JAKARTA, REQnews - Pengacara Hak Asasi Manusia<a href="https://twitter.com/VeronicaKoman?ref_src=twsrc%5Egoogle%7Ctwcamp%5Eserp%7Ctwgr%5Eauthor"> Veronica Koman</a> turun gunung usai mengetahui vonis 10 bulan dan 11 bulan penjara terhadap 7 tahanan politik Papua. Diketahui, para terdakwan yang kebanyakan masih menyandang status mahasiswa tersebut ditahan akibat demonstrasi di <a href="https://www.papua.go.id/">Papua</a>.
Aksi itu mereka lakukan merespon tindakan rasisme oknum aparat dan ormas di Asrama Papua Surabaya. Meski jauh lebih ringan dari tuntutan jaksa, Veronica menilai hukuman penjara yang diputus oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Balikpapan itu masih tidak adil meski jauh lebih ringan dari tuntutan jaksa.
Ia menambahkan bahwa putusan ini masih berbau rasisme. Sebab, kata dia, ketujuh tapol diputus bersalah atas sesuatu yang mereka perjuangkan, yakni melawan tindakan rasisme terhadap mahasiswa Papua di Surabaya tahun lalu, bukan tindak kriminal apalagi makar.
"Pokoknya kalau NKRI itu pokoknya orang Papua harus bersalah, harus diputus bersalah. Nanti putusannya mendekati masa tahanan, jadi tidak lama lagi sudah bisa bebas, tapi NKRI melihat orang Papua harus salah, jadi itu rasisme dalam hukum kita," kata Veronica Koman dalam diskusi Amnesty Internasional Indonesia, Rabu 17 Juni 2020.
Apalagi jaksa masih melakukan upaya banding terhadap 7 tapol ini, maka kejaksaan dianggap melakukan tindakan rasisme. "Pesan saya, kalau kejaksaan banding, berarti kejaksaan rasis, itu saja," kata dia.
Pun ia mengucapkan terima kasih atas solidaritas orang-orang Indonesia yang peduli terhadap kasus ini, melalui gerakan Papuan Lives Matter. Veronica mengatakan, masih ada 36 tapol Papua yang masih diadili, sehingga perjuangan harus tetap berlanjut.
"Pekerjaan kita belum selesai. Masih ada 36 tahanan politik Papua Barat lainnya yang ditahan atas tuduhan pengkhianatan setelah pemberontakan tahun lalu," ucapnya.
Sebelumnya, majelis hakim menyebut mereka terbukti melanggar Pasal 106 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP tentang Makar, dan harus membayar biaya perkara Rp 5 ribu. Vonis ini jauh lebih ringan dari tuntuan jaksa penuntut umum sebelumnya, yang meminta hakim menghukum penjara bervariasi antara 4 tahun sampai 17 tahun.
Setelah menerima putusan itu, ketujuh tapol dan JPU memilih untuk menimbang terlebih dahulu sebelum memutuskan mengajukan banding atau tidak. "Hakim yang mulia terima kasih, saya pikir-pikir dulu," kata Buchtar Tabuni.
"Alasan saya, barang bukti berupa parang, panah, segala macam itu, didapat dari mana? Saya tidak tahu."
"Alasan kedua, hakim yang mulia, bukan saya tidak mau 11 bulan penjara. Dari hati nurani, saya merasa tidak bersalah," ujarnya.
Tujuh orang terdakwa itu yakni mantan Ketua BEM Universitas Cenderawasih Ferry Kombo, Ketua BEM Universitas Sains dan Teknologi Jayapura Alex Gobay, Hengky Hilapok, Irwanus Urobmabin, Buchtar Tabuni, Ketua KNPB Mimika Steven Itlay, dan Ketua Umum KNPB Agus Kossay.

Banding Putusan 7 Tapol Papua, Veronica Koman: Kejaksaan Rasis!

Komentar

Berita Terkait

Berita Rekomendasi