JAKARTA, REQnews – Diskusi publik tentang “Teror &amp; Kriminalisasi terhadap Penegak Hukum” diselenggarakan pada Sabtu (23/2/2019) di D’Consulate, Jakarta Pusat. Diskusi ini diselenggarakan Yayasan Lokataru dan REQnews atas dasar keprihatinan terhadap teror dan kriminalisasi terhadap sejumlah penegak hukum baik kepolisian, kejaksaan, para hakim hingga pihak KPK. Pemerintah diminta untuk berusaha menjamin perlindungan dan pencegahan dari kejahatan teror dan kriminalisasi terhadap para penegak hukum. Pemerintah dan DPR juga diharapkan mampu mendorong otoritas terkait untuk menyelesaikan sejumlah kasus teror dan kriminalisasi terhadap kasus penyidik KPK Novel Baswedan, jaksa Chuck Suryosumpeno dan sejumlah penegak hukum lainnya yang mengalami teror dan kriminalisasi.Pernyataan di atas disampaikan Direktur Ekesekutif Yayasasn Lokataru, Haris Azhar dan Ketua Program Studi Pasca Sarjana Ilmu Hukum Universitas Al Azhar Indonesia, Achmad Suparji di hadapan sekitar 150 peserta yang terdiri dari wartawan, mahasiswa, aktivis hak asasi manusia dan lainnya. Selain Haris dan Suparji, hadir pula sebagai pembicara lainnya, penyidik KPK Novel Baswedan yang menjadi korban teror dan kriminalisasi. Turut berbicara Agus Dwi Prasetyo, seorang wartawn peliput di KPK dan penulis buku “Teror Mata Abdi Astina.” Diskusi dipandu presenter TV One Balques Manisang. Terhadap kasus teror dan kriminalisasi terhadap dirinya sendiri dan penegak hukum lainnya, Novel mengatakan, "Saya terus terang belakangan memang khawatir kejadian penyerangan terhadap orang-orang yang memberantas korupsi yang sampai sekarang tidak diungkap cenderung ditutupi ini membuat pelaku semakin berani dan ke depan membuat semakin membahayakan." Novel mengaku selalu mengajak rekan-rekan penegak hukum untuk terus berani menegakkan hukum. "Saya selalu ajak teman-teman tidak lelah meminta adanya penegakan hukum yang benar terhadap setiap serangan-serangan dan kita harus membawa ini ke ruang yang terang agar orang yang berjuang melawan korupsi semakin banyak dan bersemangat. Korupsi di Indonesia ini sudah sedemikian luar biasa terkait mafianya juga banyak dan tentunya mafia biasanya terkait uang yang besar sekali dan biasanya digunakan untuk pembiayaan-pembiayaan bahkan pembiayaan politik," ujar Novel. Haris Azhar menyatakan pesimistis dengan penyelesaian kasus Novel Baswedan. Kasus Novel ini menurutnya sangat mungkin tidak dapat diselesaikan selama Presiden Joko Widodo berkuasa. “Saya sih pesimistis kasus ini dapat diproses. Sampai sekarang kasus Novel ini masih menggantung padahal bukti-bukti sudah lebih dari cukup, tetapi kasus ini masih begitu saja. Sudah ada tim pencari fakta, tetapi mana? Sebenarnya kasus ini gampang sekali diproses dan dapat diketahui dengan jelas pelaku termasuk otak pelakunya. Pemerintah juga tidak bisa diam dan mendiamkan. Presiden harus terus mendorong penyelesaian kasus Novel ini sebab kalau tidak ini dapat menjadi preseden buruk bagi perlindungan, keselamatan dan keamanan para penyidik kasus korupsi dan lainnya,” tandas Haris Azhar. Haris juga menyebut kasus lainnya yang tidak kalah menarik sekaligus menjadi keprihatinan kita semua, yakni, kasus kriminalisasi terhadap Jaksa Chuck Suryosumpeno. Kasus ini, menurut Haris, belum banyak diketahui publik dan kini publik harus mengetahuinya. “Sekarang Chuck mendekam di tahanan. Chuck itu klien saya dan saya berani membela beliau karena setelah saya pelajari kasusnya, Chuck ini tidak bersalah. Kalau memang dia bersalah saya tidak mau membelanya. Chuck ini mantan Ketua Pusat Pemulihan Aset atau PPA Kejaksaan Agung yang semasa memimpin PPA sudah berhasil mengembalikan PNBP hingga Rp 2 triliun lebih. Ini hanya dalam tempo dua tahunan, tetapi begitu ganti jaksa agung, PNBP kejaksaan itu jauh dari harapan,” demikian Haris