JAKARTA, REQnews - Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai SP3 yang diterbitkan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait BLBI, merupakan efek negatif revisi UU KPK.
Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana mendesak agar KPK melimpahkan berkas kasus Sjamsul Nursalim ke jaksa, agar digugat secara perdata.
"ICW menuntut agar KPK segera melimpahkan berkas kepada jaksa pengacara negara untuk kemudian dilakukan gugatan perdata sebagaimana diatur dalam Pasal 32 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi," ujar Kurnia kepada wartawan, Jumat 2 April 2021.
Kurnia menegaskan Sjamsul Nursalim harus bertanggungjawab terkait dugaan tindak pidana korupsi BLBI. Karena, kasus tersebut menimbulkan kerugian negara hingga Rp 4,5 triliun. "ICW kerap memasukkan perkara BLBI sebagai tunggakan yang harus dituntaskan oleh KPK sejak lama," ujarnya.&nbsp;
Lebih lanjut, Kurnia menyinggung putusan Mahkamah Agung (MA) yang memvonis lepas eks Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Temenggung terkait kasus BLBI.
Ia menuding putusan itu menjadi pemicu KPK menerbitkan SP3 kasus BLBI. "Tidak bisa dimungkiri, selain karena dampak revisi UU KPK, pangkal persoalan lain penghentian penyidikan ini juga berkaitan langsung dengan Mahkamah Agung dan kebijakan Komisioner KPK," kata dia.&nbsp;
"Untuk MA sendiri, kritik dapat disematkan tatkala lembaga kekuasaan kehakiman itu memutus lepas Syafruddin Arsyad Temenggung, mantan Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional, dan kemudian diikuti penolakan permohonan peninjauan kembali (PK) dari KPK," sambungnya.&nbsp;
Menurutnya, putusan MA tersebut keliru dan diwarnai kontroversi. Salah satunya adalah kesimpulan majelis hakim yang menyebut perkara Syafruddin bukan perbuatan pidana.
"Padahal, dalam fakta persidangan pada tingkat judex factie sudah secara terang benderang menjatuhkan hukuman penjara belasan tahun kepada terdakwa. Lebih jauh lagi, perdebatan perihal pidana atau perdata seharusnya sudah selesai tatkala permohonan praperadilan SAT ditolak oleh Pengadilan Negeri," ujar peneliti ICW itu.&nbsp;
Sebab, kata dia, waktu mengajukan permohonan praperadilan, SAT melalui kuasa hukumnya juga membawa argumentasi yang sama. Kurnia pun menuding bahwa MA gagal dalam melihat kemungkinan menerima PK dari jaksa KPK.
"Juga terdapat satu isu krusial, yakni pelanggaran etik oleh salah satu majelis hakim persidangan Temenggung, Syamsu Rakan Chaniago. Dapat dibayangkan, dua pekan sebelum putusan lepas itu dibacakan, hakim majelis itu justru berhubungan, bahkan bertemu langsung dengan kuasa hukum Temenggung, yakni Ahmad Yani," katanya.&nbsp;
Menurutnya banyak preseden MA menerima PK dari jaksa. "Padahal seorang hakim tidak dibenarkan berhubungan langsung atau tidak langsung dengan pihak-pihak yang sedang beperkara," ucapnya.
Diketahui, KPK sebelumnya memberhentikan kasus BLBI dengan tersangka Sjamsul Nursalim dan Itjih Nursalim. Keduanya ditetapkan KPK sebagai tersangka pada Senin 10 Juni 2019 lalu. KPK saat itu menduga kerugian negara akibat perbuatan Sjamsul Nursalim dan istri mencapai Rp 4,58 triliun.

Kasus BLBI Dihentikan, ICW Sebut SP3 Efek Negatif Revisi UU KPK

Komentar

Berita Terkait

Berita Rekomendasi