tangga, dan Poliklinik.
Gedung bundar
Pada era kepemimpinan Jaksa Agung Soegih Arto dan Ali Said, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) dan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) masih tergabung dalam Jaksa Agung Muda Operasi (Jamops). Keduanya baru dipecah setelah tahun 1983 di era kepemimpinan Jaksa Agung ke-sebelas, Ismail Saleh
Pada saat bersamaan, Ismail juga mengadakan Pusat Penelitian dan Pengembangan, Pusat Penyuluhan Hukum dan Pusat Operasi Intelijen.
Ismail Saleh mulai membangun kantor Jampidum yang terletak di belakang gedung Jaksa Agung Muda Pengawasan (Jamwas). Pembangunan kantor Jampidum disusul dengan pembangunan gedung bundar yang nantinya difungsikan sebagai kantor Jampidsus. Gedung bundar dibangun di sisi kanan lapangan Kejaksaan Agung.
Sebelum gedung bundar selesai, Jampidsus sementara berkantor di sebuah rumah di Jalan Adityawarman No.6, Kebayoran Baru. Marthen menyatakan, pembangunan gedung berbentuk unik itu lebih dikarenakan ukuran tanah yang tidak terlalu luas.
Setelah pembangunan selesai, Jampidsus Himawan bersama anggotanya pindah ke gedung bundar. Jaksa Agung ke-XII Hari Soeharto meresmikan pemakaian gedung Jampidsus dengan nama “Graha Andhika Anuwika” yang artinya Gedung Nan Indah tempat pemeriksaan dan penyelidikan di hari Bhakti Adhyaksa ke-24, 22 Juli 1984.
Bertepatan dengan itu pula, Hari Soeharto meresmikan prasasti di depan Kantor Pusat Pendidikan dan Latihan (Pusdiklat) Kejaksaan Agung di Ragunan, Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Marthen menceritakan, saat menjalani pendidikan karir dua, di Pusdiklat hanya ada tiga barak kecil. Pembangunan dilakukan bertahap hingga menjadi seperti sekarang.
Jaksa Agung ke-14 Singgih membentuk dua jabatan baru. Singgih mengangkat Duyeh Suherman sebagai Wakil Jaksa Agung dan Soehadibroto sebagai Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun) untuk pertama kalinya.
Singgih membangun Pusara Adhyaksa di daerah Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat di atas lahan seluas 10.000 meter persegi. Pusara ini diperuntukkan sebagai tempat pemakaman para jaksa, pegawai Kejaksaan, serta pensiunan Kejaksaan beserta keluarga yang meninggal dunia. Singgih meresmikan Pusara Adhyaksa pada 19 Juli 1997
Pembangunan lainnya juga telah dilakukan di komplek Kejaksaan Agung. Sekitar tahun 1990, di bagian samping gedung Jampidum dibuatkan Rumah Tahanan (Rutan) Salemba cabang Kejaksaan Agung. Kemudian, dibangun pula sejumlah jembatan penyambung yang menghubungkan Jamwas, bagian rumah tangga, Poliklinik, dan Jampidum.
Di belakang gedung Jamwas dibangun kantor Jamdatun. Berseberangan dengan lapangan Kejaksaan Agung, dahulu berdiri masjid yang sekarang dipugar menjadi gedung Pusat Data Statistik Kriminal dan Teknologi Informasi. Di sebelahnya berdiri gedung Pusat Penyuluhan Hukum yang sekarang menjadi Pusat Penerangan Hukum.
Bangunan masjid yang sebelumnya berada di belakang lapangan Kejaksaan Agung dipindahkan ke sebelah Rutan dengan nama Masjid Baitul Adli pada masa kepemimpinan Jaksa Agung Andi Muhammad Ghalib. Marthen mengungkapkan, saat dirinya masih menjabat Jaksa Agung Muda Pembinaan, tidak banyak pembangunan yang dilakukan.
Kini di era Jaksa Agung ST Burhanuddin, Gedung Utama Kejagung hangus terbakar. Belum diketahui pasti penyebab kebakaran hebat ini.
Redaktur : Ryan Virgiawan