
Alfin belajar dari pengalaman sang teman tersebut. Dalam perjalanannya, ia banyak mendapatkan kemudahan dari banyak kenalan, teman atau jaringan, termasuk sejumlah klien. Sebagai contoh ketika pertama kali membuka lawfirm, Alfin menumpang terlebih dahulu di kantor temannya yang sekaligus menjadi kliennya. Seorang teman yang memiliki perusahaan yang bergerak di bidang event memintanya menangani legal di perusahaan tersebut. Alfin langsung merespon dengan syarat dapat ruangan khusus sebagai kantor lawfirm-nya. Itu berarti, Alfin menyelesaikan berbagai hal yang terkait dengan urusan legal dari perusahaan sang teman tanpa menerima bayaran. Ya, setidaknya Alfin mendapatkan tumpangan gratis tanpa repot bayar listrik, bayar air PAM, sewa tempat dan lainnya.

Menurut Anda, bagaimana manajemen advokat yang terbaik?
Saya memahami advokat itu adalah pribadi yang sulit dikontrol. Masing-masing advokat memiliki karakter dan ego yang unik dan karena itu pada umumnya kantor-kantor advokat banyak yang pecah lalu berganti nama serta manajemen. Kuncinya adalah bagaimana mengelola hubungan dan konflik antara rekan internal. Sistem manajemen yang baik juga sangat penting. Lihat Lawfirm LGS (Lubis, Ganie, Surowidjojo), adalah lawfirm dalam konsep partnership yang cukup sukses bertahan dalam usia yang lama. Tentu mereka sudah memiliki sistem yang baik dalam pengelolaan hubungan antara partner di dalamnya.
Untuk lawfirm yang saya dirikan ini misalnya antarpartner kita mengedepankan keterbukaan dan kebebasan berpikir termasuk berpendapat. Kita tidak mau intervensi satu sama lain dan membagi spesialisasi partner agar tidak saling bersinggungan.
Jadi ketika ada hal-hal tertentu yang dikuasai salah satu partner, maka ia akan sharing strategi. Begitu juga soal pembagian keuntungan, ya kita harus kelola baik. Dalam kantor kami ada sistem manajemen yang mengatur pendapatan masing-masing partner dan yang diperoleh persekutuan.
Mengapa?
Alasannya adalah, terkadang ketika ada partner yang lebih banyak in charge, kami akan mengatur persentasenya, tentu advokat yang membawa pekerjaan akan memperoleh yang lebih besar, kemudian ditentukan bagian kantor secara fix untuk pembiayaan operasional kantor sehari-hari dan adanya diskresi ketika ada pekerjaan yang masuk ke kantor yang diperoleh si A, maka si A punya diskresi apakah mau dikerjakan sendiri atau membagi dengan partner lain.
Tentunya selama bagian kantor tidak diutak-atik, itu yang kami coba jalankan. Sampai saat ini berjalan lancar. Jadi kami mencoba mengelola lawfirm ini layaknya rumah sakit yang menjalankan praktik klinik bersama, di mana lawyer yang ada sesuai spesialisasi masing-masing. Karena kita tahu berada di tempat yang sama dan bendera yang sama, maka kita punya kewajiban untuk menjaga lawfirm ini.
Sudah berapa banyak klien yang dilayani?
Sampai saat ini klien retainer, tercatat sudah ada ratusan klien. Kebanyakan company (perusahaan) tetapi ada juga perorangan. Klien perusahaan yang umumnya bergerak dalam bidang usaha manufaktur, pertambangan, transportasi perkapalan, penerbangan dan ada juga perusahaan MICE (Meeting, Incentive, Convention and Exhibition). Kalau perorangan, umumnya perkara pidana, perceraian dan masalah keluarga tetapi sudah jarang kita tangani. Kecuali perkara keluarga yang bersinggungan dengan perusahaan antara pemegang saham dan sebagainya. Kami juga menerima perkara pidana dari daerah, dari pejabat-pejabat daerah yang tersangkut perkara korupsi dan boleh dibilang itu core kita.
Jadi spesialisasi kami yang paling utama adalah di bidang kepailitan dan PKPU (Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang). Ada juga HAKI (Hak Atas Kekayaan Intelektual), perkara-perkara perdata komersial, ketenagakerjaan, pidana khusus seperti tipikor dan pidana umum.
Berapa orang jumlah partner, berapa pula jumlah karyawan?
Saat ini kita memiliki 4 partner dan 10 orang karyawan.
Siapa tokoh panutan Anda?
Saya sangat mengidolakan advokat (Alm) Adnan Buyung Nasution. Saya juga sangat respek pada Prof Indriyanto Seno Adji. Kebetulan yang bersangkutan (Prof Seno) pernah menjadi narasumber skripsi saya. Setidaknya saya banyak mengikuti pola pikirnya.
Apa yang spesifik dari Prof Seno Adji?
Prof Indriyanto pernah bilang “Kalau kamu memilih profesi advokat karena uangnya, kamu akan kecewa. Tapi kalau kamu memilih advokat karena menyukai pekerjaannya, nanti rejeki itu yang akan mengikuti kamu!” Perkataan ini selalu saya ingat namun baru bisa memahami setelah 12 tahun berkecimpung di dunia advokat.
Bagaimana maksud dari perkataan tersebut?
