JAKARTA, REQnews - Rangkaian protes penolakan pada undang-undang kewarganegaraan India terus berlangsung di seluruh India hingga akhir minggu kemarin. UU tersebut diprotes lantaran&nbsp;diskriminatif pada imigran Muslim.
Meski sudah memakan 23 korban jiwa, aksi terus berlanjut meski pemerintah India telah melarang publik berkumpul di tempat umum, menghentikan akses internet di beberapa daerah.
Sebelumnya, sembilan orang meninggal setelah bentrok dengan polisi di negara bagian Uttar Pradesh, Sabtu&nbsp;&nbsp;21 Desember kemarin. Juru bicara kepolisian negara bagian, Pravin Kumar, mengatakan bahwa banyak anak muda yang jadi korban namun menolak bahwa polisilah pihak yang bertanggung jawab.
&ldquo;Bebeberapa dari mereka meninggal karena luka akibat peluru, namun itu bukan hasil tembakan polisi. Polisi hanya menggunakan gas air mata untuk memukul mundur massa yang marah,&rdquo; ujarnya mengutip AP News, Senin 23 Desember 2019.
Protes terhadap undang-undang ini menjadi krisis politik paling panas bagi Perdana Menteri Narendra Modi sejak ia terpilih pada 2014 lalu. Undang-Undang ini memperbolehkan mereka yang beragama Hindu, Kristen, dan minoritas agama lainnya yang tinggal di India secara ilegal untuk dapat menjadi warga negara India.
Hal itu dapat dilakukan selama mereka dapat menunjukan bahwa mereka mengalami persekusi berbasis agama di Bangladesh, Pakistan, dan Afghanistan, di mana ketiganya adalah negara mayoritas Muslim. Aturan ini tidak berlaku bagi mereka yang beragama Islam.
Regulasi ini dikritik karena dianggap melanggar konstitusi India dan meminggirkan 200 juta Muslim yang tinggal di India. Modi, sebaliknya, melihat regulasi ini sebagai inisiatif kemanusiaan.
Menteri-menteri Modi menjelaskan bahwa orang asing yang beragama Islam tidak dilarang untuk menjadi warga negara India namun harus melalui proses normal seperti yang lain.&nbsp; Pemerintah India telah menurunkan pasukan anti teror dan layanan internet di Uttar Pradesh tetap dihentikan sampai 48 jam ke depan.
Enam ratus orang ditahan sebagai &ldquo;aksi pencegahan&rdquo; dan ada 13 kasus dilaporkan karena postingan media sosial yang &ldquo;tidak menyenangkan.&rdquo; Polisi juga melarang adanya pertemuan lebih dari empat orang, sebuah hal yang berlaku di India pada masa kolonial Inggris.
Protes juga berdatangan dari berbagai elemen internasional pada situasi ini, di antaranya dari Senator Elizabeth Warren, Senator Bernie Sanders, dan Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad.
Dugaan diskriminasi Pemerintah India pada Muslim terus menguat karena sebelumnya Pemerintah India di bawah Narendra Modi telah mengubah status Kashmir, yang mayoritas Muslim, dari negara bagian semi-otonom menjadi wilayah pemerintah federal.
Selain itu, di rezim Narendra Modi, dua juta orang di negara bagian Assam, satu juta di antaranya Muslim, tidak dimasukan namanya sebagai warga negara dan justru diminta Pemerintah India untuk membuktikan diri bahwa mereka benar warga negara dan bukannya warga asing. (Yohan Misero)

Begini Isi Regulasi Kewarganegaraan India yang Diskriminatif kepada Muslim

Komentar

Berita Terkait

Berita Rekomendasi