JAKARTA, REQnews - Debat perdana calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres), telah berlangsung pada Kamis (17/1/19) malam di Kompleks Bidakara, Jakarta Selatan. Tema yang diangkat adalah Hukum, HAM, Korupsi dan Terorisme. Meski debat berjalan lancar toh banyak pengamat dan praktisi hukum, praktisi HAM, penggiat antikorupsi dan lainnya yang kurang atau bahkan tidak terlalu puas. Pakar hukum pidana dari Universitas Al-Alzhar, Prof. Dr. Supardji S.H., M.H., mencatat, para capres-cawapres, baik paslon dengan nomor urut satu dan paslon dengan nomor urut dua, tidak dapat menjelaskan visi dan misinya dengan baik. Para paslon seperti menjawab pertanyaan cerdas cermat dan kadang-kadang melihat contekan. Tidak ada jawaban yang bernas dan berkualitas. “Seharusnya debat tadi malam itu ada proses untuk membahas lebih tajam tentang masalah hukum, pemberantasan korupsi, terorisme dan HAM!” demikian pendapat Prof Supardji. Berikut kutipan wawancara lengkap REQnews dengan Supardji : Apa pendapat Bapak tentang debat tadi malam? Seharusnya ada semacam paparan tentang visi dan misi dengan beberan yang yang jelas terhadap empat hal; hukum, HAM, korupsi dan terorisme. Tetapi faktanya kita menyaksikan debat ala cerdas cermat. Jadinya kira kurang puas. Saya melihat tidak ada elaborasi mendalam tentang visi dan misi. Tidak komprehensif! Mengapa demikian? Saya melihat mereka kurang siap dan kurang memahami persoalan. Yang semacam ini kan repot. Kita juga lihat mereka seperti kaku, moderator-nya juga kaku. Ada pasangan capres-cawapres yang melihat contekan dan sudah ada jawaban yang telah disiapkan. Bagaimana paparan paslon nomor satu dan dua tentang tema hukum? Ya, berkait dengan kotennya misalnya soal hukum. Hal menarik yang ditanyakan Prabowo yang ada kaitannya dengan aparat penegak hukum yang berafiliasi politik di partai politik, itu kan sebenarnya fakta, kemudian jawabannya Jokowi, capres nomor satu, mengatakan, jangan mendikotomi antara para profesional dan politisi. Faktanya dia bilang, banyak aparat penegak hukum yang berafiliasi dengan partai politik, bekerja dengan baik. Lho kita bertanya-tanya, banyak itu yang mana? Aparat penegak hukum itu kan polisi, jaksa, apakah termasuk Menteri Hukum &amp; HAM? Poin saya adalah mereka kurang dapat menangkap persoalan secara tidak tepat. Seharusnya mereka memberikan solusi. Solusinya seperti apa? Mereka seharusnya bilang, di masa yang akan datang, aparat penegak hukum yang masuk di birokrat adalah orang-orang yang profesional, independen, netral dan tidak akan ada kepentingan. Itu contohnya. Jadi tidak ada solusi yang ditawarkan…! Tidak tampak. Dua pasangan capres dan cawapres ini juga terfokus pada sisi lembaga. Sebagai contoh dalam rangka mengatasi regulasi yang tumpah tindih, pasangan nomor satu mengatakan, akan mendirikan Pusat Legislasi. Sedangkan yang kedua atau Prabowo bilang akan mengoptimalkan Badan Pembinaan Hukum Nasional. Jawaban seperti itu terlalu sektoral dan parsial. Bukan akar persoalan… Jelas! Akar persoalan hukum itu bukan pada lembaga, tetapi lebih budaya hukum. Perilaku para pejabat yang juga berlaku bagi para birokrat kita yang membuat legislasi. Ya makanya kita harus selesaikan ego sektoral kemudian membuat rekrumen yang efektif. Terkait dengan lembaga baru, paslon nomor satu mengatakan, deregulasi dan debirokratisasi, akan merampingkan birokrasi tetapi di