JAKARTA, TEQnews - Akibat belum adanya Hukum Perdata Internasional Indonesia, hingga saat ini, dalam memutuskan perkara-perkara perdata lintas negara, pengadilan di Indonesia masih berpegang pada beberapa pasal yang merupakan produk hukum zaman Hindia Belanda. Padahal hukum zaman Hindia Belanda ini sudah tidak sesuai dengan perkembangan zaman dan kompleksnya perkara perdata lintas negara. Direktur Jenderal Hukum dan Perjanjian Internasional, Kementerian Luar Negeri, Dr. iur Damos Dumoli Agusman, menyampaikan bahwa Kemenlu dengan salah satu tugas yaitu menangani penyampaian permintaan bantuan teknis hukum dalam masalah perdata (rogatori), mendapati bahwa jumlah kasus perdata lintas negara terus meningkat, baik perkara perdata sipil maupun perdagangan.  “Namun di lain pihak, ketiadaan Hukum Perdata Internasional Indonesia menyebabkan kepastian hukum bagi masyarakat pencari keadilanpun masih lemah,” ujar Dirjen HPI, seperti dilansir kemelu.go.id, pada saat acara Sarasehan yang diberi judul “Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik Melalui Pengembangan Hukum Perdata Internasional Indonesia", Rabu (20/2/2019).  Dalam acara sarasehan ini dimaksudkan untuk menjadi wadah yang mendorong semua pihak untuk bersinergi dalam membangun Hukum Perdata Internasional Indonesia. Hadiri dalam acara ini dua orang guru besar Hukum Perdata Internasional, yaitu Prof. Dr. C.F.G. Sunaryati Hartono, S.H. dan Prof. Dr. Zulfa Djoko Basuki, S.H., M.H., serta diikuti oleh akademisi dari berbagai universitas di Indonesia, wakil-wakil instansi pemerintah, Mahkamah Agung dan pengadilan, para praktisi hukum serta mahasiswa.  Para pembicara dan peserta berdiskusi mengupas praktek penyelesaian perkara-perkara perdata lintas negara di Indonesia, mendiskusikan pembentukan Hukum Perdata Internasional Indonesia, dan menyusun suatu roadmap menuju terwujudnya Hukum Perdata Internasional Indonesia. (nls)

Ketiadaan Hukum Perdata Internasional Indonesia, Kepastian Hukum Lemah

Komentar

Berita Terkait

Berita Rekomendasi