Yangon, REQNews.com -- Ribuan siswa di Myanmar dikabarkan meninggalan sekolah untuk bergabung dengan pemberontak. Junta militer menyasar mereka untuk ditangkap dan dibunuh, atau dipenjara.
Radio Free Asia (RFA) melaporkan sejumlah siswa yang putus asa berada di bawah kekuasaan militer bergabung dengan gerakan perlawanan. Sebagian dari mereka tertangkap dan terbunuh dalam bentrok senjata dengan militer, yang memicu keprihatinan nasional Myanmar.
Beberapa orang tua yang kehilangan anak-anak itu mengatakan; "Mereka adalah generasi yang dipaksa mengorbankan impian dengan harapan merebut kembali negara mereka dari tangan militer penindas."
Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (AAPP) yang berbasis di Bangkok mencatat tujuh bulan sejak mengambil alih kekuasaan, miltier membunuh 1.058 warga sipil, dan menangkap 6.343 lainnya. Kebanyakan ditangkap saat unjuk rasa anti-junta.
Junta militer masih dengan narasi lama bahwa mereka harus menggulingkan pemerintahan NLD pimpinan Aung San Suu Kyi, karena partai itu merekayasa kemenangan telak dalam pemilihan umum November 2020. Namun, junta tak bisa menunjukan bukti kecurangan itu.
Zaw Myo Mai Laban, siswa sekolah di Myitkyina, memilih lari dari rumah dan bergabung dengan pemberontak, Juni 2021 lalu. Keputusan itu diambil setelah 50 tentara dan polisi mencoba menangkapnya usai aksi protes besar anti-junta di negara bagian Kachin.
"Kami tahu anak muda seperti kami secara fisik belum fit untuk bertarung," kata Mai Laban yang anggota Jaringan Persatuan Siswa Pendidikan Dasar (BESUN).
BESUN beranggotakan ratusan siswa dari 50 kotapraja, mungkin lebih, di negara bagian Myanmar.
Menurut Mai Laban, mereka melakukan semua itu dengan tujuan tunggal, yaitu memerangi ketidak-adilan dan penindasan. "Kami saling mendorong ketika menemukan diri kami lemah," katanya. "Kami berusaha lebih keras untuk menjadi kompeten untuk revolusi."
Semula, lanjut May Laban, kelompok-kelompok etnis bersenjata di perbatasan Thailand-Myanmar menolak menerima mereka dengan alasan di bawah umur. Sesuai ketentuan hukum internasional, militer dilarang menggunakan anak di bawah umur dalam pertempuran.
"Akhirnya mereka menyerah. Kami memperlihatkan tekad kuat kami," katanya. "Akhirnya kami mendapatkan pelatihan militer."
 Protes Setiap Hari
Seorang anggota BESUN di Mandalay, yang bersedia berbicara dengan syarat anonim, mengatakan bersama sejumlah kawan berpartisipasi dalam aksi protes setiap hari.
"Kami lebih takut tidak memiliki masa depan daripada dengan militer," katanya. "Ini saya lakukan untuk masa depan negara ini."
Pendidikan di Myanmar, menurutnya, morat-marit. Masyarakat barus aja melihat perbaikan, tapi tentara tiba-tiba mengkudeta pemerintahan yang sah.
"Semua harapan kami pupus. Kekejaman tentara membuat kami semakin ingin melawan," katanya.
Ketika melihat rekan-rekan terbunuh, orang lain mungkin sekedar mengucap belasungkawa. Tapi tidak demikian dengan BESUN, yang lebih suka berjuang untuk mereka yang tewas.
Banyak orang tua khawatir anak-anak mereka terbunuh, dipenjara, atau cacat seumur hidup ditembak tentara. Sejumlah orang tua mengijinkan anak mereka melakukan aksi protes, dan lainnya tidak.
Tidak sedikit orang tua menemani anak-anak mereka yang menggelar aksi protes. Mereka berharap jika tentara berlaku kejam, mereka bisa memohon.
Di Kotapraja Okkalapa Selatan, Yangon, orang tua menemani anak-anak mereka berdemo. Satu orang tua mengatakan melarang anaknya bergabung dengan pemberontak bersenjata.
"Saya ikut aksi unjuk rasa, menemani dua anak saya; usia 15 dan 17," kata seorang ibu yang tergabung dalam aksi protes. "Jika anak saya tertangkap dan dipenjara, saya bisa menengok mereka."
Ia juga mengatakan sebagai orang tua, ia ingin anak-anak tidak terlibat dalam revolusi karena belum cukup umur.
Seorang anggota BESUN di kota Launglon, divisi Tanintharyi, mengatakan secara teratur ikut dalam aksi demo bersama orang tua mereka. "Jika mahasiswa tidak terlibat dalam politik, maka politik akan melawan mereka," katanya.
Setiap malam anggota BESUN mengajak orang tua mereka berbicara tentang pentingnya melawan militer. "Saya katakan kepada ayah dan ibu betapa siswa yang ditahan telah disiksa tentara," kata siswa tak menyebut nama itu.
"Semua itu harus dilawan. Jika siswa yang disiksa tak bisa lagi melawan, kita yang akan melawan," katanya.

Pelajar Myanmar Tinggalkan Sekolah, Gelar Aksi Demo dan Angkat Senjata

Komentar

Berita Terkait

Berita Rekomendasi