JAKARTA, REQnews - Di satu sisi kita memang harus angkat jempol pada KPK yang gencar melakukan pemberantasan korupsi dan itu terlihat dari seringnya KPK melakukan OTT atau operasi tangkap tangan, akan tetapi gencarnya OTT semacam itu tidak membuat korupsi di negeri ini menjadi berkurang malah sebaliknya makin bertambah. Pendapat di atas disampaikan Direktur Litigasi Bantuan Hukum, Lokataru, Irwan Nurdin, dalam acara Diskusi Publik dan Bedah Buku “Teror Mata Abdi Astina” yang diselenggarakan REQnews pada Sabtu (9/3/2019) di TB Gramedia, Matraman, Jakarta Timur. Selain Irwan pembicara lainnya adalah Agus Dwi Prasetyo, penulis buku “Teror Mata Abdi Astina.” “Selama ini lembaga antirasuah seperti KPK juga terlalu berfokus pada pengawasan terhadap proses tender untuk pengadaaan barang dan jasa yang terjadi dalam lingkungan pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Hal lain yang menjadi penyebab adanya ketimpangan ini adalah hubungan psikologis dan emosional antara pejabat KPK dan masyarakat yang memiliki kekuatan dalam hal modal untuk membiayai faktor produksi itu sendiri. Dengan adanya hubungan ini, sebagai akibatnya, terjadi mandeknya pengungkapan kasus-kasus korupsi yang ada di komisi pemberantasan korupsi itu sendiri,” jelas Irwan. Untuk mengukur kinerja KPK, lanjut Irwan, memang mudah, yakni, dengan melihat hasil OTT atau operasi tangkap tangan yang dilakukan KPK. OTT semacam itu yang juga selalu ditayangkan media massa baik melalui media cetak, online, radio bahkan televisi maupun media sosial, justru tidak membuat orang jera melakukan korupsi. Atau sebaliknya makin hari, kasus korupsi justru makin menjamur. Karena itu menurut Irwan KPK dituntut untuk bekerja lebih keras lagi. Sementara itu, Agus Dwi Prasetyo menyoroti perlindungan hukum terhadap para penegak hukum yang melakukan tugas-tugas khusus seperti kasus korupsi. Ia menyebutkan sejumlah nama di antaranya Novel Baswedan dan lainnya termasuk pimpinan KPK itu sendiri yang pernah mengalami korban teror yang diduga dilakukan oleh oknum pelaku korupsi atau oknum-oknum yang lainnya yang terkait dengan kasus korupsi. Agus Dwi Prasetyo yang biasa disapa Tyo menegaskan bahwa para penyelidik, penyidik hingga penuntut umum di KPK yang telah berjuang keras melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntut umum dalam kasus korupsi, kini harus melakukan pekerjaan dengan penuh hati-hati karena pengalaman-pengalaman teror yang pernah dialami. Dikatakan, semakin mereka gencar melakukan pekerjaannya maka semakin gencar pula “pengawasan” yang dilakukan oknum-oknum pelaku korupsi apalagi jika pelakunya adalah orang penting yang memiliki pengaruh dan kekuasaan. Tyo juga menyebutkan sejumlah kriminalisasi yang dialami para penegak hukum itu sendiri baik itu dilakukan oleh oknum dari luar maupun yang dilakukan oleh pimpinannya. Ia menyebut nama Chuck Suryosumpeno yang kini terpaksa menjadi pesakitan karena dikriminalisasi oleh oknum yang berkuasa di atasnya. Chuck yang mantan Ketua Pusat Pemulihan Aset (PPA) Kejaksaan Agung, menurut Tyo, telah melakukan pekerjaan dengan baik dan benar bahkan ingin menegakkan hukum itu sendiri, akan tetapi karena beda kepentingan dengan penguasa bersangkutan, maka Chuck harus menjadi korban. Buku “Teror Mata Abdi Astina” yang ditulis Tyo, mengisahkan seorang penyidik KPK yang melakukan penyidikan terhadap kasus korupsi besar yang dilakukan oleh oknum penegak hukum. Penyidik KPK ini disirami air keras hingga membuat mata kirinya kini menjadi sulit untuk melihat. Buku ini ditulis atas dasar kejadian nyata yang kemudian ditulis dalam bentuk dan konsep novel. Semua nama dalam buku tersebut disamarkan.(*/Ris)

Menjadi Masalah Jika Oknum Birokrat Bekerja Sama dengan Pemilik Modal

Komentar

Berita Terkait

Berita Rekomendasi