sisi lain dia bilang, ingin memunculkan birokrasi baru. Tema hukum tidak menyentuh ke akar persoalan. Yang kita ingin dengkarkan sebenarnya adalah bagaimana masing-masing pasangan calon ini bisa membicarkan tekadnya membangun aparat dan lembaga kepolisian, baik itu jaksa dan polisi, bagaimana agar lembaga ini menjadi lebih profesional, berintegritas dan terpercaya. Bagaimana dengan pendapat paslon nomor dua yang mengatakan akan menaikkan gaji aparat penegak hukum? Menurut saya gaji polisi dan jaksa sudah cukup. Menyelesaikan segala sesuatunya dengan duit itu tidak tepat termasuk dosen dan guru. Saya kira itu melukai hati rakyat secara umum. Ini namanya terlalu menyederhanakan persoalan dengan menaikkan gaji. Ok, bagaimana dengan tema HAM? Sama saja. Tidak ada visi yang jelas tentang HAM. Mereka terjebak pada hal yang berkaitan dengan misalnya pertentangan antara hukum &amp; HAM, tentang masalah disabilitas. Esensi HAM itu bagaimana memenuhi apa yang ada di dalam hak bagi setiap orang untuk mendapatkan pendidikan, hak mendapatkan kesehatan, kbebasaan berserikat, kebebasan berekspresi, negara harus memenuhi hak-hak tersebut dari sisi HAM. Lalu bagaimana denagn tema pemberantasan korupsi? Ini jadi masalah. Paslon nomor satu bilang bahwa rekrutmen pejabat publik dan aparatur sipil negara, harus berdasarkan kompetensi, merit system. Jokowi ambil contoh pribadi tentang anaknya yang tidak lolos tes CPNS. Dia juga mengatakan bahwa dirinya terpilih menjadi Gubernur DKI Jakarta termasuk menjadi presiden tanpa mengeluarkan uang pribadi. Memang itu tidak masalah, tetapi memotret masalah bangsa tidak dapat menggunakan contoh yang sederhana. Bagaimana dengan Prabowo? Prabowo juga ada persoalan. Dalam sisi pemberantasan korupsi, dia bilang akan menjadi kepala penegakkan hukum, akan menghukum dan memenjarakan aparat atau akan ditempatkan di tempat terpencil. Saya kira itu pernyataan yang terlalu bersemangat. Ini keliru. Presiden bukan aparat penegak hukum. Kita punya konsep Trias Politica, ada eksekutif, ada legislatif dan yudikatif. Prabowo tidak bisa bilang saya akan menangkap sendiri. Ini kalimat yang terlalu klise dan budaya ala orde baru yang mestinya tidak strategis dan itu bentuk intervensi dan bukan solusi yang tepat. Ok bagaimana dengan tema tentang terorisme? Itu tidak perlu diperdebatkan karena terorisme musuh bersama. Perdebatannya adalah bagaimana mengidentifikasikan permasalahan dan kemudian memformulasikan terhadap penyelesaian permasalahan tersebut, misalnya, adanya masalah terorisme di Indonesia itu karena adanya ketidakadilan, karena ada rasa saling tidak percaya terhadap pemerintah, atau ketidapahaman terhadap sebuah ideologi sehingga kemudian menjadi radikal. Solusi konkritnya apa? Ciptakan keadilan, ciptakan pemerintahan yang dapat dipercaya, ciptakan aparat penegak hukum yang baik dan profesional, program kontraradikalisme dan program deredadikalisasi harus berjalan. Selanjutnya harus dapat mengidentifikasi penyelesaian terorisme yang berpotensi pada pelanggaran HAM, misalnya datang ke mesjid yang dianggap radikal, itu menurut saya penyelesaian yang tidak praktis, tidak strategis karena akhirnya menimbulkan masalah baru. Maksud saya adalah solusi-solusi yang ditawarkan semalam itu, menyisakan masalah-masalah baru.(*)

DEBAT CAPRES-CAWAPRES PERDANA SEPERTI CERDAS CERMAT

Komentar

Berita Terkait

Berita Rekomendasi