JAKARTA, REQnews - Akademisi Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Ubedilah Badrun, menilai langkah Rektorat Universitas Indonesia (UI) yang memanggil Badan Eksekutif Indonesia atau BEM UI karena mengkritik Presiden Joko Widodo atau Jokowi melalui postingan di Instagram merupakan bentuk upaya intervensi.
"Khususnya, Intervensi terhadap kebebasan berpikir dan berekspresi mahasiswa," katanya, Minggu, 27 Juni 2021. Menurut Ubedilah, pemanggilan itu bisa saja terjadi karena dua sebab. Yakni adanya teguran dari Istana kepada Rektor UI Ari Kuncoro atau inisiatif Rektorat UI karena khawatir ditegur Istana. "Pola semacam itu mirip-mirip dengan saat beberapa bulan sebelum kejatuhan rezim Soeharto," ujarnya.
Sebagai akademisi, Ubedilah mengaku yakin unggahan BEM UI yang menyebut Jokowi sebagai The King of Lip Service bukan kesimpulan sembarangan. Ia menilai kesimpulan itu menggunakan pendekatan keilmuan dan berbasis data yang akurat. Kritik yang disampaikan BEM UI terhadap Jokowi, dinilainya sudah tepat. Dalam kritik yang diunggah di Instagram itu, BEM menyebut Jokowi The King of Lip Service.
"BEM UI benar, sebab terlalu banyak data untuk membuktikan bahwa Jokowi terlalu banyak kata-katanya sekadar pemanis bibir. Banyak janji yang tidak terpenuhi," paparnya. Dia mencontohkan, yang tak terpenuhi, misalnya, janji Presiden untuk memperkuat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) serta ekonomi yang meroket.
Sementara itu dalam keterangannya, Kepala Biro Humas dan Keterbukaan Informasi Publik UI, Amelita Lusia, mengatakan unggahan meme itu menyalahi aturan. Menurutnya, kebebasan menyampaikan pendapat dan aspirasi memang dilindungi undang-undang, tetapi harus menaati koridor hukum yang berlaku.
Sementara itu, Ketua BEM UI Leon Alvinda Putra mengatakan tak akan menghapus unggahan Jokowi The King of Lip Service. Ditegaskannya, unggahan itu adalah bentuk kritik yang berlandaskan argumen dan data.

Rektorat Panggil BEM UI, Khawatir Ditegur Istana?

Komentar

Berita Terkait

Berita Rekomendasi