Tuesday, 24 September 2019 - 08:00
JAKARTA, REQnews - Yogyakarta memang benar-benar istimewa dan masih kental dengan adat budayanya. Salah satu bentuk nyata dari adat budaya yang masih ada yaitu Abdi dalem.
Para abdi dalem rela dengan sepenuh hati mengabdikan diri untuk keraton dan juga sultan dengan segala peraturan yang berlaku. Beberapa waktu lalu sempat viral soal kehadiran sosok abdi dalem cilik.
Namanya Rizky Kuncoro Manik. Meski masih kecil, ia sangat antusias untuk mempelajari adat budaya dalam kesultanan Yogyakarta. Rizky merupakan cucu Suyat Cermo Wicoro atau yang akrab disapa Mbah Suyat.
Ia adalah abdi dalem yang sudah melayani keraton sejak lebih dari 40 tahun lalu. Ternyata Rizky adalah seorang yatim piatu.
Ayahnya meninggal ketika ia masih 3 bulan dalam kandungan. Tak lama setelah Rizky lahir, ibunya pergi ke luar negeri dan tak pernah pulang sampai sekarang.
Maka, kakek dan neneknya yang menjadi pengganti orang tua bagi Rizky. Menurut penuturan Mbah Suyat, sejak usia 15 bulan, Rizky sudah diajak ke kediaman Sultan Yogyakarta.
Sejak itulah dia mulai menjalankan peran sebagai abdi dalem di keraton Yogyakarta. Selain membantu sebagai abdi dalem di keraton, sama seperti anak-anak sebayanya, Rizky juga bersekolah di di SDN Glagah.
Menurut penuturan guru-guru di sekolah, Rizky adalah anak yang sopan dan menjadi panutan bagi teman-temannya. Cita-citanya pun sederhana. Ia ingin melestarikan budaya Jawa yaitu dengan menjadi dalang, penari Jawa, juga penabuh gamelan (wiyaga).
Kata Mbah Suyat, ikut ke keraton adalah kemauan Rizky sendiri. Suatu hari ia berkata pada kakeknya, "Pak, aku nderek sowan neng keraton karo bapak. ning aku nganggo jarik. stagen kamus timan. Pranakan, ikat dan keris (Pak, aku ikut menghadap ke keraton sama bapak. Tapi aku pakai kain jarik, stagen kamus timang. terus pakai kain jarik, pakai stagen, blangkon, dan keris)."
Rizky memang pemandangan unik di keraton. Rata-rata orang yang mengabdi di keraton atau abdi dalem berumur paruh baya.Sementara Rizky baru berusia enam tahun.
Dengan tubuh mungilnya, ia tampak mencolok di antara para simbah dan pakdhe atau budhe abdi dalem lainnya. Pakaiannya lengkap, persis seperti abdi dalem lain. Bedanya hanya yang satu ini adalah abdi dalem cilik.
Bocah lelaki ganteng ini memang pendiam. Ia diam terus ketika bertemu orang asing.
Di keraton dia belum bisa jadi abdi dalem karena usianya yang masih belia. Namun itu tak masalah baginya. Diajak kakeknya ke keraton saja, dia sudah senang.
Lantas apa saja kegiatannya selama di keraton?
Kegiatan risky adalah membantu kerja sang kakek. Misalkan pada Senin ia akan bantu menjemur pakaian di tiang jemuran. Lalu pada Selasa kliwon ia akan bantu menjemur wayang pusaka. Pada hari Rabu, ia harus menyiapkan dan membantu membereskan wayang golek.
Kalau hari Kamis, Rizky bantu menjemur wayang. Setelah menjemur dia juga ikut menata ke eblek dan memasukan ke dalam kotak. Kemudian di hari Sabtu, dia ikut menyiapkan dan membereskan wayang kulit.
Menanggapi apa yang dilakukan Rizky, Pengurus keraton Pengageng Tepas Dwarapura Kraton Yogyakarta, Kanjeng Raden Tumenggung (KRT) H. Jatiningrat SH mengatakan bahwa hal tersebut merupakan bentuk pendidikan budaya yang bagus sekali.
"Memang namanya budaya itu harus dididik sejak anak-anak. Bahkan dari dalam kandungan. Karena sering dibawa ke keraton, Maka risky tau soal tatacara sembahan, naik turun bangsal. Maka saya melihat keraton sebagai pusat pendidikan. Untuk itu, saya sangat mendorong agar anak mulai belajar soal tatakrama dan budaya dalam keraton,” kata dia.
KRT Jatiningrat juga menjelaskan soal abdi dalem. Ia mengatakan, ada sejumlah makna yang tersiratmisalkan soal pakaian abdi dalem. Model baju yang dikenakan Abdi Dalem laki-laki di Keraton Yogyakarta dinamakan peranakan.
"Filosofinya adalah agar antar Abdi Dalem bisa menjalin persaudaraan selayaknya saudara kandung satu Peranakan,“ ujar dia.
Ia juga mengungkapkan bahwa semua orang bisa menjadi abdi dalem. Jadi tidak harus orang Yogyakarta ataupun yang bisa berbahasa Jawa.
Asalkan bersedia menerima budaya Keraton. Karena Keraton Yogyakarta adalah penerus dari Kerajaan Mataram Islam, maka abdi dalem juga harus bersedia menerima budaya Islam.
Abdi dalem sendiri terbagi menjadi dua yaitu Abdi Dalem Kaprajan dan Abdi Dalem Punakawan. Abdi Dalem Kaprajan memiliki derajat atau kasta lebih tinggi dibandingkan dengan Abdi Dalem Punakawan.
Tugas Abdi Dalem Kaprajan dan Abdi Dalem Punakawan tetaplah sama, yaitu mengabdi kepada pihak keraton, tetapi yang membedakan di antara keduanya adalah pemberian gaji dari pihak keraton.
Abdi Dalem Kaprajan berasal dari pensiunan PNS dan tidak mendapatkan gaji karena mereka sudah mendapatkan uang pensiun, sedangkan Abdi Dalem Punakawan mendapatkan gaji meskipun jumlahnya sedikit. (Binsasi)
Redaktur : Safwan Hadi Rachman