JAKARTA, REQnews - Komisaris Tinggi PBB untuk HAM Michelle Bachelet bergerak cepat dengan menekan pemerintah Brunei Darussalam merevisi kembali UU Pidana yang memuat hukuman tak manusiawi kepada kaum LGBT.&nbsp; Rencananya, Rabu 3 Maret 2019, pemerintah Brunei akan mengesahkan UU Pidana yang memberlakukan rajam dan jenis hukuman mati lainnya bagi siapapun yang terbukti sebagai kaum LGBT.&nbsp;Menurut Bachelet, UU itu melanggar hak asasi internasional, sekaligus menandakan kemunduran serius bagi perlindungan HAM di Brunei yang selama ini dikenal cukup baik.&nbsp;“Saya menyerukan pemerintah Brunei membatalkan penerapan hukum itu,” ujar Bachelet dalam pernyataan resminya, Senin 1 April 2019, seperti dikutip dari VOA.&nbsp;Berdasarkan UU itu, eksekusi akan dilakukan kepada siapapun yang melakukan pelanggaran seperti pemerkosaan, perzinahan, hubungan homoseksual, dan penghinaan terhadap Nabi Muhammad SAW.&nbsp;Panen kritik, pemerintah Brunei pun tidak tinggal diam. Berdasarkan pernyataan dari kantor perdana menteri, pemberlakuan hukum syariah itu ada alasan-alasan khususnya.&nbsp;“Hukum selain mempidanakan dan mencegah perbuatan yang bertentangan dengan ajaran Islam, juga memberi edukasi, penghormatan dan perlindungan individu, masyarakat, atau kebangsaan, dan agama, serta ras,” tulis pernyataan resmi tersebut.&nbsp;Hukum yang mengundang kontroversi di dunia ini bukan pertama kali diterapkan Brunei. Sebelumnya, pada 2014, pemerintah Brunei menerapkan hukum syariah dengan menjebloskan ke penjara atau membayar denda bagi siapapun yang tidak menjalankan salat Jumat dan hamil di luar nikah.&nbsp;Ada juga hukuman berat yang menanti bagi para pelaku pencurian, yakni diamputasi salah satu tangannya. Hukum-hukum itu terus menuai kritik dari berbagai kalangan internasional.&nbsp;

Kontroversi Hukuman Rajam LGBT di Brunei, PBB Turun Tangan

Komentar

Berita Terkait

Berita Rekomendasi