menjelaskan. Mengutip pengakuan Chuck, Haris mengatakan, Chuck pernah bertemu Prasetyo beberapa kali di akhir tahun 2014. Pada saat itu Prasetyo sempat meminta data sejumlah pemulihan aset. Sebagai anak buah, Chuck memberikan lalu menegaskan akan memulihkan sejumlah aset penting, antara lain, kasus Hendra Rahardja, kasus DL Sitorus, kasus Supersemar dan lainnya. Chuck juga waktu itu mengatakan di hadapan Prasetyo dapat memulihkan aset PNBP periode 2015-2016 hingga Rp 10 Triliun, tetapi ternyata tidak lama setelah itu, Chuck malah dimutasikan ke Maluku sebagai kepala kejaksaan tinggi. Mutasi yang dilakukan terhadap Chuck, lanjut Haris, sebenarnya telah melanggar Peraturan Jaksa Agung (Perja) itu sendiri sebab menurut Perja tersebut, disebutkan, Kepala PPA harus memimpin setidaknya selama dua tahun, demi kesinambungan dan penguatan PPA itu sendiri yang baru berdiri selain demi memperlancar target pemulihan aset. Kata Haris, “Prasetyo malah menabrak Perja itu sendiri. Ya, Chuck melawan SK Mutasi tersebut di PTUN dan karena itu Chuck menang di tahap PK. Setelah itu Chuck dikriminalisasi lagi, kasusnya dibuat-buat, dituduh yang enggak-enggak, yang tidak berdasar. Chuck ini salah satu jaksa yang berani melawan dan dia dikriminalisasi oleh pimpinannya sendiri karena berani melawan. Kalau jaksa yang lain tidak berani melawan, tetapi Chuck berani dan yang seperti ini saya suka.”<img style="width: 800px;" src="https://photo.reqnews.com/images/ef838919dca9dfa4999816d227342b3f.jpg"> Tidak ada bukti Sementara itu Ahmad Suparji menegaskan penetapan Chukc sebagai tersangka pada saat ini, sebenarnya, tidak memiliki bukti permulaan yang cukup karena penetapan tersangka di hari yang sama dengan dimulainya Penyidikan. Aroma kriminalisasi dapat dilihat dari cepatnya mengumpulkan alat-alat bukti yaitu kurang dari 24 jam. “Jika dituduh merugikan negara, maka penerapan unsur merugikan keuangan negara telah bergeser dengan menitikberatkan adanya akibat (delik materil). Unsur merugikan keuangan negara tidak lagi dipahami sebagai perkiraan (potential loss), tetapi harus dipahami benar-benar sudah terjadi atau nyata (actual loss) dalam tipikor,” ungkap Suparji. Menurut SEMA 4 Tahun 2016, lanjut Suparji, instansi yang berwenang menyatakan ada tidaknya kerugian keuangan negara adalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang memiliki kewenangan konstitusional, sedangkan instansi lainnya seperti Badan Pengawas Keuangan (BPKP) dan Pembangunan/Inspektorat/Satuan Kerja Perangkat Daerah tetap berwenang melakukan pemeriksaan dan audit pengelolaan keuangan negara. Namun, tidak berwenang menyatakan atau men-declare adanya kerugian keuangan negara. Berdasarkan Putusan PK nomor 63 PK/TUN/2018 yang diputus pada 17 Mei 2018, MA menyatakan keputusan Jaksa Agung Muhammad Prasetyo soal pencopotan Chuck harus dicabut. Selain itu, Prasetyo diwajibkan untuk merehabilitasi harkat dan martabat kedudukan penggugat (Chuck) berikut segala hak dan kewajiban sehubungan dengan kedudukan tersebut. Kata Suparji, “Penetapan tersangka (terhadap Chuck Suryosumpeno) sangat aneh karena perkara sudah 3 tahun berjalan tanpa perkembangan yang jelas, tetapi pasca keluarnya putusan PK Nomor 63 PK/TUN/2018 yang memerintahkan Jaksa Agung memulihkan nama baik Chuck, perkara tersebut dijadikan dasar menetapkan tersangka. Ada korelasi yang terang benderang putusan PK dengan penetapan tersangka.” Penahanan terhadap Chuk, menurut Suparji, tidak memenuhi syarat subyektif karena tidak ada keadaan yang menimbulkan kekhawatiran akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi tindak pidana, karena ketika dipanggil selalu hadir dan sudah dicopot sebagai PNS sehingga tidak mungkin korupsi.(*/Bos)

Senja Kala Kasus Novel Baswedan dan Kasus Chuck Suryosumpeno

Komentar

Berita Terkait

Berita Rekomendasi