https://www.reqnews.com/

Thursday, 18 November 2021 - 16:32

Selain KH Ahmad Dahlan, 5 Tokoh Muhammadiyah Ini Jasanya Begitu Besar bagi Indonesia

KH Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah (Foto: Istimewa)

JAKARTA, REQnews - Pada hari ini, 18 November merupakan tanggal didirikannya organisasi Islam Muhammadiyah oleh seorang Pahlawan Nasional Indonesia, yaitu KH Ahmad Dahlan.

Selain aktif dalam menggulirkan gagasannya tentang gerakan dakwah Muhammadiyah, Dahlan juga dikenal sebagai seorang wirausahawan yang cukup berhasil dengan berdagang batik yang saat itu merupakan profesi wiraswasta yang cukup menggejala di masyarakat.

Beberap hal yang menjadikan Dahlan layak mendapatkan gelar Pahlawan Pasional Indonesia adalah seperti menjadi pelopor kebangkitan umat Islam untuk menyadari nasibnya sebagai bangsa terjajah yang masih harus belajar dan berbuat.

Dengan organisasi Muhammadiyah yang didirikannya, telah banyak memberikan ajaran Islam yang murni kepada bangsanya. Ajaran yang menuntut kemajuan, kecerdasan, dan beramal bagi masyarakat dan umat, dengan dasar iman dan Islam.

Kemudian, Muhammadiyah telah mempelopori amal usaha sosial dan pendidikan yang amat diperlukan bagi kebangkitan dan kemajuan bangsa, dengan jiwa ajaran Islam. Serta Muhammadiyah bagian wanita (Aisyiyah) telah mempelopori kebangkitan wanita Indonesia untuk mengecap pendidikan dan berfungsi sosial, setingkat dengan kaum pria.

Namun, selain KH Ahmad Dahlan, ternyata banyak tokoh Muhammadiyah yang juga berjasa terhadap bangsa dan negara Indonesia. Siapa saja?

1. Ir Soekarno

Bapak Proklamator Republik Indonesia kelahiran 6 Juni 1901 ini merupakan salah satu tokoh Muhammadiyah. Ia merupakan presiden pertama Republik Indonesia yang menjabat pada periode 1945–1967. Soekarno adalah seorang tokoh perjuangan yang memainkan peranan penting dalam memerdekakan bangsa Indonesia dari penjajahan Belanda.

Ketertarikannya dengan Muhammadiyah sejalan dengan ikhtiar Soekarno untuk membuka tabir kemajuan peradaban di balik kata Islam dari tokoh-tokoh pencerahan Islam. Ketika Soekarno dipindahkan oleh Belanda dari Flores ke Bengkulen (Bengkulu), Soekarno bertemu dengan banyak tokoh Islam di sana.

Salah satunya adalah H. Hasan Din, seorang tokoh Muhammadiyah Bengkulu dan resmi masuk menjadi anggota Muhammadiyah pada tahun 1938. Soekarno juga pernah menjadi guru Sekolah Muhammadiyah di Bengkulu hingga Ketua Bagian Pengajaran Muhammadiyah Bengkulu.

2. KH Mas Mansoer

Pria kelahiran Surabaya, Hindia Belanda pada 25 Juni 1896 itu pernah menapaki jenjang karier dengan mulus, mulai dari Ketua Cabang Muhammadiyah Surabaya hingga terpilih sebagai Ketua Umum Muhammadiyah dalam kongres di Yogyakarta pada tahun 1937.

Saat Jepang berkuasa di Indoneisa, ia bersama tokoh lainnya seperti Soekarno, Mohammad Hatta, dan Ki Hadjar Dewantara, mereka termasuk tokoh nasional yang diperhitungkan pemerintah militer Jepang yang dijuluki dengan Empat Serangkai. Saat perang kemerdekaan pecah, Mas Mansoer belum pulih dari sakitnya, namun ia tetap berjuang dengan memberikan semangat kepada barisan pemuda untuk melawan kedatangan tentara Belanda (NICA).

