JAKARTA, REQnews - Korps Mahasiswa Hubungan Internasional (KOMAHI) FISIP UNRI mengaku kecewa dengan vonis bebas yang dibacakan Ketua Majelis Hakim PN Pekanbaru, Estiono pada Selasa, 30 Maret 2022.
"Hari ini, kami mendengar langsung ketidakadilan dari ruang pengadilan itu sendiri. Hari ini kita tahu bahwa pengadilan bukanlah tempat bagi penyintas kekerasan seksual untuk mencari keadilan," ungkap Khelvin Hardiansyah, Mayor KOMAHI, salah satu dari penggagas petisi <a href="http://www.change.org/KamiTidakGentar">www.change.org/KamiTidakGentar</a>.&nbsp;
Padahal pada Senin, 28 Maret 2022, KOMAHI FISIP UNRI sudah menyerahkan petisi kepada Ketua Pengadilan Pekanbaru melalui Pusat Pelayanan Pengadilan Negeri Pekanbaru pada. Penyerahan petisi ini dilakukan sehari sebelum sidang putusan yang akhirnya ditunda menjadi hari ini.
"Petisi telah diserahkan kepada Ketua Pengadilan Pekanbaru, dan harapannya dapat disampaikan kepada Majelis Hakim yang menangani kasus ini. Sedikit lagi, perjuangan untuk mendapatkan keadilan penyintas akan sampai pada ujungnya," kata Khelvin Hardiansyah, Mayor KOMAHI, salah satu dari penggagas petisi.
Dalam petisi yang diinisiasi oleh KOMAHI dan sudah didukung lebih dari 41 ribu orang ini, penyintas kekerasan seksual di UNRI dan KOMAHI berharap agar Hakim dapat menghukum terdakwa pelecehan seksual di UNRI secara maksimal. Sehingga penyintas mendapatkan keadilan sebagaimana mestinya, dan memberikan efek jera bagi pelaku-pelaku kekerasan seksual.
"Memang, sulit untuk membuktikan kasus Kekerasan Seksual dengan payung hukum kita sekarang ini. Tapi dari awal perjuangan ini, besar harapan kami agar para penegak hukum dapat berlaku seadil-adilnya dan membantu penyintas untuk mendapatkan keadilan," kata Khelvin ketika dihubungi setelah penyerahan petisi.
Dalam petisi, KOMAHI menjelaskan kalau kasus ini sudah berjalan 5 bulan dan Selasa, 29 Maret 2022 akan memasuki tahap putusan. Jaksa Penuntut Umum juga telah menuntut pidana penjara sebanyak 3 Tahun, dan restitusi atas kerugian penyintas sebesar Rp. 10.772.000. Menurut KOMAHI, tuntutan itu dapat dikatakan rendah karena hanya sepertiga dari pasal yang dituntutkan (Pasal 289 KUHP). Meskipun begitu, Khelvin menyatakan KOMAHI tetap menghormati keputusan Jaksa Penuntut Umum dalam memberikan tuntutan melalui petisinya.
Khelvin melanjutkan, tujuan dari petisi yang mereka buat adalah menggalang dukungan dari masyarakat Indonesia, untuk sama-sama menolak kekerasan seksual dan meminta hakim agar menuntut terdakwa secara maksimal, sesuai atau lebih dari tuntutan JPU.
Namun, hasil putusan sidang hari ini membuat KOMAHI dan penyintas merasa kecewa. Mereka pun mendesak Jaksa Penuntut Umum agar segera melakukan upaya hukum banding atau kasasi, agar keadilan bisa dijunjung tinggi.
"Kasus Kekerasan Seksual merupakan kejahatan luar biasa, yang memberikan dampak traumatik kepada korban dalam jangka waktu yang panjang. Dalam lingkungan kampus sendiri, marak terjadinya kasus Kekerasan Seksual namun sangat sedikit korban yang berani untuk melapor dan mengungkapkannya," tutup Khelvin.
&nbsp;

Dekan FISIP UNRI Divonis Bebas, KOMAHI: Hakim Sudah Kecewakan Penyintas dan 41 Ribu Pendukung Petisi

Komentar

Berita Terkait

Berita Rekomendasi