JAKARTA, REQnews -&nbsp;Setelah Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menyatakan bahwa pilkada langsung lebih banyak mudharat dibanding sisi positifnya, pemerintah langsung membuka kemungkinan pemilihan ditentukan oleh DPRD.

Hal ini dinyatakan oleh Dirjen Otonomi Daerah Kemendagri Akmal Malik, yang menyatakan pemilu serentak selama ini ditafsirkan sebagai pelaksanaan yang dilakukan bersamaan, tapi tidak sistemnya. Sehingga, sistem pilkada langsung atau tidak dengan dipilih DPRD kemungkinan bisa diterapkan.

&quot;Tergantung daerahnya. Kayak Jakarta kan sudah maju tidak mungkin DPRD lagi. Tapi kalau Papua, mungkinkah kembali ke DPRD lagi? Mungkin saja. Atau di daerah-daerah kepulauan yang kalau dengan pilkada langsung cost-nya tinggi sekali,&quot; kata Akmal, Kamis 7 November 2019.

Ia berkata, Mendagri Tito menginginkan sistem pilkada yang asimetris, yang artinya kebijakan tidak diberlakukan sama antara satu daerah dengan lainnya. Alasannya, kualitas demokrasi antara daerah berbeda-beda.

Kebijakan asimetris ini diyakini menjadi salah satu solusi untuk mengurangi biaya politik pada saat pilkada. Sebab, Kemendagri telah melakukan evaluasi seorang calon kepala daerah setidaknya harus mengalokasikan dana sekitar Rp 20 miliar-Rp 30 miliar, bahkan ada yang lebih dari itu.

&quot;Itu kenapa Pak Menteri mengatakan mudharatnya itu kalau pilkada berbiaya tinggi banyak mudharatnya. Bukan kita mengatakan pilkada langsungnya yang salah. Tetapi ada sistem yang membutuhkan biaya tinggi,&quot; ujarnya.

Pemerintah Sebut Kepala Daerah Bakal Dipilih DPRD, Kembali ke Orde Baru?

Komentar

Berita Terkait

Berita Rekomendasi