JAKARTA, REQnews -  Upaya reformasi keuangan dunia pascakrisis global di awal tahun 2000-an tidak diikuti dengan respon cepat Indonesia.  Namun belakangan setelah ada desakkan sejumlah negara agar Indonesia melakukan reformasi keuangan nasional, maka lahirlah sejumlah kebijakan penting di bidang keuangan, di antaranya lahir PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan). Pusat Pemulihan Aset (PPA) di lembaga kejaksaan juga, menurut Haris, merupakan produk reformasi keuangan dunia dan nasional. Lebih spesifik lagi, PPA lahir dari kondisi buruk lembaga kejaksaan yang bertahun-tahun mengabaikan pengelolaan aset barang rampasan dan barang sita eksekusi. Sebenarnya momentum kehadiran PPA tepat dengan upaya pemerintah waktu itu untuk melakukan reformasi keuangan selain demi tegaknya hukum. "Ceritanya memang PPA yang sebelumnya adalah Satgassus Barang Rampasan dan Barang Sita Eksekusi, yang didirikan tahun 2011 pada masa Jaksa Agung Hendarman Supandji, dilanjutkan Jaksa Agung Basrief Arief, karena desakkan ICW. Lembaga antikorupsi ini selalu nyinyir pada lembaga kejaksaan terutama Jaksa Agung Hendarman Supandji yang waktu itu dituding tidak mampu membereskan PNBN (Penerimaan Nasional Bukan Pajak)," ungkap Direktur Eksekutif Lokataru, Haris Azhar, dalam diskusi dengan tema "Teror & Kriminalisasi terhadap Penegak Hukum" pada Sabtu (23/2/2019) di Jakarta. Haris kembali melanjutkan, Chuck yang waktu itu ditugaskan untuk mendirikan Satgassus Barang Rampasan dan Barang Sita Eksekusi, mampu menjalankan tugasnya dengan baik. Dari hasil penelusuran Chuck dan teman-teman di Satgassus periode 2010-2012, diperoleh data bahwa lembaga kejaksaan memiliki piutang PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak) lebih dari Rp 100 trilun. PNBP ini diperoleh dari berbagai putusan pidana dan perdata yang berkekuatan hukum tetap, yang asetnya harus dieksekusi oleh lembaga kejaksaan, baik kejaksaan negeri, kejaksaan tinggi maupun kejaksaan agung. Tunggakan piutang PNBP paling besar adalah Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta. sedangkan yang lainnya tersebar di berbagai daerah, di berbagai kejaksaan negeri, kejaksaan tinggi, dari Sabang sampai Merauke. Fatalnya lagi, dari hasil temuan Chuck dkk, menurut cerita Haris, begitu banyak barang rampasan dan barang sita eksekusi yang tidak terurus, terjadi penurunan nilai karena tidak dirawat, hilang atau pindah tangan, digelapkan oleh sejumlah piham termasuk oknum di lembaga kejaksaan itu sendiri. Kata Haris, "Ada banyak yang sulit diurai karena setelah diteliti dan ditelusuri, ternyata ada banyak yang tidak beres dengan administrasinya. Kondisi semacam ini tentu saja menyulitkan Pak Chuck dkk untuk menertibkan aset-aset tersebut." Namun meski demikian, Chuck dan kawan-kawan, masih mampu membereskan barang rampasan dan barang sita eksekusi yang ada, yang masih bisa diselematkan. Di tahun 2013, Satgassus mampu memulihkan aset sejumlah kasus penting hingga Rp 2,5 Triliun. Konsekwensi logis dari prestasi ini, citra dan reputasi lembaga kejaksaan menjadi bagus dan remunerasi untuk lembaga kejaksaan langsung diwujudkan dan dinaikkan. Situasi dan kondisi semacam itu membuat Jaksa Agung Basrief Arief, memperkuat keberadaan Satgassus yang bersifat sementara untuk menjadi permanen. PPA pun terwujud di awal tahun 2014. "Sebagai Ketua PPA, Pak Chuck sempat statement di publik, di awal tahun 2015, targetnya di tahun 2015, Rp 10 Triliun. Bersamaan dengan itu, Jaksa Agung Prasetyo meminta data dan sejumlah data pemulihan aset lainnya. Eh setelah itu Pak Chuck dipindahkan ke Maluku," demikian Haris menyatakan penyesalannya. Mantan Koordinator KontraS ini juga mengakut memiliki data penting terkait aset senilai Rp 10 Triliun tersebut. "Saya punya data kok, data sindikasi, dari data Rp 10 Triliun itu, yang diincar, yang ternyata memang betul-betul memang ingin dimainkan. Nanti kita akan buka ini dan teman-teman bisa ikuti perkembangannya, tentang aset-aset tersebut yang memang disalahgunakan. Itu berdasarkan rujukan putusan pengadilan dan bukan pengadilan Haris Azhar lho ya," pungkas Haris.(*)

Haris Azhar ingin Buka Data Kejahatan Aset, Data Apa itu?

Komentar

Berita Terkait

Berita Rekomendasi