Jakarta, Reqnews – Sistem peradilan pidana Indonesia tak mampu menjamin hak atas fair trial dalam kasus pidana mati. Hal ini terungkap dalam hasil penilitian Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) yang berjudul “Menyelisik Keadilan yang Rentan: Hukuman Mati dan Penerapan Fair Trial di Indonesia” yang dirilis Rabu (16/1) kemarin di Jakarta. 
Dalam siaran persnya, ICJR memberi lima rekomendasi untuk mengatasi masalah tersebut. Pertama, penyelarasan hukum nasional dengan standar hak asasi manusia internasional, baik dari segi pidana materil dan formil atau sistem peradilan pidana. Kedua, perkuat sistem pengawasan untuk proses peradilan dalam kasus-kasus hukuman mati. Ketiga, meningkatkan kompetensi semua aparat penegak hukum, baik dalam hal pengetahuan dan keterampilan terkait pemenuhan hak-hak fair trial. 
Keempat, penyelesaian masalah-masalah struktural yang masih terjadi di institusi penegak hukum yang menurunkan standar kompetensi, independensi dan imparsialitas institusi tersebut. Kelima, Kejaksaan Agung dan Mahkamah Agung harus melakukan moratorium terhadap penuntutan dan penjatuhan hukuman mati untuk menghindari potensi pelanggaran hak-hak fair trial dalam jangka pendek. 

Hukuman mati dan fair trial di Indonesia
Penelitian ICJR menelisik kesesuaian pinsip-prinsip hak atas fair trial dalam hukum di Indonesia dengan standar hak asasi manusia yang diakui secara internasional. Secara khusus, penelitian ini berfokus pada kasus-kasus yang diancamkan hukuman mati berjumlah 306 putusan sejak 1997 hingga 2016.
ICJR menemukan adanya peningkatan kasus hukuman mati pada kasus narkoba. Dari 100 kasus pidana mati di Indonesia, peningkatan paling signifikan terjadi pada 2015. Data menunjukkan 4 kasus hukuman mati setiap tahunnya antara 1997 hingga 2013. Namun pada 2014, jumlahnya naik menjadi 7 kasus. Lonjakan terjadi pada 2015 yang mencapai 36 kasus. 
Data yang ditemukan ICJR menunjukkan kasus pelanggaran hak atas fair trial pada tersangka pidana mati sebagai berikut: 11 kasus indikasi penyiksaan di tahap penyidikan, 16 kasus pelanggaran pada proses penahanan, 7 kasus pelanggaran hak untuk mendapatkan penasihat hukum sebelum persidangan. 
Fair trial adalah norma dasar, prinsip dalam hukum yang memastikan terlaksananya administrasi keadilan yang layak (proper administration of justice). Fair trial juga berbentuk hak bagi para terdakwa untuk mendapatkan peradilan yang adil.
Konvenan hak sipil dan politik sudah menetapkan hak-hak fair trial dalam pasal 9-15. Hak-hak itu adalah hak atas kebebasan dan keamanan pribadi; hak dan kedudukan yang sama di hadapan pengadilan dan badan peradilan; hak dianggap tidak bersalah sampai kesalahannya dibuktikan menurut hukum; hak untuk diberitahukan secepatnya dengan secara rinci dalam bahasa yang dapat dimengertinya, tentang sifat dan alasan tuduhan yang dikenakan; hak atas waktu yang cukup dan fasilitas yang memadai untuk mempersiapkan pembelaan; hak untuk diadili tanpa penundaan; hak untuk memeriksa atau meminta diperiksanya saksi-saksi yang memberatkannya dan meminta dihadirkan dan diperiksanya saksi-saksi yang meringankannya; hak mendapatkan bantuan cuma-cuma dari penerjemah apabila ia tidak mengerti atau tidak dapat berbicara dalam bahasa yang digunakan di pengadilan; hak untuk tidak dipaksa memberikan kesaksian yang memberatkan dirinya, atau dipaksa mengaku bersalah. 
Dari temuan dalam penelitian itu, ICJR melihat empat faktor pendorong terjadinya pelanggaran hak-hak fair trial dalam kasus hukuman mati. Pertama, regulasi yang belum memadai. Hukum di Indonesia belum sepenuhnya menjamin hak atas fair trial. Aturan fair trial di Indonesia belum memenuhi standar internasional. 
Kedua, profesionalitas penegakan hukum juga masih bermasalah. Hal ini tampak dari masih digunakannya kekerasan untuk mendapatkan bukti/ pengakuan. 
Ketiga, retorika perang terhadap narkotika dan eksekusi terhadap terpidana mati narkotika terus digaungkan secara terbuka oleh pemerintah. Hal ini yang secara jelas bertentangan dengan prinsip hak asasi manusia. 
Keempat, pandangan publik yang masih setuju terhadap hukuman mati sangat kuat sehingga terkadang mengabaikan fakta persidangan.&nbsp;(Praz)

Lima Rekomendasi ICJR untuk Penerapan Fair Trial

Komentar

Berita Terkait

Berita Rekomendasi