JAKARTA, REQnews - Jatuhnya Pesawat Sriwijaya Air&nbsp;SJ-182 pada Sabtu, 9 Januari 2021 dengan rute Jakarta - Pontianak masih menyisakan duka yang mendalam.&nbsp;Adapun pesawat Sriwijaya Air lepas landas dari landasan pacu 25 pada pukul 14.36 WIB dan hilang kontak&nbsp;pukul 14.40 WIB.
Pesawat jenis Boeing 737-524 itu membuat 62 orang yang terdiri dari 50 penumpang (40 dewasa, 7 anak-anak dan 3 bayi), dan 12 kru menjadi korban.
Namun, sebagai keluarga korban yang ditinggalkan ada beberapa hal yang patut untuk diterima. Ada beberapa ketentuan yang mengatur ganti rugi atas jatuhnya korban karena kecelakaan pesawat terbang.
Ketentuan tersebut diatur melalui Undang-undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (UU Penerbangan). Mengutip UU Penerbangan, pengangkut atau maskapai adalah pihak pertama yang bertanggung jawab atas kerugian penumpang bila meninggal dunia, cacat tetap, atau luka-luka.
Ini diatur dalam bagian kedelapan tentang Tanggung Jawab Pengangkut pasal 141 ayat (1). Secara internasionalnya, ketentuan ini juga mengacu pada Montreal Convention Tahun 1999.
1. Maskapai Bertanggung Jawab Penuh
Maskapai penerbangan merupakan sebuah organisasi yang menyediakan jasa penerbangan bagi penumpang atau barang yang dikelola dalam suatu badan usaha dalam bentuk badan hukum yang mana salah satu kewajiban utama adalah menjamin keselamatan terhadap penumpang.
Beberapa istilah dikenal dalam bisnis jasa penerbangan, yakni istilah safety (keselamatan), convenient (kenyamanan) dan on time performance (tepat waktu).
Itu artinya, tiap-tiap maskapai wajib memperhatikan ketiga prinsip tersebut demi keselamatan para penumpang.
Apabila terjadi hal yang tidak diinginkan, yaitu terjadinya kecelakaan pesawat, hal yang sangat pentikan untuk dijadikan dasar siapa pihak yang bertanggungjawab atas kecelakaan yang terjadi adalah faktor penyebab kecelakaan.
Untuk menentukan penyebab terjadinya kecelakaan tentu diperlukan penyelidikan apakah diakibatkan&nbsp;faktor cuaca,&nbsp;human error, faktor teknis termasuk adanya cacat pabrik dalam perakitan pesawat.&nbsp;
Selain mendapatkan santunan kematian yang wajib diberikan oleh pihak maskapai dan negara, ahli waris juga berhak mengajukan tuntutan ganti kerugian jika kecelakaan terjadi akibat adanya&nbsp;cacat pabrik dalam perakitan pesawat atau&nbsp;human error&nbsp;termasuk kesalahan dari pengangkut atau orang yang diperkerjakannya.&nbsp;
Hukum penerbangan udara mempunyai 3 (tiga) prinsip dalam pertanggungjawaban pengangkut, yaitu:
a. Presumption of Liability&nbsp;
Pengangkut dianggap bertanggung jawab oleh penumpang atau kargo. Pihak yang dirugikan tidak perlu membuktikan haknya atas ganti rugi;
b. Limitation of Liability
Tanggung jawab pengangkut dibatasi sampai jumlah tertentu;
c. Strict Liability
Pengangkut dianggap selalu bertanggung jawab tanpa ada kemungkinan membebaskan diri kecuali juga terdapat kesalahan pada korban;
Berdasarkan Pasal 141&nbsp;UU Penerbangan, kewajiban maskapai sebagai pengangkut&nbsp;adalah sebagai berikut:
1) pengangkut bertanggung jawab atas kerugian penumpang yang meninggal dunia, cacat tetap, atau luka-luka yang diakibatkan kejadian angkutan udara di dalam pesawat dan/atau naik turun pesawat udara,&nbsp;
2) Apabila kerugian sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) timbul karena tindakan sengaja atau kesalahan dari pengangkut atau orang yang diperkerjakannya, pengangkut bertanggung jawab atas kerugian yang timbul dan tidak dapatmempergunakan ketentuan dalam undang-undang ini untuk membatasi tanggung jawabnya.&nbsp;
3) Ahli waris atau korban akibat kejadian angkutan udara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat melakukan penuntutan ke pengadilan untuk mendapatkan ganti kerugian tambahan selain ganti kerugian yang telah di tetapkan.&nbsp;
Selain itu, menurut Peraturan Menteri Perhubungan No. &nbsp;77 Tahun 2011 tentang Tanggung Jawab Pengangkutan Angkutan Udara (Permenhub nomor 77 tahun 2011), Pengangkut yang mengoperasikan pesawat udara wajib bertanggung jawab atas kerugian terhadap :
- penumpang yang meninggal dunia, cacat tetap atau luka-luka; hilang atau rusaknya bagasi kabin; hilang, musnah, atau rusaknya bagasi tercatat; hilang, musnah, atau rusaknya kargo; keterlambatan angkutan udara; dan kerugian yang di derita oleh pihak ketiga
 2. Besaran Ganti Rugi
Penumpang pesawat udara yang meninggal dunia akibat kecelakaan pesawat berhak mendapat ganti rugi senilai Rp 1,25 miliar per penumpang Selain itu, ditambah dengan besaran santunan yang berhak diterima oleh ahli waris dari lembaga asuransi pemerintah (Jasa Rahardja) sebesar Rp 50 Juta.
Sementara penumpang yang meninggal dunia setelah turun pesawat atau saat meninggalkan ruang tunggu untuk naik pesawat mendapat ganti rugi Rp 500 juta per penumpang.
Jika penumpang mengalami cacat total, maka berhak mendapat ganti rugi Rp 1,25 miliar setelah dinyatakan cacat oleh dokter paling lambat 60 hari kerja.
Sedangkan penumpang yang mengalami luka-luka dan harus menjalani perawatan di rumah sakit mendapat ganti rugi sesuai biaya perawatan paling banyak Rp 200 juta per penumpang dan ditambah besaran santunan dari Jasa Rahardja sebesar Rp 25 juta.
Total santunan yang wajib diterima ahli waris dari maskapai dan negara mencapai&nbsp;Rp 1.300.000.000,00 (satu milyar tiga ratus juta Rupiah). Hak ini adalah hak mutlak dan wajib diterima ahli waris korban.

Korban Kecelakaan Sriwijaya Wajib Baca, Begini Jumlah Ganti Rugi yang Diterima Ahli Waris

Berita Terkait

Berita Rekomendasi