JAKARTA, REQnews - Pemerintahan<a href="https://www.reqnews.com/search?q=Presiden+Jokowi"> Presiden Joko Widodo</a> tampaknya harus siap-siap kehilangan potensi devisa negara mencapai Rp 26,5 triliun. Pasalnya, organisasi perdagangan dunia atau World Trade Organization (<a href="https://www.wto.org/">WTO</a>) mencatat dari awal tahun hingga 31 Mei 2020 terdapat 16 inisiasi tuduhan baru&nbsp;anti-dumping&nbsp;dan&nbsp;safeguard&nbsp;dari negara mitra dagang terhadap produk&nbsp;ekspor&nbsp;Indonesia.
Produk yang dikenakan tuduhan anti-dumping antara lain monosodium glutamat, produk baja, produk alumunium, produk kayu, benang tekstil, bahan kimia, hingga produk otomotif. Plt. Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri, Kementerian Perdagangan Srie Agustina pun menyebut akibat tuduhan tersebut Indonesia kehilangan potensi devisa negara yang sangat besar.
"Semua tuduhan tersebut berpotensi menyebakan hilanganya devisa negara 1,9 miliar dolar AS atau setara Rp 26,5 triliun, suatu angka yang tak sedikit di tengah kebutuhan dumper devisa untuk pendapat negara," katanya dalam diskusi virtual, Senin 8 Juni 2020.
Ada pun negara yang paling sering menerapkan aturan bea masuk anti-dumping dan safeguards terhadap produk ekspor Indonesia adalah India 54 kasus, Amerika Serikat 37 kasus, Uni Eropa 34 kasus, Australia 28 kasus, dan Turki 23 kasus.
Meningkatnya laporan terkait anti-dumping semakin massif sejak terjadinya perang dagang antara AS dengan Cina. Tak terkecuali akibat meluasnya pandemi Covid-19 di berbagai negara di dunia.
Dengan perekonomian semakin tertekan, Srie mengatakan, sejumlah negara mengambil langkah proteksionisme untuk melindungi produk dalam negerinya dari serbuan produk impor, serta menjaga produk ekspornya untuk mencukupi kebutuhan dalam negeri karena terbatasnya produksi di masa pandemi.
"Negara lain di dunia melakukan pelarangan ekspor dan&nbsp;impor&nbsp;dan penggelontoran berbagi insentif guna mencegah keterpurukan ekonomi semakain dalam," ucapnya.

Bahaya! 16 Kasus Anti-Dumping Bikin Indonesia Berpotensi Kehilangan Devisa Rp 26 Triliun

Komentar

Berita Terkait

Berita Rekomendasi