JAKARTA, REQNews - Menanggapi kehadiran Peraturan Menteri Nomor 5 Tahun 2019 tentang Program Profesi Advokat yang dibuat Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti), ICJR juga melihat potensi semakin sulitnya masyarakat miskin di Indonesia untuk mendapatkan akses keadilan. Mengapa?&nbsp; Karena dalam permen tersebut, terdapat ketentuan bahwa seseorang untuk menjadi advokat harus membutuhkan waktu lebih dari 8 tahun. Dengan kata lain, jangka waktu pendidikan yang demikian panjang berarti semakin besarnya biaya pendidikan.&nbsp; Dampaknya, menurut ICJR, pada ketersediaan advokat untuk mau menjalankan profesi itu secara pro bono.&nbsp; Keberadaan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum menutut pemerintah menyediakan akses terhadap keadilan bagi masyarakat miskin di Indonesia.&nbsp; Menurut ICJR, Permenristekdikti Nomor 5 Tahun 2019 ini secara jangka panjang akan menghalangi implementasi dari UU No 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum. Peraturan menteri ini juga dapat menegasikan hak memperoleh pembelaan dari seorang advokat sebagai bagian dari hak asasi manusia dan merupakan salah satu unsur untuk mendorong akses keadilan yang merata bagi semua orang. ICJR pun meminta Menristekdikti mengkaji ulang Permenristekdikti Nomor 5 Tahun 2019 dan menyesuaikannya dengan UU Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat dan UU No 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum. Selain itu, ICJR menyerukan agar organisasi advokat segera mengambil sikap terhadap Permenristekdikti Nomor 5 Tahun 2019 tentang Program Profesi Advokat tersebut. (Prazz)

Permen No. 5 Tahun 2019 akan Tutup Akses Keadilan Bagi Rakyat Miskin

Komentar

Berita Terkait

Berita Rekomendasi