Tantangan kita sebagai lawyer adalah mendapatkan klien. Itu tidak mudah. Dalam perjalanan pendampingan banyak tantangannya. Kita harus kerja keras. Kadang ada perkara yang unik yang feenya tidak cukup atau bahkan mungkin tidak bayar. Kita kerjakan semua itu. Kalau kita bekerja dengan tulus dan iklas, tentu itu sangat baik. Tetapi kita juga kan dapat klien yang memberikan bayaran kita sesuai dengan jasa dan pekerjaan kita. Bagi saya menjalani pekerjaan sebagai lawyer ini karena berangkat dari rasa suka. Kalau kita sudah suka maka kita akan bisa menilai profesionalitas kita sebagai advokat. Itu bersifat otomatis dan datang dengan sendirinya.
Kita pasti mengharapkan uang…
Kalau kita mengharapkan uang, maka kita tidak bisa mendapatkan apa-apa. Makanya, jujur ya, saya sedikit prihatin dengan banyak rekan advokat yang menilai klien dan perkara yang mau ditangani dari uang. Mohon maaf juga, penegakkan hukum kita belum bisa dikatakan baik karena segala sesuatunya diukur dari uang. Kita lihat, masih banyak jual beli perkara, ada oknum (penegak hukum) yang masih bisa dibeli. Banyak yang mau tempuh jalan sesat, jalan instan, macam-macam.
Image organisasi advokat juga kurang baik…
Ya ada oknum rekan sejawat memperkaya diri sendiri kemudian memunculkan perpecahan. Ini saya sesalkan. Siapa pun pasti sesalkan. Sekarang ini misalnya ada tiga Peradi (Perhimpunan Advokat Indonesia). Masing-masing mengklaim diri yang sah dan sebaliknya yang lain tidak sah. Organisasi advokat di luar Peradi juga bermunculan. Dulu kita mengharapkan organisasi advokat yang ada bisa dijalankan tanpa ada intrik-intrik, dijalankan dengan profesional, tetapi nyatanya apa sekarang?
Anda sendiri anggota Peradi yang mana?
Saya saat ini masih tercatat sebagai anggota Peradi SOHO (Peradi yang diketuai oleh Fauzie Yusuf Hasibuan) dan pengurus di DPP AAI (Asosiasi Advokat Indonesia) dan AAI ini kan termasuk organisasi pendiri Peradi.
Menurut Anda, apa yang membuat kekisruhan organisasi advokat?
Surat Ketua Mahkamah Agung nomor 73/KMA/HK.01/IX/2015 tanggal 25 September 2015 perihal penyumpahan advokat yang ditujukan kepada seluruh Ketua Pengadilan Tinggi se-Indonesia. Kan lebih terbuka dan bebas. Organisasi advokat juga tidak lagi singlebar tetapi multibar dan saya saya melihat ini dapat menimbulkan kekacauan. Karena banyak organisasi bermunculan apalagi tidak punya standarisasi organisasi yang jelas, tidak punya kurikulum yang baik untuk misalnya PKPA (Pendidikan Khusus Profesi Advokat), untuk ujian, untuk magang, maka tentu saja memunculkan image yang buruk bagi dunia advokat itu sendiri. Kemudian lahirlah advokat-advokat instan. Ya mungkin kalau istilah becandaan, tukang sayur pun bisa menjadi advokat. Padahal advokat itu profesi yang mulia (officium nobile).
Apa harapan terhadap penegakan hukum di negeri ini?
Kita ingin penegakan hukum yang bersih, profesional dan ada keadilan. Mungkin pernyataan ini klise, tapi saya menganggap ini sudah menjadi rahasia umum. Sekali lagi saya katakan terkadang masih banyak perkara yang bisa diperjualbelikan dan advokat mengambil keuntungan dari hubungan khusus lobi-lobi yang dilakukan dengan meminta tambahan uang dari kliennya, karena dia juga tidak mengeluarkan sesuatu dari koceknya. Satu sisi buat klien menjadi berat dan tidak jelas karena tidak ada standar fee. Berapa sih klien harus membayar (lawyer fee)? Berapa sih operasional perkara. Nah itulah yang membuat hubungan advokat dengan klien tidak lancar. Kadang-kadang klien tidak percaya advokatnya.(*)
---------------------------------------------------------------
PENGGEMAR ACTION FIGURE
Saya suka sekali dengan action figure dan memiliki macam-macam koleksi tokoh action figure di rumah yang saya kumpulkan dari masa kecil. Saya selalu mengenang dan menghargai momen-momen masa kecil yang penuh kegembiraan lalu ingin mendapatkan suasana semacam itu kembali. Dengan menghadirkan action figure (superhero/superman) semacam itu maka saya bisa memiliki semangat yang sama.
Meskipun tokoh super (hero/man) adalah fiksi namun saya melihat bahwa si pembuat cerita ingin menciptakan sosok ideal untuk manusia pada umumnya. Jika kalah dia bisa bangkit lagi. Ini bagus sekali sebagai pelajaran sekaligus inspirasi positif bagi kita. Jadi kalau jatuh ya bisa bangkit lagi. Kita sebagai manusia tidak mungkin selalu ada di atas dan sebaliknya kita juga tidak selamanya ada di bawah. Kalau di bawah harus bangkit dan kalau di atas, harus selalu bertahan dan diantisipasi.(*)