Jakarta, REQNews.com -- Entah sejak kapan muncul cerita, dan diyakini banyak orang, bahwa Matraman berasal dari Mataraman – basis pasukan Mataram yang dua kali menyerang VOC di Batavia 1.628 dan 1.629. Matraman saat itu masih berupa belukar, rawa, dan belantara. Di tempat ini, demikian kata si empunya cerita, pasukan Mataram yang dipimpin salah satu pangeran &nbsp;mendirikan basis dan mengatur rencana penyerangan ke Batavia.Tahun 1710, saat wilayah yang disebut Matraman itu kali pertama dibuka, dipetakan dan disewakan kepada Tan Siam Ko untuk dijadikan perkebunan tebu, tidak ada catatan landmeeter menemukan sisa-sisa pasukan Mataram.Tidak pula ada kabar penemuan makan tentara Mataram, atau apa pun yang mengindikasikan pasukan Sultan Agung pernah membuat basis di tempat itu. Nama Matraman seolah diberikan begitu tanpa pertimbangan historis, yang berkenaan dengan dua kali serangan Mataram ke Batavia.Dalam peta 1750, tanah milik VOC itu juga bernama Matraman. Geograsfische caart van de stad en ommelanden zo mede van het voormalige regentschap Buijtenzorg menyebut Matraman. J Hageman, dalam Geschied en Aardrijkskunding Overzight van Java Op Het Einde der Achttiende Eeuw, menyebut Materman, untuk bidang tanah yang pada 6 Juli 1745 dijual kepada Jan van ‘t Hof dan tahun 1790 dimiliki orang buangan bernama Steven Poelman.Namun Topograhische Kaart der Residentie Batavia 1866 menyebut wilayah itu Mataraman. Asumsi bahwa Matraman berasal dari Mataraman kemungkinan bermula dari sini. Sebab, dalam peta-peta berikut tidak ada lagi Mataraman, yang ada adalah Matraman.Sejauh ini belum ada penulis sejarah yang membantah asumsi Matraman berasal dari Mataraman, karena arsip VOC dan Hindia Belanda tentang Matraman kemungkinan terlalu sedikit. Menariknya, asumsi itu menjadi benar karena Matraman berada di tepi Sungai Ciliwung – jalur transportasi satu-satunya untuk sampai ke Batavia pada saat itu – yang membuat penulis toponimi bisa berimajinasi bagaimana serangan Mataram ke benteng VOC di Batavia terjadi. Matraman di Era VOC dan Hindia BelandaDi puncak industri gula Ommelanden, VOC mempertahankan kepemilikan atas Matraman. Tanah diurus College van Heemraden, atau dewan pengurus Ommelanden, disewakan ke beberapa potchias, Tionghoa pemilik perkebunan tebu dan suikermolen dengan sistem sewa jangka panjang. VOC seolah tak berniat melepasnya karena sistem sewa sangat menguntungkan.Di Matraman, Tan Siam Ko tidak hanya harus membayar biaya sewa tapi juga izin panen. Setiap kali akan panen, potchias yang muncul di era industri gula ini harus membayar 10 rijksdaalder kepada Heemraden.Situasi ini berlangsung sampai akhir paruh pertama abad ke-18. Setelah itu Matraman, yang saat itu disebut Materman, menjadi tanah partikelir dengan Jan van ‘t Hof sebagai pemilik pertama dan Steven Poelman pemilik berikut sampai VOC bangkrut. Tahun 1850, saat terjadi penataan kembali tanah-tanah partikelir, Matraman dimiliki Ludolph Jan van Beusechem4 – tuan tanah Sukabumi saat itu.Tahun 1863, seperti tertera dalam Staat der Partikuliere Landerijen Op Java Over 1863, Matraman jatuh ke tangan J Parker – pebisnis asal Inggris yang menyewa sisi utara gedung Stadsherberg untuk toko perlengkapan kapal, dan dikenal dengan nama Toko Kelautan. Parker mengelola tanah itu sendiri sebagai perkebunan kacang popi atau hazelnut dan rumput. Ia juga bereksperimen dengan menanam pala (Myristica fragrans).Dua tahun kemudian, seperti tertera dalam Staat der Partikuliere Landerijen Op Java Over 1865, tidak ada lagi perkebunan pala di Matraman. Parker tampaknya gagal membudi-dayakan pala dan menyewakan tanahnya kepada MJA Arnold. Laporan lain menyebutkan eksperimen menanam pala di wilayah yang kini bernama Kebon Pala juga gagal total dan tidak dilanjutkan.Tahun-tahun berikutnya Matraman, selama masih dikelola MJA Arnold, adalah persawahan dan perkebunan kelapa. Namun, Matraman mulai berkembang dengan banyak permukiman di tepi persawahan dan perkebunan kelapa. Tahun 1870, misalnya, Matraman berpenduduk 1939 jiwa, terdiri dari 8 Eropa, 56 Tionghoa, 1875 pribumi.8Setelah kematian J Parker tahun 1873, Matraman jatuh ke tangan ahli waris yang namanya tak disebut dalam Staat der Partikuliere Landerijen In 1875. Saat itu Van Beusechem kembali ke Matraman dan menjadi penyewa tanah yang pernah dimiliknya. Tidak diketahui sampai kapan Van Beusechem berada di Matraman. Yang pasti, dia meninggal di Sukabumi tahun 1902, atau saat Matraman dijual ahli waris J Parker kepada JML Bohl.Sebagai landheer, Bohl bebas mengubah lahan Matraman untuk apa saja. Ia bereksperimen dengan mengoleksi banyak binatang, sebagai langkah awal memulai membangun taman margasatwa swasta. Namun langkah itu mendapat protes dari banyak pihak dan penduduk Matraman.Saat itu, Matraman – lahan seluas 550 bouw – semakin padat dengan penduduk 2.275 jiwa. Jumlah desa juga meningkat dari empat di tahun 1870 menjadi enam pada tahun 1900. Alasan lain, Batavia telah punya Planten en Dierentuin, yang dikenal masyarakat sebagai Taman Margasatwa Ragunan.Planten en Derentuin berdiri di atas tanah hibah pelukis Raden Saleh Syarif Bustaman seluas 10 hektar di Jl Cikini Raya No 73. Semula Taman Margasatwa Ragunan dikelola Culture Vereniging Planten en Dierentuin at Batavia, atau Perhimpunan Penyayang Flora dan Fauna Batavia.Bohl menghancurkan semua kandang, dan menyerahkan semua binatang yang dikoleksinya ke Planten en Derentuin. Tahun-tahun berikut ia membiarkan tanahnya sebagai persawahan dan perkebunan kelapa, dengan penduduk yang terus bertambah. Terhitung Januari 1916, Matraman adalah rumah bagi 3.526 jiwa. Tidak ada penjelasan berapa keluarga yang bermukim di tanah itu, juga soal komposisi etnis.Tidak diketahui kapan Bohl mengakhiri kepemillikan atas Matraman. Tahun 1929 Matraman adalah bagian Gemeente Meeste Cornelis dengan penduduk 5.631 jiwa, dan dikelola sebagai tanah yang disewakan. Penduduk di dalamnya bekerja kepada penyewa.

Dari Mana Cerita Matraman Berasal Dari Mataraman?

Berita Terkait

Berita Rekomendasi