JAKARTA, REQnews - Jenderal TNI (Purn) Try Sutrisno merupakan wakil presiden Indonesia ke-6 periode 1993&ndash;1998 yang juga pernah menjadi panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI).
Pria kelahiran&nbsp;Surabaya, Jawa Timur 15 November 1935 itu merupakan anak dari&nbsp;Subandi, seorang sopir ambulans dan ibunya Mardiyah adalah ibu rumah tangga. Setelah&nbsp;Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, Belanda kembali untuk mengklaim kembali Indonesia sebagai koloni mereka.
Try Sutrisno dan keluarganya pindah dari Surabaya ke Mojokerto. Ayahnya bekerja sebagai petugas medis untuk&nbsp;Batalyon&nbsp;Angkatan Darat Poncowati, memaksa Try Sutrisno untuk berhenti sekolah dan mencari nafkah sebagai penjual rokok dan penjual koran.
Saat memasuki usia 13 tahun, dirinya pun ingin bergabung dengan Batalyon Poncowati dan melawan tetapi tidak ada yang menganggapnya serius dan ia akhirnya dipekerjakan sebagai kurir. Tugas Try Sutrisno adalah untuk mencari informasi ke daerah-daerah yang diduduki oleh tentara Belanda serta mengambil obat untuk Angkatan Darat Indonesia.
Akhirnya pada tahun 1949, Belanda mundur dan mengakui kemerdekaan Indonesia. Try Sutrisno dan keluarganya kemudian kembali ke Surabaya di mana ia bisa menyelesaikan pendidikannya pada tahun 1956.
Usai lulus&nbsp;dari SMA, Try Sutrisno ingin mendaftar di ATEKAD (Akademi Teknik Angkatan Darat), namun ia gagal dalam pemeriksaan fisik. Meskipun demikian, Mayor Jenderal&nbsp;GPH Djatikusumo&nbsp;tertarik dengan Try dan memanggilnya kembali. Try Sutrisno berpartisipasi dalam pemeriksaan psikologis di Bandung, Jawa Barat, dan ia diterima di ATEKAD.
Pada tahun 1957, dirinya turut berperang melawan Pemberontakan&nbsp;PRRI, di mana itu merupakan pengalaman pertamanya. Pemberontakan PRRI adalah kelompok separatis di&nbsp;Sumatera&nbsp;yang ingin membentuk pemerintahan alternatif selain Presiden&nbsp;Soekarno. Try Sutrisno menyelesaikan pendidikan militernya&nbsp;dari ATEKAD pada tahun 1959.
Saat masuk menjadi anggota ABRI, ia pun turut menjalankan tugas di Sumatera, Jakarta, dan Jawa Timur. Pada tahun 1972, Try dikirim ke&nbsp;Sekolah Staf dan Komando Angkatan Darat&nbsp;(Seskoad). Pada tahun 1974, Try terpilih menjadi ajudan Presiden&nbsp;Soeharto. Soeharto mulai menyukai Try dan sejak saat itu, karier militer Try akan meroket.
Selanjutnya tahun&nbsp;1978, Try diangkat menjadi Kepala Staf di KODAM XVI/Udayana, setahun kemudian menjadi Panglima KODAM IV/Sriwijaya. Sebagai Pangdam, ia pindah untuk menekan tingkat kejahatan serta menghentikan penyelundupan timah. Dirinya bahkan berpartisipasi dalam kampanye lingkungan untuk mengembalikan gajah Sumatera ke habitat alami mereka.
Try kemudian diangkat menjadi Panglima KODAM V/Jaya dan ditempatkan di Jakarta pada 1982. Tiga tahun kemudian yaitu pada 1985, ia dipercaya menjadi Wakil Kepala Staf Angkatan Darat, sebelum menjadi Kepala Staf Angkatan Darat pada tahun 1986.
Sebagai Kepala Staf Angkatan Darat, Try memulai Badan Tabungan Wajib Perumahan TNI-AD untuk memudahkan bagi prajurit Angkatan Darat untuk membeli rumah bagi mereka sendiri. Akhirnya ia pun mencapai puncak karier militer pada tahun 1988, ketika ditunjuk sebagai&nbsp;Panglima ABRI&nbsp;untuk menggantikan&nbsp;L.B. Moerdani.
