JAKARTA, REQnews – Peneliti P2D (Perhimpunan Pendidikan Demokrasi) Robertus Robert dan peneliti P2D lainnya, Alfindra Primaldhi, membuat satu refleksi berdasarkan hasil survei tentang "kultur hak asasi manusia" yang dirilis Minggu (20/1/19). "Masa Depan Diskursus HAM dalam Politik Kewarganegaraan" demikian judul refleksinya. Dari hasil survei tersebut menurut keduanya, upaya – upaya pengarusutamaan HAM oleh negara dan gerakan masyarakat sipil bisa kita katakan gagal, setidaknya dalam dua faktor penting. Pertama, dalam upaya - upaya penanaman nilai – nilai HAM di dalam politik kewargaan. Meski sebagian masyarakat sudah cukup merasa dan memiliki kepentingan akan pentingnya pemenuhan HAM, namun sayangnya masih dalam pengertian yang sangat sempit. Hilangnya pemahaman yang fundamental terhadap isu HAM ini ditandai dengan jebloknya penghargaan terhadap hak – hak individu dalam memilih orientasi seksual (isu LGBT) yang hingga hari ini masih rentan terhadap tindakan represi dan persekusi dari sesama warga, maupun negara. Demikian halnya dengan penggunaan hukuman mati sebagai cara yang masih dianggap ampuh untuk menekan angka kriminalitas – meski hak untuk hidup diterima sebagai konsep yang paling penting dalam HAM. Kedua, tentang peran agen – agen pejuang HAM yang gagal meraih simpati atas perjuangannya. Meski mayoritas responden menyatakan bahwa pentingnya organisasi non-pemerintah (LSM/ORNOP) untuk mengawasi penegakan HAM, namun tidak banyak yang benar – benar sudi untuk turut berpartisipasi aktif dalam perjuangan penegakan HAM itu sendiri. Ini juga ditandai dengan ketertarikan warga sendiri terhadap siapa yang dinilai lebih penting untuk memberikan pengetahuan tentang nilai - nilai HAM itu sendiri. LSM/Ornop nampaknya hanya dikenal sebagai komunitas yang memperjuangkan hak, namun tidak menjadi pilihan utama bagi warga untuk memperoleh informasi/pendidikan tentang HAM. Meski demikian, harapan bagi diskursus penegakan HAM tetap memiliki harapan. Dalam memilih calon pemimpin misalnya, komitmen HAM masih dinilai penting sebagai salah satu ukuran dalam memilih; serta penilaian masyarakat atas pentingnya HAM sebagai modalitas dalam pergaulan dunia internasional. Tantangan berat ke depan menanti para pegiat – pegiat isu HAM untuk memastikan nilai – nilai dan prinsip HAM secara substantif ke dalam politik kewargaan kita. Ini belum termasuk dengan menguatnya ancaman pemerintah yang kerap kali melemahkan hak – hak sipil politik warga dengan banyaknya kasus pembungkaman kebebasan berekspresi dengan dalih ketertiban umum, serta ancaman pembubaran terhadap organisasi – organisasi yang dilabel ‘bertentangan dengan falsafah negara’. Diperlukan sebuah penyegaran dalam strategi dan taktik untuk menguatkan nilai – nilai HAM, khususnya terhadap dua isu yang menjadi perhatian kami: LGBT dan hukuman mati. Evaluasi terhadap model kampanye dan advokasi yang selama ini digunakan, sudah seharusnya disegerakan; mengingat tekanan yang juga semakin tinggi di tahun – tahun politik ini di mana pemimpinnya gemar mendiskreditkan kelompok tertentu sebagai bahan bakar untuk mendorong elektabilitas. Metode konfrontasi yang selama ini tak hanya diterapkan kepada negara, namun juga pada warga perlu dikaji kembali: dengan mempertimbangkan pilihan – pilihan isu yang lebih menjangkau kepentingan warga, seperti kesetaraan dihadapan hukum serta perlindungan kehidupan sebagai pintu masuk penguatan nilai HAM itu sendiri. Hak atas kesetaraan gender misalnya, perlu dipertimbangkan sebagai entry point dengan berbagai pilihan isu; seperti kesetaraan upah, hak – hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan politik, serta pengakuan terhadap kerja – kerja/profesi yang selama ini lebih lekat/dianggap given sebagai tugas perempuan. Upaya penguatan kultur HAM dalam politik kewargaan tidak hanya diharapkan mampu menguatkan nilai - nilai universalisme; namun juga membentuk sebuah kehidupan demokrasi yang juga kuat dan resisten terhadap upaya – upaya yang hendak ‘membunuh demokrasi’ di Indonesia. Di tengah semangat prosesi elektoral, tak hanya komitmen calon pemimpin atas HAM yang jadi penting: namun sejauh mana pemahaman dan tindakan warga untuk mempertahankan apa yang menjadi haknya sebagai manusia-lah yang sepertinya juga mendesak untuk dielaborasi hari – hari ini.(*/Bos)

Masa Depan Diskursus HAM dalam Politik Kewargaan

Komentar

Berita Terkait

Berita Rekomendasi