JAKARTA, REQnews -&nbsp;Klaim Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan (LBP) bahwa rakyat meminta penundaan Pemilu 2024 berdasarkan big data yang dipunyai pemerintah, berbuntut panjang.
Anggota DPD RI Abdul Rachman Thaha berkata, bisa saja Luhut tersandung pidana pasal penyebaran informasi bohong atau hoaks, karena klaim tersebut.
Ia menjelaskan, sejauh ini klaim Luhut bahwa berdasarkan big data ada 60 persen dari 110 juta pengguna medsos di Indonesia setuju penundaan pemilu, tidak disertai dengan bukti yang kuat.
Luhut juga tidak menanggapi klaim sebaliknya yang disampaikan publik, terkait wacana penundaan Pemilu 2024.
&ldquo;Itu kan Pak LBP terus diam dan menghilang, tidak lagi bicara soal big data itu. Padahal banyak pihak menyatakan klaim itu tidak benar atau bohong. Kalau bohong terus disebar kan namanya penyebar hoaks. Kan ada ancaman hukuman bagi penyebar hoaks,&rdquo; kata Senator asal Sulawesi Tengah tersebut, Selasa 15 Maret 2022.
Menurut Thaha, Luhut telah diduga menyebarkan informasi yang tak bisa dipertanggungjawabkan, sehingga dapat dijerat dengan UU ITE maupun KUHP, seperti para aktivis atau banyak pihak yang sudah masuk menjarat dengan jeratan pasal-pasal tersebut.
&ldquo;Ini seperti rilis hasil survei-lah, yang salah satu tujuannya untuk membentuk opini di publik, atau untuk agenda setting publik. Supaya masyarakat terpersepsi bahwa si A atau si B calon potensial. Kan kita tahu itu, yang dilakukan LBP ini sama,&rdquo; ujarnya
&ldquo;Tetapi rupanya pola ini gagal memprovokasi masyarakat untuk percaya dan gagal memprovokasi tokoh-tokoh untuk mendukung. Yang terjadi malah sebaliknya, LBP malah dikeroyok oleh data yang menyatakan sebaliknya,&rdquo; kata Thaha menambahkan.
&nbsp;

Luhut Terancam Pasal Sebar Hoaks, Senator: Ada Hukumannya!

Komentar

Berita Terkait

Berita Rekomendasi