https://www.reqnews.com/

Wednesday, 20 October 2021 - 11:35

Viral Jenderal Polisi Ini Keturunan Raja Gowa IX, Inisial FI

Ilustrasi Jenderal Polisi (Foto: Istimewa)

JAKARTA, REQnews - Banyak yang belum tahu ternyata Jenderal Polisi berinisial FI ini adalah keturunan Raja Gowa XI, Daeng Matanre Karaeng Mangngutungi Tumapa’risi Kallonna.

Dia adalah Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Fadil Imran, jenderal asal Makassar. 

Jenderal Fadil Imran adalah keturunan dari Karaeng Tumapakrisik Kallonna dari ibunda, Hj Sitti Siada Dg Siang. Hal itu terlihat dari pohon silsilah keluarga yang tertulis dalam buku dengan judul "Daeng Siang Sang Penerang". (handover)

Jenderal Fadil Imran juga adalah keturunan dari Karaeng Tumapakrisik Kallonna dari ibunda, Hj Sitti Siada Dg Siang.

Hal itu terlihat dari pohon silsilah keluarga yang tertulis dalam buku dengan judul "Daeng Siang Sang Penerang".

Jenderal Fadil merupakan anak dari seorang perwira tinggi polisi. 

Di masa kepemimpinan Karaeng Mangngutungi tersebutlah nama Daeng Pamatte selaku Tumailalang yang merangkap sebagai Syahbandar. 


Ia telah berhasil menciptakan aksara Makassar yang terdiri dari 18 huruf yang disebut Lontara Turiolo.

I Mannuntungi Daeng Matanre Karaeng Tumapakrisik Kallonna adalah putra Raja Gowa VII Batara Gowa dari Permaisuri keduanya bernama I Rerasi, salah seorang bangsawan Tallo.

Daeng Matanre adalah saudara tiri dari I Pakkere’ Tau (Raja Gowa VIII) Karaeng Garassik dan Karaeng ri Bone.

Karaeng Tumapakrisik Kallonna adalah Raja termasyur dan tersukses.

Masa kepemimpinan Karaeng Mangngutungi , Gowa berhasil mencapai kemajuan di berbagai bidang utamanya di bidang sosial, ekonomi dan politik.

Dermaga yang telah dibangun juga mengalami perkembangan pesat.

Apalagi setelah Malaka jatuh di tangan Portugis pada tahun 1512, maka perhatian pedagang dari luar negeri beralih ke Dermaga Somba Opu.


Selama memimpin Kerajaan Gowa, beliau punya pemikiran strategi untuk memajukan Gowa.

Menurutnya, kalau Ibukota Kerajaan Gowa tetap berada di Bukit Tamalate, sampai kapanpun Gowa tak akan bisa maju.
 
Untuk mencapai kemajuan, maka Ibukota kerajaan harus dipindahkan ke daerah pesisir. 

Karena di darah pesisir inilah, Gowa akan terbuka bagi dunia luar.

Dari konsep pemikiran itulah, Ibukota Kerajaan Gowa dipindahkan dari Bukit Tamalate ke Sombaopu.

Atas perintah Karaeng, masyarakat ramai-ramai membangun Istana di pesisir Sombaopu.


Sekitar istana terbuat Benteng yang terbuat dari gundukan tanah liat.

Kemudian, di pesisir terbangun sebuah dermaga.

Dari upaya Karaeng Tumapakrisik Kallonna, Gowa tidak hanya dikenal sebagai kerajaan agraris tapi juga kerajaan Maritim.


Pada tahun 1512 orang-orang melayu minta izin untuk berniaga di Makassar disusul Bangsa lainnya, seperti orang Portugis, Spanyol dan Belanda serta bangsa lainnya.

Kedatangan mereka ke Somba Opu, karena di Wilayah Timur Nusantara ini sangat kaya akan rempah-rempah.

Kemajuan yang telah dicapai oleh Gowa saat itu, sehingga Karaeng Tumapakrisik Kallonna mengangkat beberapa pejabat kerajaan yang menduduki jabatan strategis, seperti jabatan syahbandar (Subannara) yang dipercayakan pada Daeng Pammatte.

