JAKARTA, REQnews - Kejaksaan Agung tampaknya bakal berlindung dibalik Perpres Nomor 16 Tahun 2018 yang memperbolehkan penunjukan langsung pengadaan barang intelijen. Hal itu dilakukan untuk membantah penyalahgunaan anggaran yang diungkap anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, Masinton Pasaribu.

Masinton membeberkan temuan dugaan penyalahgunaan anggaran unit intelijen hampir Rp 1 triliun. Temuan bombastis itu disampaikan Masinton lewat akun twitternya yang dikutip pada Senin 11 November 2019.

Pakar Hukum Pidana Universitas Al Azhar, Suparji Ahmad berpendapat walaupun alat intelejen dimungkinkan pengadaannya dengan penunjukan langsung, tapi tetap harus melaksanakan pasal 6 Perpres tersebut.

&quot;Ya dapat, tapi ada syarat-syarat yang harus dipenuhi. Misalnya akuntabilitas besaran jumlah proyek,&quot; kata Suparji di Jakarta, Selasa 12 November 2019.

Dan bila seorang anggota DPR saja merasa &ldquo;kecolongan&rdquo;, kata dia, artinya Kejaksaan telah melanggar Pasal 6, terutama terkait dengan transparansi dan akuntabilitas.

&quot;Sebab penyusunan anggaran juga melalui pembahasan DPR. Supaya tidak jadi polemik, Jaksa Agung harus menjelaskan tudingan itu secara faktual,&quot; katanya lagi.

Pasal 6 Perpres Nomor 16 Tahun 2018 tersebut berisikan tentang prinsip pengadaan barang dan jasa, yakni harus efisien, efektif, transparan, terbuka, bersaing, adil dan akuntabel

Ia pun mendesak Masinton untuk melaporkan dugaan penyalahgunaan anggaran tersebut ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). &quot;Jika Masinton punya bukti kuat, laporkan saja langsung ke KPK. Jadi jangan berhenti di media sosial semata,&quot; ujar Suparji.

Suparji pun berharap tudingan itu tidak benar. Sebab jika informasi tersebut benar, maka akan sangat memalukan bagi Kejaksaan Agung yang notabene merupakan lembaga penegak hukum.

Sebabnya, Jaksa Agung ST Burhanuddin harus angkat bicara terkait tuduhan Masinton tersebut. Termasuk memanggil sejumlah oknum-oknum pejabat tinggi yang menjadi pimpinan proyek maupun penandatangan kontrak kerja sama pengadaan barang dan jasa itu.

&quot;Jangan didiamkan saja. Sebab masyarakat bakal menilai jika di Kejaksaan Agung saja bisa terjadi penyalahgunaan anggaran, bagaimana di tingkat kejaksaan daerah.&quot;

Dugaan kasus ini sekaligus membuktikan bahwa kehadiran TP4 pun tidak ada gunanya. Sebab, menjaga anggarab proyek pengadaan di internal saja tidak becus apalagi proyek eksternal alias BUMN selama ini.

Sementara pengamat Kejaksaan, Kamilov Sagala meminta Jaksa Agung mengaudit temuan anggota Komisi 3. &quot; Temuan ini serius untuk dilakukan audit. Tentunya Jaksa Agung Burhanudin harus membuktikan kinerjanya dengan memprioritaskan dugaan kasus ini terlebih dahulu, agar masyarakat percaya bahwa Kejaksaan Agung tidak tebang pilih,&quot; kata Kamilov.

Menurut dia, apabila hasil temuan Komisi 3 ini belum juga ditindaklanjuti oleh kejaksaan, wajar saja KPK yang memproses mengingat jumlah nilai kasus sangat tinggi. &quot;Justru ini peluang besar utk Jaksa Agung pilihan Jokowi menunjukan kinerja terbaiknya,&quot; ujarnya.

Dalam postingannya, Masinton menyebutkan, kejanggalan pada proyek bernilai Rp 899 miliar iti dilakukan dengan penunjukan langsung tanpa tender lelang. &quot;6 proyek pengadaan dgn penunjukan langsung (tanpa tender) di @Kejaksaan bersumber dari APBN 2019,&quot; kata Masinton.

Dugaan penyalahgunaan uang negara itu dalam enam&nbsp;butir pemaparan. Selain tanpa tender, kata dia, sebagai wakil rakyat yang bermitra dengan institusi kejaksaan, pihaknya telah menerjunkan tim dan menemukan proyek berupa pengadaan peralatan operasi intelijen.

Padahal, kata dia, proyek operasi intelijen dalam salah satu mata anggaran ditemukan pengadaan alat sadap. Sementara itu, menurut dia, alat sadap yang dimiliki Kejaksaan Agung dianggap masih canggih.

&quot;Pagu Rp73.883.698.000 miliar (pengadaan alat operasi intelijen),&quot; tulis Masinton.

Selain pengadaan alat intelijen, Masinton juga bilang jumlah pengadaan itu pada pengadaan peralatan&nbsp;counter surveillance. Pengadaan pada peralatan sudah masuk tahap III dengan pagu anggaran Rp 379,8 miliar.

&quot;Tiga, pengadaan peralatan pengoptimalan kemampuan&nbsp;monitoring centre&nbsp;Kejaksaan Agung RI, pagu Rp182 miliar,&quot; kata dia.

Selain tiga proyek itu ada&nbsp;pengadaan&nbsp;System Monitoring&nbsp;dan&nbsp;Analisis Cyber&nbsp;dengan anggaran Rp 107,8 miliar. Ada lagi pengadaan perangkat analisis&nbsp;digital cyber&nbsp;dan persandian dengan anggaran Rp 106,8 miliar.

&quot;Enam, pengadaan peralatan dan sistem manajemen informasi DPO. Pagu Rp 49,3 miliar,&quot; kata&nbsp;Masinton.

Politikus PDIP itu menemukan ada kejanggalan yang ditemukan oleh tim mereka, dua perusahaan sudah ditelusuri keberadaannya. &quot;Anehnya proyek sebesar ini semuanya penunjukan langsung. Ini&nbsp;sampe&nbsp;Rp 1 T&nbsp;(triliun) loh. Apa enggak ada perusahaan lain,&quot; kata dia.

Sayangnya hingga kini Kejaksaan Agung belum berkomentar terkait temuan Masinton itu. Termasuk Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung, Mukri belum juga merespon.

&nbsp;

Tak Akuntabel, Pengadaan Barang Intelijen Kejagung Diduga Langgar Pasal 6 Perpres Ini

Komentar

Berita Terkait

Berita Rekomendasi