JAKARTA, REQnews -&nbsp;Pandemi belum usai, dan saya sadar pasti teman-teman sudah bosan. Bersabar yaa, ada titipan salam dari&nbsp;Sumba. Kalau pandemi sudah berakhir, main yaa kesini.&nbsp;
Situasi pendemi ini, sangat berpengaruh sekali dengan dunia pariwisata, hal ini dikarenanakan bisnis ini sangat membutuhkan mobilitas banyak orang. Sedangkan, situasi covid-19 ini, mengharuskan orang untuk tetap di rumah saja.&nbsp;
Oh ya sobat, baru-baru ini saya dan beberapa teman saya, kembali melakukan perjalanan pariwisata di Pulau Sumba. Nah, sebelum kita bercerita lebih lanjut soal Sumba. Apakah sobat Reqnews pernah mendengar soal Pulau Sumba ini?
Belum pernah mendengarnya? Oke saya coba bercerita sedikit tentang pulau indah satu ini. Oh ya, Pulau Sumba ini berbeda loh ya sama Pulau Sumbawa yang ada di Provinsi Nusa Tenggara Barat.
Pulau Sumba merupakan salah satu pulau yang termasuk dalam wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur. Luas wilayahnya 10.710 km&sup2;, dan titik tertingginya Gunung Wanggameti (1.225 m). Pulau Sumba berbatasan dengan Sumbawa di sebelah barat laut, Flores di timur laut, Timor di timur, dan Australia di selatan dan tenggara.
Luas wilayahnya 10.710 km&sup2;, dan titik tertingginya Gunung Wanggameti (1.225 m). Sumba berbatasan dengan Sumbawa di sebelah barat laut, Flores di timur laut, Timor di timur, dan Australia di selatan dan tenggara.
Humba Tidak Pernah Dijajah..
Sebelum dikunjungi bangsa Eropa pada 1522, Sumba tidak pernah dikuasai oleh bangsa manapun. Sejak 1866, pulau ini dikuasai oleh Hindia Belanda dan selanjutnya menjadi bagian dari Indonesia. Masyarakat Sumba secara rasial merupakan campuran dari ras Mongoloid dan Melanesoid.
Sebagian besar penduduknya menganut kepercayaan animisme Marapu dan agama Kristen, baik Protestan maupun Katolik.
Nama pulau Sumba berasal dari antara tradisi lisan masyarakat lokal dan sejarah yang ditulis oleh para penjelajah Eropa dan armada perang patih Gajah Mada.
Nama pulau sumba tidak hanya dikenal dengan nama Sumba tetapi, banyak wisatawan maupun masyarat lokal menyebutnya dengan nama Pulau Humba, Subao, ataupun Sandalwood.
Ada hal yang unik dalam penyebutan Sumba sebagai Pulau Sandalwood dikarenakan di pulau ini, banyak sekali terdapat kuda Sandalwood.
Ini unik bukan??
Nah, bicara soal kuda, di tempat ini ada sebuah pergelaran budaya setempat yang menguji ketahanan seekor kuda, namanya Festifal Pasola.
Biasanya acara ini diselenggarakan apabila ada kegiatan atau acara acara yang berhubungan dengan hari sakral ataupun memperingati keberadaan para leluhur.
Selain itu juga, kegiatan ini untuk merayakan musim panen serta memohon pengampunan dari para leluhur.
Dalam acara ini, wisatawan dapat menyaksikan langsung atraksi tombak dari para peserta pasola.
Dalam filosofi masyarakat adat setempat, semakin banyak darah yang jatuh ke tanah ,maka tanah tersebut semakin subur .....
&nbsp;
Makna Kuda bagi masayarakat sumba......
Bagi masyarakat Humba, kuda merupakan kendaraan hidup namun bukan hanya sekedar sebagai tunggangan saja namun juga sebagai simbol dari status sosial masyarakat adat setempat.
Lain dari pada itu, hewan ini pun dapat digunakan sebagai mas kawin bagi muda-muda ataupun masyarakat adat setempat. Kuda sumba ini berjenis kuda sandel-hout yang sebetulnya kuda Sandalwood Pony.
Nama ini sering digunakan untuk mengingat kejadian masa lampau dimana kayu cendana sebagai komoditas utama dalam kegiatan ekspor dari pulau sumba.
Eksotisme Humba
Pulau Sumba atau Humba ini banyak sekali menyimpan objek wisata yang layak dikunjungi. Selain keindahan akan alamnya, pulau ini juga menyuguhkan wisata adat dan budaya yang mampu menerjemahkan filosofi hidup masyarakat lokal. Berikut beberapa tempat yang sobat harus kunjungi, apabila berkesempatan untuk mengunjungi&nbsp;Pulau Sandalwood ini:
&middot;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp; Danau Asin Wae Kuri
&middot;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp; Bukti Teletubie
&middot;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp; Pantai Kodi
&middot;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp; Bukit Cendana Hill
&middot;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp; Situs Budaya Lembanapu
&middot;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp; Kampung adat Waru Wora
&middot;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp; Bukit Tenau.
&nbsp;
Oh ya Sobat, sedikit cerita soal Wae Kuri Lagoon, danau asin nan Indah.
Danau Wae Kuri Lagoon, merupakan danau asin yang terletak di Desa Kalenga Rongo, Kecamatan Kodi Utara, Kabupaten Sumba Barat Daya, Nusa Tenggara Timur.&nbsp;
Danau ini terlihat, sekitar 60 kilometer dari ibu kota kabupaten Tambolaka. Secara asal usul nama Wae Kuri ini berasal dari bahasa Sumba.
Kata Wae, berarti 'air' sedangkan kata 'Kuri' dapat diartikan sebagai parutan atau percikan.
Danau ini dipercaya berasal dari air laut yang terpercik melalui karang yang menembus ke daratan.
Danau ini memang dikelilingi oleh batu karang yang memisahkannya dengan laut. Mitos setempat menyebutkan bahwa Wae Kuri merupakan nama sebuah tempat yang konon dulunya merupakan sebuah perkampungan yang tenggelam akibat meluapnya air laut.
Danau Wae Kuri ini berbentuk lonjong dengan panjang sekitar 150 meter&nbsp; dan lebar terjauh 50 meter. Kedalaman danau berkisar 30 cm hingga 2.5 meter saat surut namun dapat mencapai lima meter saat laut pasang.
Nah itu tadi sedikit cerita soal Humba dengan pesonanya. Semoga pendemi ini cepat berlalu, agar sobat sekalian dapat bepergian ke tempat ini.
&nbsp;
Titip salam buat sobat semua dari Pulau Humba...
Penulis: Risno Pakur
&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;
&nbsp;
&nbsp;
&nbsp;
&nbsp;
&nbsp;
&nbsp;

Salam dari Pulau Sandalwood, Destinasi Wisata Elok Dunia yang Ada di Nusa Bunga

Komentar

Berita Terkait

Berita Rekomendasi