JAKARTA, REQnews – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memuji Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo. Apa yang dipuji? Sebab sang menteri membuat kebijakan untuk menunda pelantikan pejabat yang belum melaporkan harta kekayaannya ke KPK. Kebijakan itu diharap diikuti oleh kementerian dan lembaga lainnya. "Kami harap ini jadi standar untuk kementerian-kementerian yang lain. Jadi kalau ada pegawai-pegawai atau pejabat di internal yang belum melaporkan tentu wajib melaporkan," ungkap juru bicara KPK, Febri Diansyah kepada pers pada Jumat (8/2/2019). Febri menginfokan bahwa KPK sedang membuka proses pelaporan LHKPN hingga 31 Maret 2019 dan karena itu atas nama KPK, mantan peneliti ICW itu mengimbau para wajib lapor agar bersegera menyerahkan LHKPN ke KPK. Hari Kamis (7/2/2019) lalu, Mendagri Tjahjo menunda pelantikan sejumlah pejabat di lingkungan Kemendagri dan Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) lantaran belum menyerahkan LHKPN ke KPK. Tokoh PDIP itu membuat kebijakan semacam itu sebagai bagian dari komitmennya untuk penegakkan hukum selain untuk mendisiplinkan anak buahnya. Ia bahkan menegaskan bahwa komitmennya akan dituangkan dalam peraturan Mendagri (permendagri). Kewajiban menyerahkan laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) diatur dalam UU 28/1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Pada pasal 5, disebutkan, setiap Penyelenggara Negara berkewajiban untuk : (ayat 2) Bersedia diperiksa kekayaannya sebelum, selama dan setelah menjabat. (ayat 3) Melaporkan dan mengumumkan kekayaannya sebelum dan setelah menjabat. Selanjutnya dalam bagian pertimbangannya, undang-undang ini, antara lain menjelaskan ; bahwa Penyelenggara Negara mempunyai peranan yang sangat menentukan dalam penyelenggaraan negara untuk mencapai cita-cita perjuangan bangsa mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945. Untuk mewujudkan penyelenggara negara yang mampu menjalankan fungsi dan tugasnya secara sungguh-sungguh dan penuh tanggung jawab, perlu diletakkan asas-asas penyelenggaraan negara. Praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme tidak hanya dilakukan antarpenyelenggara negara melainkan juga antara Penyelenggara Negara dengan pihak lain yang dapat merusak sendi-sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara serta membahayakan eksistensi negara, sehingga diperlukan landasan hukum untuk pencegahannya.(*/Bos)

Mengapa KPK Memuji Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo?

Komentar

Berita Terkait

Berita Rekomendasi