JAKARTA, REQnews - Merasa diperlakukan tidak adil, tersangka kasus dugaan korupsi PT Asuransi Jiwasraya Benny Tjokrosaputro melaporkan Majelis Hakim ke Dewan Pengawas Mahkamah Agung (MA) dan Komisi Yudisial (KY).
"Majelis Hakim tidak profesional, tidak didukung keahlian atas dasar pengetahuan. Tidak memiliki keterampilan dan wawasan yang luas dalam menjatuhkan hukuman seumur hidup kepada Benny Tjokrosaputro dengan tindak pidana korupsi," ujar Kuasa Hukum Benny Tjokro, Fajar Gora melalui keterangan tertulisnya di Jakarta, Selasa 20 April 2021.
Menurutnya, yang membuat majelis hakim tidak profesional adalah saat membuat "pertimbangan" putusan yang buruk dan tidak dapat dipertanggungjawabkan. Padahal, untuk menilai kualitas dan profesionalitas hakim yaitu dengan melihat pertimbangan hukum dari suatu putusan yang dibuatnya.&nbsp;
Ironisnya, ketika majelis hakim membuat pertimbangan penjara seumur hidup bagi Benny Tjokrosaputro, hanya dengan menggunakan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 7 tahun 2012 yang sebetulnya masih ditunda berlakunya. Bahkan sengaja dipenggal ketentuannya hanya sekadar untuk menghukum kliennya.&nbsp;
Gora mengibaratkan Benny Tjokrosaputro telah dihukum penjara seumur hidup hanya dengan Surat Edaran di lingkungan Mahkamah Agung. Yang sebenarnya surat itu hanyalah petunjuk teknis sebagai pedoman pelaksanaan tugas bagi pengadilan dan bukan termasuk jenis peraturan perundang-undangan.
Menurutnya, majelis hakim membuat kekeliruan ketika memberikan pertimbangan hukum terkait unsur merugikan keuangan negara, karena masih menggunakan delik formil. Padahal setelah adanya putusan MK Nomor 25/ PUU-XIV/2016 dalam menghitung kerugian negara tidak lagi menggunakan delik formil tetapi menggunakan delik materiil.
"Artinya kerugian keuangan negara harus dibuktikan secara nyata dan tidak lagi bersifat potensi," kata Gora.
Dalam kasus tersebut, lanjutnya, pertimbangan putusan Majelis Hakim secara jelas menyatakan tidak terbukti adanya kerugian negara secara nyata. Tetapi menghukumnya seumur hidup hanya dengan kerugian negara yang masih bersifat potensi atau belum nyata.
Dari perkara tersebut, majelis hakim yang dilaporkan yaitu Rosmina sebagai ketua majelis, serta Ignatius Eko Purwanto, Susanti Arsi Wibawani, H. Sigit Herman Binaji dan Sukartono sebagai anggota majelis.
Mereka dinilai tidak profesional karena dalam putusannya tidak mampu memisahkan harta benda yang dirampas negara merupakan milik pribadi atau milik perusahaan kliennya. Karena, yang diputus bersalah adalah Benny Tjokrosaputro sebagai pribadi.
Namun, dalam putusan harta benda yang tercatat dan terdaftar atas nama perusahaan Benny Tjokrosuanto maupun perusahaan milik pihak ketiga juga dirampas untuk Negara.
Gora mengatakan seharusnya dalam mengadili dan menghukum Benny Tjokrosaputro, Majelis Hakim harus dibekali, mengerti dan memahami pengetahuannya tentang pasar modal. Jadi apabila syarat pengetahuan pasar modal tidak dimiliki, maka Majelis Hakim melakukan kekeliruan dalam menjatuhkan putusan.
Kekeliruan lainnya yaitu majelis hakim dinilai salah dalam menilai alat bukti terkait unsur niat jahat. Karena dalam fakta persidangan terungkap tidak ada hubungan kedekatan dan pertemuan yang intens atau sering terjadi antara Benny Tjokrosaputro dengan Heru Hidayat, Joko Hartono Tirto, Hendrisman Rahim, Hary Prasetyo, Syahmirwan dan pihak-pihak lainnya.
"Dengan demikian hukuman pidana penjara seumur hidup terhadap Benny Tjokrosaputro sangat terlihat hanya semata-mata bertujuan untuk menghukumnya dengan mengakomodir ekspektasi publik," kata dia.&nbsp;

Berani Banget! Benny Tjokrosaputro Laporkan Majelis Hakim ke Dewan Pengawas

Komentar

Berita Terkait

Berita Rekomendasi