JAKARTA, REQnews - Belakangan ini publik dihebohkan dengan pernyataan kontroversial anggota Komisi III DPR RI Arteria Dahlan dan mantan kader PKS Edy Mulyadi, yang menyinggung daerah hingga bahasa suku tertentu.
Pernyataan tersebut menjadi viral di media soaial karena banyak pihak yang mengecamnya dan dipandang sebagai salah satu tindakan ujaran kebencian atau rasisme. Menanggapi hal itu, Pakar Hukum Universitas Trisakti Abdul Fickar pun angkat bicara.
Menurutnya, jika benar Edy Mulyadi dan Arteria Dahlan melakukan tindakan yang dapat disebut sebagai rasisme atau ujaran kebencian, maka ini merupakan indikator bahwa belum merata tertanamnya nilai-nilai nasionalisme secara baik, sekalipun dalam strata sosial masyarakat di atas.
"Inilah bukti bahwa rasa kebangsaan atau nasionalisme yang ketat harus terus dikumandangkan mengimbangi nilai-nilai lain yang universal sebagai alat koreksi dan perbaikan ke depan," kata Fickar kepada REQnews.com pada Selasa 25 Januari 2022.
Fickar mengatakan proses hukum merupakan jalan terakhir dalam menyelesaikan masalah, namun menurutnya dalam kasus tersebut harus dilihat bagaimana track record keduanya.
"Lihat track record keduanya, jika ini merupakan bukan tindakan yang pertama kali, maka patut dipertimbangkan untuk diselesaikan melalui jalur hukum," ujarnya.
Sebelumnya Arteria Dahlan meminta pencopotan salah satu Kepala Kejaksaan Tinggi karena menggunakan bahasa Sunda dalam kerja bersama Jaksa Agung di Senayan, Jakarta.
"Ada kritik sedikit Pak JA, ada Kajati pak, dalam rapat, dalam raker itu ngomong pakai bahasa Sunda," kata Arteria di Jakarta pada Senin 17 Januari 2022.
Namun, kader PDIP itu tidak menyebut secara jelas siapa Kajati yang menggunakan bahasa Sunda saat mengikuti rapat tersebut.&nbsp;"Ganti pak itu. Kita ini Indonesia pak," kata Arteria.
Menurutnya&nbsp;bila rapat menggunakan bahasa Sunda, akan menimbulkan kekhawatiran banyak pihak, karena tidak semua orang memahami apa yang diperbincangkan.
"Nanti orang takut, kalau pakai bahasa Sunda ini orang takut, ngomong apa, sebagainya. Kami mohon yang seperti ini dilakukan tindakan tegas," ujarnya.
Pernyataan itu pun sontak menyinggung masyarakat Sunda, hingga Arteria kemudian dilaporkan ke Polda Jawa Barat, oleh Majelis Adat Sunda.
Sementara Edy Mulyadi menjadi viral terkait dengan pernyataannya&nbsp;yang menyebut Kalimantan, lokasi ibu kota negara yang baru, sebagai tempat pembuangan jin dan anaknya.
Dalam video yang beredar, Edy mengatakan tak sepakat dengan adanya rencana&nbsp;perpindahan Ibu Kota Negara (IKN) ke Kalimantan Timur. Karena baginya, wilayah tersebut adalah tempat yang tidak pantas.
"Bisa memahami enggak, ini ada sebuah tempat elite punya sendiri yang harganya mahal. Punya gedung sendiri lalu dijual pindah ke tempat jin buang anak," kata Edy, seperti dikutip Minggu 23 Januari 2022.
Edy bahkan melontarkan hinaan tak pantas, dengan mengatakan pasar di Kalimantan hanya berisi kuntilanak dan genderuwo. "Pasarnya siapa? Kalau pasarnya kuntilanak, genderuwo ngapain ngebangun disana," ujarnya.

Kasus Edy-Arteria Bukti Penanaman Nilai Nasionalisme Kalangan Atas Belum Merata? Ini Kata Pakar

Komentar

Berita Terkait

Berita Rekomendasi