JAKARTA, REQNews - Pada 27 Maret 2019, majelis hakim yang terdiri dari Desnayeti, Gazalba Saleh dan Sofyan Sitompul di Mahkamah Agung (MA) memutuskan menolak kasasi yang diajukan Meliana. Melalui rilis resminya, Senin (8/4/2019), Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) berpendapat amar putusan MA ini merupakan preseden buruk bagi kebebasan berekspresi dan kebebasan beragama. Sebelumnya, dalam perkara banding, ICJR telah menyampaikan pendapat melalui dokumen amicus curiae yang menggambarkan beberapa fakta persidangan tidak memenuhi standar hukum acara pidana.  Sedangkan di tingkat pengadilan negeri, yaitu Pengadilan Negeri Medan, ICJR juga melihat adanya kesalahan penerapan hukum dalam pemeriksaan.  Apa saja kesalahan yang terjadi dalam kasus Meliana?  Kesalahan pertama terkait perihal pembuktian unsur “dengan sengaja”. Pasal 156a huruf (a) KUHP telah mensyaratkan terbuktinya unsur “dengan sengaja” di depan umum mengeluarkan ucapan/ perkataan yang mengekspresikan suatu “perasaan” yang “pada pokoknya bersifat menyatakan permusuhan”. Dengan kata lain, syaratnya adalah benar-benar suatu “niat yang khusus” atau tindakan yang mempunyai maksud, yaitu secara sengaja bertujuan menunjukkan kata-kata atau tindakan-tindakan permusuhan terhadap agama yang dilindungi. Bukan suatu bentuk-bentuk niat yang lebih lemah.  ICJR melihat sedari awal pemeriksaan telah diketahui bahwa keluhan Meiliana terkait dengan pengeras suara masjid ditujukan untuk mengecilkan suara pengeras masjid. Keluhan ini dilakukan ke salah satu saksi, bukan di hadapan publik. Menurut ICJR, seharusnya MA melihat bahwa baik Majelis Hakim Pengadilan Negeri maupun Majelis Hakim Pengadilan Tinggi sama sekali tidak membuktikan unsur dengan sengaja tersebut berdasarkan penerapan hukum yang tepat. Kesalahan kedua adalah MA salah menerapkan hukum terkait alat bukti. MA telah salah menggunakan alat bukti dalam kasus penodaan Meliana ini, yaitu Fatwa Majelis Ulama Indonesia. Alat bukti ini digunakan untuk membuktikan unsur “penodaan agama”.  Berdasarkan KUHAP, dalam sistem hukum pidana terdapat lima alat bukti, yaitu keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan juga keterangan terdakwa.  Menurut ICJR, kedudukan Fatwa MUI dalam pembuktian kasus pidana tidak dapat dimasukkan ke dalam salah satu kategori dari alat bukti tersebut. Fatwa MUI hanya bersifat mengikat bagi kelompok orang tertentu, bukan merupakan suatu peraturan perundang-undangan yang mengikat sebagaimana yang dikenal dalam hierarki peraturan perundang-undangan yang ada pada UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.Kesalahan ketiga adalah tidak terpenuhinya syarat pembuktian dalam hukum acara pidana. Percakapan yang disampaikan para saksi di persidangan menjadi fakta yang memenuhi unsur “penodaan agama”. Hal ini memberikan petunjuk bagi Majelis Hakim bahwa ada hubungan yang sangat nyata antara keluhan terdakwa di warung saksi Kasini alias Kak Uo dengan dua hal yang muncul kemudian, yaitu kemarahan umat Islam dan munculnya fatwa dari Majelis Ulama Indonesia Propinsi Sumatera Utara. Pada tanggal 24 Januari 2017, Komisi Fatwa MUI Provinsi Sumatera Utara mengeluarkan keputusan bernomor 001/Kf/Mui-Su/I/2017 tetnang Penistaan Agama Islam oleh Saudari Meliana di Kota Tanjung Balai.  Semua hal tersebut dinilai Majelis Hakim telah menyatakan bahwa ucapan Meliana tersebut bersifat penodaan terhadap agama, yaitu agama Islam yang dianut di negara Indonesia.  Fakta di atas beserta semua saksi yang memberikan keterangan tidak dapat memenuhi standar hukum acara pidana, karena keterangan yang diberikan bukan berdasarkan apa yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri. Dengan demikian, saksi-saksi yang dihadirkan sama sekali tidak dapat dijadikan dasar bagi hakim sebagai petunjuk untuk membuktikan unsur dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang pada pokoknya bersifat permusuhan. Dengan melihat tiga kesalahan di atas yang telah termuat dalam amicus curiae dan amar putusan MA, menurut ICJR, MA tidak melihat kesalahan penerapan hukum yang nyata terkait dengan aspek penting dalam hukum acara pidana. (Prazz)

ICJR: Tiga Kesalahan MA dalam Kasasi Meliana

Komentar

Berita Terkait

Berita Rekomendasi