Ia juga mengangkat Tumailalang yang bertugas mengurusi kepentingan kerajaan, dan mengangkat beberapa Gallarrang atau kepala kampung di wilayah Kerajaan Gowa.


Disamping itu, Karaeng Tumapakrisik Kallonna merintis adanya upaya pencatatan beberapa peristiwa bersejarah dalam lingkungan Kerajaan Gowa – Tallo.

Untuk membuat catatan seperti yang diinginkan itu, Karaeng Mangngutungi menyuruh Daeng Pamatte untuk menciptakan aksara Makassar.

Aksara ini kemudian dikenal dengan nama Aksara Lontara.

Dengan adanya Aksara Lontara inilah, maka mulai saat itu, telah dicatat beberapa peristiwa penting dalam sebuah buku yang disebut Lontara Bilang (kronik).

Dari catatan bersejarah inilah yang menjadi sumber sejarah outentik yang diwariskan dari generasi ke generasi.

Lontara Bilang yang ditulis itu kini dikenal dengan nama Lontara Bilang Gowa Tallo.
 
Dalam masa pemerintahan Karaeng Tumapakrisik Kallonna, Kerajaan Gowa telah menggoreskan arti penting bagi sejarah ketimuran Nusantara khususnya di bagian Timur Indonesia.

Pada masanya, Ibukota Sombaopu dibangun dan dikembangkan sehingga mencapai kemajuan sebagai bandar niaga terbesar, bukan hanya di Nusantara bahkan di Asia Tenggara.


Masuknya orang asing ke Makassar membuat Karaeng Tumapakrisik Kallonna harus lebih hati-hati.

Karaeng Mangngutungi membangun Benteng pertahanan di Somba Opu pada tahun 1512.

Benteng itu kemudian direnovasi oleh Raja Gowa X Tunipallangga Ulaweng menjadi tembok bata yang lebih kokoh.

Kemudian di sepanjang pesisir juga dibangun beberapa anak benteng, seperti Benteng Tallo, Ujung Pandang, Mariso, Panakkukang, Garassi, Galesong, Barombong, Anak Gowa dan Benteng Kalegowa.

Karaeng Tumapakrisik Kallonna yang terkenal keberaniannya, juga berusaha memperluas wilayah kekuasaannya.

Atas usahanya itu, Karaeng Tumapakrisik Kallonna berhasil menaklukkan beberapa negeri, seperti Garassik, Katingang, Siang (Pangkaje’ne), Sidenreng, Marusu, Bulukumba, Selayar, Panaikang, Mandalle, Cempaga, Polongbangkeng,, dll.


Baginda mengadakan traktat dengan Raja Marusu yang digelar Karaeng Loe ri Pakere’ dan Raja Bone La Ulio BottoE MatinroE ri Itterung dan Karaeng Loe ri Bajeng.

Selanjutnya baginda jadikan negeri Sanrobone, Jipang, Galesong, Agang Nionjok (sekarang Tanete), Kahu, Pakombong sebagai Kerajaan Palilik.

Gowa dibawa Karaeng Tumapakrisik Kallonna juga pernah berperang melawan Tallo yang saat itu dijabat oleh Mangayaoang Berang Karaeng Pasi yang lasim disebut Karaeng Tunipasuru.

Dalam peperangan itu, Raja Tallo dibantu oleh I Mappasomba Daeng Uraga, Karaeng Loe ri Pakere dan Daeng Passari Karaeng Loe ri Bajeng.

Namun, Tallo dan sekutunya kalah.

Saat itu pula dibuat perjanjian perdamaian yang kekal yang artinya: “Barangsiapa yang hendak mencoba memperselisihkan Gowa dan Tallo, akan dikutuk oleh Dewata”.

Dari perjanjian itu pulalah, Raja Tallo I Mangayaoang Berang Karaeng Pasi menjadi Mangkubumi Kerajaan Gowa pertama.

 

 

 

Redaktur : Tia Heriskha