JAKARTA, REQnews - Kejaksaan Agung akhirnya angkat bicara soal tudingan anggota Komisi III DPR RI, Masinton Pasaribu terkait proyek janggal sarana dan prasarana (sarpras) intelijen. Menurut Kapuspenkum Kejagung, Mukri, enam proyek itu sesuai dengan aturan hukum yang berlaku.

Bahkan dirinya berpendapat bahwa penunjukan langsung enam proyek tahun anggaran 2019 sudah diatur dalam Permenkeu. &quot;Sebagaimana diketahui, Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah diatur dalam Perpres Nomor 16 tahun 2018. Sedangkan untuk Penunjukan Langsung, diatur dalam Pasal 38 ayat 4,&quot; ujarnya di Jakarta, Selasa 12 November 2019.

Pasal 38 ayat 4 Perpres Nomor 16 Tahun 2018 itu menyebutkan bahwa penunjukan langsung sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf &nbsp;(c) dilaksanakan untuk barang atau pekerjaan konstruksi/jasa lainnya dalam keadaan tertentu.

&quot;Keadaan tertentu yang dimaksud sesuai Pasal 38 ayat 5 huruf (b) adalah barang/jasa yang bersifat rahasia untuk kepentingan Negara meliputi intelijen, perlindungan saksi, pengamanan Presiden dan Wakil Presiden, mantan Presiden dan mantan Wakil Presiden, beserta keluarganya serta tamu negara setingkat kepala negara/kepala pemerintahan, atau barang jasa lain bersifat rahasia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,&quot; katanya.

Pengamat Kebijakan Publik, Yanuar Wijanarko berpendapat pernyataan Mukri belum menjawab benar tidaknya Kejaksaan Agung melanggar Pasal 6 Perpres 16 tahun 2018. &quot;Sebab meski diberikan kewenangan untuk melakukan pengadaan barang dengan cara penunjukan langsung tetapi Kejaksaan Agung harus tetap mengutamakan transparansi dan akuntabilitas terutama terkait dengan siapa kontraktor nya dan sampai dimana proses pekerjaan serta apa alasannya sehingga diperlukan pengadaan barang tersebut,&quot; kata Yanuar di Jakarta, Rabu 13 November 2019.

Belum lagi, lanjut dia, Masinton yang notabene wakil rakyat di Komisi III DPR sudah menjalankan tugasnya checks and balances eksekutif. &quot;Dari yang diungkapkan Masinton ini kan menjadi bukti bahwa DPR tidak diajak bicara soal penganggaran. Padahal Kejaksaan harus tahu jika DPR punya UU MD3 yang mengatur fungsi penganggaran, dan pengawasan untuk eksekutif,&quot; ujarnya lagi.

Kata Yanuar, Kejaksaan dan khususnya masyarakat seharusnya berterima kasih kepada Masinton Pasaribu yang telah menyampaikan pendapatnya melalui media sosial. Jika tidak dibuka Masinton, lanjutnya, pengadaan peralatan yang menelan biaya hampir 1 triliun itu tak akan pernah diketahui oleh masyarakat.

&quot;Terlebih Kejagung tidak pernah menyampaikan hal ini sebelumnya. Jika seorang anggota DPR Komisi 3 yang selama ini bertugas melakukan pengawasan atas kinerja pengawasan Kejagung saja mempertanyakan proses pengadaan ini, maka yang patut menjadi perhatian adalah mengapa selama ini pengadaan ini seperti sengaja ditutup tutupi,&quot; ucapnya.

&quot;Seharusnya jika tidak ada penyimpangan maka tidak ada yang perlu ditutupi dan sebelum diadakan pengadaan, masyarakat berhak mendapatkan informasi bukan setelah pengadaan baru dibuka setelah ada yang bersuara. Sekarang yang saya pertanyakan lagi, dimana fungsi Komisi Kejaksaan, harusnya informasi seperti ini bukan DPR yang info ke masyarakat,&quot; sambungnya lagi.

Sebelumnya, anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, Masinton Pasaribu, membeberkan temuannya terkait dugaan penyalahgunaan anggaran di Kejaksaan Agung sebesar Rp899 miliar. Temuan fantastis itu disampaikan Masinton lewat akun Twitter miliknya @Masinton, pada Senin 11 November 2019.

Ia menyebutkan, kejanggalan pada proyek tersebut dilakukan dengan penunjukan langsung tanpa tender lelang.

Pengamat: Kejagung Belum Jawab Tudingan Pelanggaran Etik Tender Lelang Sarpras Intelijen

Komentar

Berita Terkait

Berita Rekomendasi