JAKARTA, REQnews – Manajemen PT Freeport Indonesia (PTFI) menegaskan bahwa 8300 pekerja mogok yang sedang mencari keadilan di Jakarta dan di tempat lainnya, dikualifikasikan telah mengundurkan diri. Manajemen PTFI juga menyarankan kepada para pekerja untuk menyelesaikan kasus secara hukum. Pernyataan di atas disampaikan juru bicara PTFI Riza Pratama kepada REQnews melalui pernyataan&nbsp; pers tertulis yang diterima Kamis (14/2/2019) malam. Pada mulanya REQnews menghubungi salah seorang direktur PTFI, Achmad Didi Ardianto melalui WhatApp. Kepada Didi, REQnews meminta waktu untuk wawancara eksklusif, namun Didi menolak lalu meminta untuk menghubungi VP Corporate Communication PTFI, Riza Pratama. REQnews kemudian menghubungi Riza Pratama dan kembali memohon wawancara khusus namun Riza hanya mengirimkan pernyataan pers tertulis melalui WhatsApp sebagaimana berikut ini. Riza menegaskan bahwa para pekerja yang masih menyatakan dirinya sebagai korban PHK sepihak PTFI sudah mengundurkan diri dan berstatus sebagai mantan pekerja PTFI. Namun para pekerja mogok tetap bersikukuh menyatakan bahwa mereka belum dikualifikasi mengundurkan diri karena melakukan mogok yang sah. Penyebutan jumlah korban juga berbeda antara manajemen PTFI dan para pekerja yang di-PHK sepihak. Jika selama ini pihak pakerja menyebut jumlahnya 8300 orang, maka pihak PTFI menyebutnya hanya 3500 pekerja. Ekspor dan smelter Kejadian bermula ketika PTFI tidak dapat memasarkan konsentrat produksi tambangnya akibat larangan ekspor dan tidak beroperasinya Smelter dalam negeri PTFI pada Januari 2017. Akibat situasi ini, PTFI mengambil langkah-langkah efisiensi untuk mengurangi belanja modal dan biaya operasi perusahaan. Berkenaan dengan langkah efisiensi terkait ketenagakerjaan, PTFI antara lain melakukan pengakhiran penggunaan beberapa tenaga asing, tidak melanjutkan penggunaan beberapa kontraktor dan membebastugaskan beberapa pekerja langsung PTFI yang diikuti dengan penawaran program pensiun dini. Pada bagian lain sejak 12 April 2017, tengah berlangsung proses sidang Ketua PUK SPSI saat itu.&nbsp; Secara gradual pekerja PTFI dan kontraktor bersama-sama, tidak masuk kerja dengan alasan menghadiri persidangan tersebut. Karena para pekerja tersebut tidak masuk kerja atau mangkir melebihi 5 hari berturut-turut, maka sesuai aturan ketenagakerjaan dan Perjanjian Kerja Bersama (PKB), PTFI melakukan imbauan masuk kerja hingga panggilan resmi. PTFI telah secara patut memanggil para pekerja untuk kembali bekerja. PTFI bahkan menggunakan berbagai media masa untuk mengimbau mereka kembali bekerja. Namun panggilan dan imbauan perusahaan tersebut tidak diindahkan oleh sebagian besar mereka dan hanya kurang dari 300 pekerja yang hadir kembali bekerja. “Perusahaan telah melakukan berbagai upaya dalam mengimbau para pekerja tersebut untuk kembali bekerja, termasuk melalui surat kabar dan radio, iklan, poster, surat melalui pemimpin komunitas dan surat langsung kepada para pekerja agar mereka kembali bekerja. Namun hanya sebagian kecil yang memenuhi panggilan bekerja kembali,” beber Riza Pratama. <img style="width: 800px;" src="https://photo.reqnews.com/images/49f8bfe0a985582e13e26ca12bbe5f2c.jpg"> Pada 20 April 2017 - serikat pekerja mengumumkan mogok kerja. “Kami memahami langkah ini dilakukan guna menjustifikasi langkah mangkir berkepanjangan tersebut. Namun mengingat situasi perusahaan dan para perkerja tersebut terus-menerus melakukan pelanggaran berat serupa, PTFI mengakhiri hubungan kerja dengan mereka karena dikualifikasi mengundurkan diri,” kata Riza. Riza juga menyebutkan bahwa UU Nomor 13 tahun 2003 tentang Tenaga Keja mengatur bahwa perusahaan dapat melakukan pemutusan hubungan kerja karena dikualifikasikan mengundurkan diri terhadap pekerja yang mangkir (5) hari kerja atau lebih berturut-turut yang tidak memenuhi panggilan kerja yang disampaikan perusahaan. Riza Pratama jua mengutip pendapat Pakar Hukum Perburuhan, Fakultas Hukum, Universitas Indonesia (UI), Melania Kiswandari, yang menyatakan bahwa surat pemberitahuan mogok kerja tersebut tidak mengacu pada UU Tenaga kerja yang mengatur prasyarat mekanisme mogok kerja dan baru disampaikan setelah mangkir terjadi terlebih dahulu. “Mogok kerja yang dilakukan karyawan PTFI pada 1 sampai 30 Mei 2017 dapat dikategorikan sebagai mogok kerja yang tidak sah. Akibat hukum dari mogok kerja yang tidak sah adalah dikualifikasikan sebagai mangkir, yang jika sudah dipanggil sesuai ketentuan tidak juga kembali bekerja, maka dapat diproses dengan kualifikasi pengunduran diri,” demikian Melania berpendapat sebagaimana dikutip dari pernyataan pers tertulis PTFI. Manajemen PTFI mengaku telah melakukan berbagai upaya untuk menyelesaikan perselisihan yang terjadi. Selanjutnya atas masukkan dari pemerintah dan melalui kesepakatan dengan pimpinan Pusat Serikat Pekerja, pada 21 Desember 2017 perusahaan sepakat untuk memberikan bantuan kemanusiaan kepada para eks pekerja. Bantuan kemanusiaan yang ditawarkan ini pun tidak ditanggapi secara signifikan oleh para mantan pekerja tersebut. Produktivitas membaik Riza Pratama juga menyebutkan hal menarik yang terjadi setelah sekitar 3500 eks pekerja tersebut tidak lagi bekerja. Angka produksi PTFI berbanding dengan jumlah pekerja yang ada dan justru memperlihatkan tingkat produktivitas yang membaik. Demikian pula hubungan industrial antarpara pekerja menjadi lebih harmonis. “Kami melihat bahwa terjadi perubahan yang signifikan. Dengan jumlah pekerja yang lebih sedikit ternyata kita mampu memproduksi lebih banyak. Peningkatan produktivitas seperti itu tentunya sangat mendorong kami. Harapannya kita bisa berkontribusi lebih besar lagi bagi bangsa dan negara,“ kata Riza sembari menambahkan penyelesaian melalui jalur hukum adalah alternatif akhir untuk menyelesaikan kasus terkait.(*/Bos)

Dikualifikasi Mengundurkan Diri dan Silakan Tempuh Jalur Hukum

Komentar

Berita Terkait

Berita Rekomendasi