Bago, REQNews.com -- Tentara Myanmar menahan keluarga Ko Ja Lay, politisi dan petugas informasi Partai Liga Nasional (NLD) Bago, setelah gagal menangkap buruannya.
Keluarga Ja Lay terdiri dari satu putri kandung, dan dua kerabat dekat, yang semuanya masih anak-anak. Penangkapan terjadi setelah militer kehabisan akal menekan keluarganya agar memberi tahu persembunyian Ko Ja Lay.
Sebelumnya, Senin 5 April, warga sejumlah desa di Wilayah Sagaing turun ke jalan untuk berdemo. Tentara merespon dengan melepas tembakan. Tiga tewas di tempat. Satu bocah usia 12 tahun luka serius.
Penembakan di Sagaing memperpanjang daftar korban kebrutalan militer Myanmar. Nyaris tiada hari tanpa darah tumpah di jalan dan nyawa melayang. Tidak ada pula hari tanpa desing peluru.
 Melanggar UU Bencana
Ko Ja Lay hanya satu dari sekian politisi lokal NLD yang harus ditangkap. Tuduhannya, melanggar Pasal 25 UU Manajemen Bencana karena melanggar protokol kesehatan selama pandemi virus korona.
Februari lalu, Ja Lay berada di kerumunan masa anti-kudeta. Ia memimpin aksi protes di Kotapraja Thayawady, Wilayah Bago. Sejak itu militer menekan keluarganya.
Seorang kerabat mengatakan putri Ko Ja Lay berusia empat tahun. Dua lainnya adalah keponakan berusia dua tahun, dan saudar ipar yang berusia 13 tahun.
Mereka ditahan tentara entah di mana selama lebih 13 jam, dan dibebaskan begitu saja.
"Istri Ko Ja Lay lebih dulu bersembunyi untuk menghindari tekanan aparat," kata seorang kerabat dekat. "Dia menitipkan putrinya ke keluarga."
Putri Ko Ja Lay tertekan hebat karena berpisah dengan orang tua. Dua kerabat lainnya terus ditanya tentara selama dalam penahanan. Tentara membebaskan mereka setelah yakin anak-anak itu tidak tahu apa apa.
Tidak hanya anggota NLD dan keluarganya yang menghadapi tekanan. PNS terlibat pembangkangan sipil juga ditangkap. Jika PNS itu melarikan diri, tentara akan menangkap keluarganya.
Di Kotapraja Malwamyne, negara bagian Mon, keluarga seorang akademisi di sebuah universitas ditahan militer dua pekan, setelah aparat gagal menangkap orang tuanya.
 Dipukul Sampai Mati
Di Wilayah Sagaing, tidak ada hari tanpa aksi turun ke jalan. Warga terus melawan, meski tahu nyawa taruhannya.
Senin 5 April pagi, sekitar pukul 10:00, pasukan menindak keras pengunjuk rasa. Polisi melepas tembakan, menangkan dua pemuda yang berada di garis depan.
"Polisi menahan administrator lingkungan untuk merundingkan pembebasan," kata seorang petugas penyelamat. "Seorang pengunjuk rasa bernama Ko Naing Win dipukul di dada dan meninggal saat tiba di rumah sakit."
Polisi dan tentara juga menembaki pengunjuk rasa. Dua tewas di tempat kejadian. Seorang gadis berusia 12 tahun ditembak saat menutup jendela rumahnya. Ia terluka serius.
Usai menembak, tentara mendatangi rumah itu dan memukul lengan bocah perempuan yang terkapar karena luka. Tentara seolah tidak peduli yang mereka hadapi adalah bocah perempuan tak berdaya.
Senin malam, polisi menyerbu permukiman penduduk. Menembaki rumah-rumah. Kali ini penduduk melawan dengan senjata rakitan.
Perlawanan terhenti setelah penduduk kehabisan amunisi. Tentara menyerbu dan menembak Ko Ja Pan dan Ko Mya Win, keduanya berusia 20-an. Keduanya adalah penduduk Kotapraja Pinlebu.
Perlawanan dengan senjata rakitan juga dilakukan penduduk desa dan kota-kota lainnya; Yinmabin, Kale, dan Tamu -- semuanya masuk Wilayah Sagaing.
Situasi di Sagaing bukan lagi pengunjuk rasa versus aparat keamanan, tapi perang rakyat semesta dengan senjata tak seimbang.
&nbsp;

Militer Myanmar tahan Satu Keluarga Politisi Lokal dan Tembak Tiga Pengunjuk Rasa

Komentar

Berita Terkait

Berita Rekomendasi