Selama menjadi Panglima ABRI, Sutrisno menghabiskan banyak waktu untuk menumpas pemberontakan di seluruh Indonesia. Target langsungnya adalah separatis di&nbsp;Aceh, yang berhasil ditekan pada 1992. Kemudian Insiden Talangsari pada 1990 dengan menindak demonstran Islam.
Pada bulan November 1991, di Provinsi&nbsp;Timor Timur, sekelompok mahasiswa menghadiri pemakaman seorang teman mereka yang telah ditembak mati oleh pasukan Indonesia dan mereka mengambil kesempatan untuk meluncurkan protes terhadap pendudukan Indonesia.
Pada prosesi pemakaman, para mahasiswa menggelar spanduk untuk penentuan nasib sendiri dan kemerdekaan, menampilkan gambar pemimpin kemerdekaan&nbsp;Xanana Gusm&atilde;o. Ketika prosesi tersebut memasuki kuburan, pasukan Indonesia mulai menembak. Dari orang-orang yang berdemonstrasi di kuburan, 271 tewas, 382 terluka, dan 250 menghilang.
Insiden, yang dikenal sebagai&nbsp;Insiden Dili&nbsp;ini, memicu kecaman dari masyarakat internasional seluruh dunia. Try Sutrisno kemudian diundang untuk berbicara di hadapan&nbsp;Dewan Perwakilan Rakyat&nbsp;(DPR) untuk menjelaskan. Namun ia memberikan pembelaan keputusannya dan menyatakan bahwa pengunjuk rasa memprovokasi tentara dan bahwa klaim bahwa protes yang damai adalah "omong kosong."
Masa jabatan Try Sutrisno sebagai Panglima ABRI habis pada bulan Februari 1993. Setelah itu,&nbsp;Try Sutrisno ditunjuk sebagai Wakil Presiden mendampingi Soeharto. Namun, sepertinya Soeharto tak senang dengan kehadiran Sutrisno, karena dalam pembentukan kabinet&nbsp;bahkan tidak berkonsultasi dengannya.
Saat Soeharto berkunjung ke&nbsp;Mesir&nbsp;tahun 1995, Try dalam sebuah pemberitaan di harian nasional menyatakan jika dalam bisnis, anak pejabat jangan pakai nama bapaknya, pihak penguasa marah dan sejak itu pemberitaan Try Sutrisno di harian manapun ditiadakan.
Pengabaian lainnya datang pada akhir 1997 ketika Soeharto harus pergi ke Jerman untuk menerima perawatan kesehatan. Alih-alih mendelegasikan Try Sutrisno untuk menjalankan tugas Presiden, Soeharto memerintahkan&nbsp;Menteri Sekretaris Negara,&nbsp;Moerdiono&nbsp;untuk datang ke kediamannya untuk menerima tugas Presiden. Sebuah KTT&nbsp;APEC&nbsp;juga dihadiri oleh&nbsp;Menteri Luar Negeri,&nbsp;Ali Alatas.
Try Sutrisno adalah figur yang sangat populer dan banyak yang mengira bahwa ia akhirnya akan menggantikan Soeharto sebagai Presiden Indonesia. Karena memiliki latar belakang militer, ia akan diterima oleh ABRI. Pada saat yang sama, dia juga seorang kandidat yang diterima elemen Islam di Indonesia, dibesarkan bersama sebuah sekolah Islam.
Pada tahun 1998, pada Sidang Umum MPR lainnya yang akan diselenggarakan dan&nbsp;Asia Tenggara&nbsp;sedang menderita akibat&nbsp;Krisis Finansial Asia, banyak yang ingin Try Sutrisno untuk mengemban masa jabatan kedua sebagai Wakil Presiden. Meskipun ada dukungan yang kuat, Try Sutrisno tidak dipilih, karena Soeharto menyerahkan jabatan Wakil Presiden kepada Habibie.
Sutrisno pun memiliki&nbsp;seorang istri bernama Tuti Sutiawati yang merupakan guru kelahiran Bandung. Keduanya dikaruniai 7 orang anak yaitu Nora Tristyana, Taufik Dwi Cahyono, Firman Santyabudi, Nori Chandrawati, Isfan Fajar Satrio, Kunto Arief Wibowo, dan Natalia Indrasari. Salah satu menantunya adalah Ryamizard Ryacudu yang menikah dengan Nora Tristyana.

Sosok Jenderal TNI Try Sutrisno, Anak Supir Ambulans yang Pernah Jadi Wapres hingga Panglima ABRI

Komentar

Berita Terkait

Berita Rekomendasi