Pada akhirnya ia ditangkap oleh tentara NICA lalu dipenjarakan di Kalisosok. Pada tanggal 25 April 1946 Mas Mansoer wafat di dalam tahanan, di tengah pecahnya perang kemerdekaan. Jenazahnya dimakamkan di Gipo Surabaya. Atas jasanya, Pemerintah Republik Indonesia mengangkat Mas Mansoer sebagai Pahlawan Nasional.

3. AR Baswedan

Abdurrahman Baswedan (A.R. Baswedan) merupakan seorang Pahlawan Nasional Indonesia kelahiran 9 September 1908, yang dikenal sebagai seorang nasionalis, jurnalis, pejuang kemerdekaan Indonesia, diplomat, muballigh, dan juga sastrawan Indonesia. A.R.

Baswedan pernah menjadi anggota Badan Penyelidik Usaha dan Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), Wakil Menteri Muda Penerangan RI pada Kabinet Sjahrir, Anggota Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BP-KNIP), Anggota Parlemen, dan Anggota Dewan Konstituante. A.R. Baswedan adalah salah satu diplomat pertama Indonesia dan berhasil mendapatkan pengakuan de jure dan de facto pertama bagi eksistensi Republik Indonesia dari Mesir.

Mas Mansoer pernah menjadi Ketua Cabang Muhammadiyah Surabaya, bahkan Baswedan sering diminta KH Mas Mansoer untuk ikut berdakwah ke berbagai daerah. Ia juga berdakwah melalui tulisan-tulisannya yang tersebar di berbagai majalah dan koran Islam. Ia mengasuh kolom Mercusuana pada harian milik Muhammadiyah, Mercusuar uang berubah nama menjadi Masa Kini.

4. Jenderal Soedirman

Besar TNI (Anumerta) Raden Soedirman merupakan seorang perwira tinggi Indonesia pada masa Revolusi Nasional Indonesia kelahiran 24 Januari 1916. Ia merupakan guru di Sekolah Dasar Muhammadiyah Cilacap, dan aktivis Pemuda Muhammadiyah sekaligus kader Hizbul Wathan Banyumas. Kiprah Soedirman di dunia kemiliteran sudah dimulai sejak pendudukan Belanda. Ia pernah melatih tentara pribumi di daerah Banyumas atas permintaan pemerintah Belanda.

Tahun 1944 ia menjadi bagian dari organisasi militer bentukan Jepang, yaitu PETA (Pembela Tanah Air). Saat agresi militer Belanda kedua tahun 1948-1949, Soedirman dengan berani melakukan perlawanan meskipun kondisi kesehatannya sedang tidak baik-baik saja. Melihat situasi yang tidak memungkinkan untuk melakukan perlawanan secara terbuka, Soedirman menggunakan strategi gerilya yang terbukti mampu memecah dan menekan pasukan Belanda.

Pasukan gerilya pimpinan Soedirman juga terlibat dalam momen Serangan Umum 1 Maret 1949. Kesehatan Soedirman terus memburuk, hingga akhirnya ia wafat pada 29 Januari 1950 di usianya yang masih muda, yakni 34 tahun. Tokoh Indonesia, seperti Paku Alam VIII dan Buya Hamka mengatakan bahwa bangsa Indonesia merasa kehilangan atas “kepulangan” Soedirman.

5. Prof. KH. Abdoel Kahar Moezakir

Abdul Kahar merupakan Rektor Magnificus yang dipilih Universitas Islam Indonesia untuk pertama kali dengan nama STI selama 2 periode 1945-1948 dan 1948-1960. Pria kelahiran Gunung Kidul, Yogyajarta 16 April 1907 itu juga merupakan anggota BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia).

Pada tahun 1945 Abdul Kahar terlibat aktif dalam BPUPKI dan ikut mencanangkan Piagam Jakarta. Ia merupakan salah satu dari Sembilan orang anggota panitia kecil yang bertugas menentukan dasar negara Indonesia.

Dirinya pun turut melakukan diplomasi untuk pengakuan kedaulatan Indonesia. Perjuangannya berbuah dengan pengakuan kemerdekaan Indonesia untuk pertama kalinya oleh Mesir pada 18 November 1946. Selain itu, Abdul Kahar merupakan anggota Pimpinan Pusat Muhammadiyah 1942 – 1962.

Redaktur : Hastina