Jakarta, REQNews.com -- Tahun 1901, sekelompok pesepeda Batavia berkunjung ke Landhuis Oeloe Djami di District Kebajoran, Afdeeling Meester Cornelis. Oeloe-djami saat itu adalah tanah partikelir penghasil kelapa, padi, dan indigo, dan rumah bagi 6.000 warga pribumi.Laporang kunjungan itu dipublikasikan di Bataviaasch nieuwsblad edisi 25 Januari 1901 dengan judul; Oeloe-Djami. Sayangnya tidak ada gambar Landhuis Oeloe-djami, tapi narasi dalam Bahasa Belanda mampu membawa pembaca ke masa lalu rumah pedesaan bergaya oud-Hollandsche ini.Seluruh rumah dikelilingi galeri lebar dan dalam yang bertumpu pada pilar-pilar kayu. Selain galeri dalam dan belakang, di dalam rumah terdapat empat ruangan besar dan luas, tinggi dari lantai, dengan daun jendela yang dapat dibuka. Jendela dengan tiang kokoh tanpa panel kaca. Di bagian atas daun jendeta ditutup kawat besi tebal. Penutupan daun jendela ini bergaya Belanda kuno yang khas.Sebuah tangga menuju ke lantai atas, yang seluruhnya terbuat dari kayu dan ukurannya jauh lebih kecil dari lantai dasar. Ada juga kamar tidur, namun kehebatan bagian rumah pedesaan ini adalah ruang depan yang besar, ruangan yang luas dan tinggi, dengan langit-langit berbingkai emas, di atasnya ditempatkan ornamen ukiran kayu berlapis emas, termasuk dekorasi besar berbentuk mawar, dengan bukaan kecil di tengahnya, masih menjuntai seutas rantai yang digunakan untuk menopang lampu minyak.Di luar rumah, di sebelah kanan bangunan utama, terdapat ruang-ruang penebang kayu yang panjang. Sayang sekali tembok tidak dapat berbicara dan hanya menjadi saksi bisu aktivitas para tuan dan tamu-tamunya 125 tahun lalu. Jika tembok itu bisa berbicara, mereka juga akan bercerita kehidupan para pekerja (budak - red) di Landhuis Oeloe Djami.Halaman rumah sangat luas tapi tidak luar biasa. Hanya di antara dua pilar batu tergantung lonceng tembaga, dengan suara yang yang masih indah. Ada sederet kalimat yang masih bisa dibaca; Gerhardus Splinter me fecit en chusae 1651. Ini Bahasa Belanda kuno, jika disesuaikan dengan Bahasa Belanda abad ke-20 artinya adalah Gerhardus Splinter menciptakan dan melemparkan saya pada tahun 1651.Kalimat di atas kemungkinan sebuah informasi dari masa awal pembentukan tanah-tanah partikelir, ketika VOC menjarah lebih jauh di luar tembok kota Batavia, memetakan, memberi nama, dan mencatat tanah-tanah yang dipetakan. Saat itu VOC masih dalam keadaan perang dengan Kesultanan Banten, dan orang-orang kulit putih tidak berani bermukim jauh dari tembok kota Batavia. Pendiri Landhuis Oeloe-djamiInformasi menarik pada Landhuis Oeloe-Djami terdapat di dua batu yang disemen di dinding. Batu pertama bertuliskan; Pada 21 Agustus 1773, Anggota Raad van Justitie Tuan Jacob de Meijer dan Tuan Petrus van der Vorm, meletakan batu pertama di sini. Batu kedua bertuliskan; Werk en Rust , yang artinya Bekerja dan Beristirahat.Rust en Werk, bukan Werk en Rust, tertera dalam Geschied- en aardrijkskundig overzigt van Java karya Johannes Hageman sebagai nama lain tanah partikelir Panombeng-lodjami of Paningaran milik Gijsbrecht Jacob Welgevare, anggota Raad van Indie. Of adalah kata dalam Bahasa Belanda yang artinya 'atau'.Andries Teisseire, dalam catatan perjalanannya, menyebut Rust en Werk sebagai nama lain tanah partikelir Panombeng-lodjami of Paningaran. Namun, Teisseire tidak menyebut adanya landhuis di tanah partikelir itu. Ia hanya menggambarkan suana Panombeng-lodjami of Paningaran sebagai kawasan menyenangkan dengan sawah dataran rendah dan ladang di ketinggian ditanami kacang dan nenas, serta 1.600 ekor sapi yang bebas merumput.Agak aneh jika Teisseire tidak mencatat landhuis di Oeloe-djami. Teisseire melakukan perjalanan di penghujung abad ke-18, sedangkan landhuis -- jika mengacu pada prasasti batu di landhuis itu -- dibangun 1773. Yang juga aneh adalah Teisseire tidak menyebut pemilik pertama Oeloe-djami.Tidak pula ada catatan apakah Gijsbrecht Jacob Welgevare bermukim -- atau secara berkala mengunjungi -- Landhuis Oeloe-djami selama menjadi landheer. Yang juga tidak diketahui adalah sampai kapan Welgevare menjadi tuan atas tanah itu.Regeerings Almanak voor Nederlandsch Indie 1865 mencatat Oeiy Samping sebagai pemilik Oeloe Djami. Kepemilikan landheer Tionghoa ini diperkirakan bertahan sampai 1890-an. Setelah itu, seperti tertera dalam Regeerings Almanak voor Nederlandsch Indie 1898, Oeloe Djami diwariskan ke Oeiy Tiang Bok, dengan C Beijnon sebagai pengelola.Saat itu, Oeloe Djami adalah tanah partikelir seluas 521 bouw, atau 369 hektar yang menghidupi lebih 5.000 pribumi sebagai pekerja perkebunan kelapa, indigo, dan sawah. Namun tidak ada informasi apakah dua landheer Tionghoa mendiami Landhuis Oeloe Djami dan merawat bangunan itu.Kepemilikan Oeij Tiang Bok atas tanah itu tak berlangsung lama. Sejumlah investor Belanda membeli tanah itu tahun 1902 dan membentuk Cultuur Mattschappij Oloe Djami. Ini terlihat dalam iklan rapat umum pemegang saham (RUPS) di surat kabar Bataviaasch nieuwsblad edisi 10 April 1902. Regeerings Almanak voor Nederlandsch Indie 1903 mencatat LH du Perron, direktur perusahaan, sebagai pemilik.Tiga tahun kemudian, Cultuur Maatschappij Oeloe Djami tertera sebagai pemilik Land Oloe Djami, dan DFS Mulder sebagai pengelola. Mochamat Tauchid, dalam Masalah Agraria Sebagai Masalah Penghidupan dan Kemakmuran Rakjat Indonesia, menulis Oeloe Djami dibeli kembali pemerintah Hindia Belanda tahun 1918, tapi tidak demikian dengan Landhuis Oeloe Djami.Cultuur Mattschappij Oeloe Djami mempertahankan kepemilikan atas rumah pedesaan itu dengan 9,5 bouw, atau 6,7 hektar, lahan di sekelilingnya. Ini terlihat dari berita di Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indië 26 Januari 1923 tentang Bursa Tenaga Kerja Batavia yang menyewa Landhuis Oeloe Djami dan tanah sekelilingnya untuk menampung pengangguran yang mencoba mencari nafkah di tanah pertanian skala kecil.Tahun 1931, seperti diberitakan Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indië edisi 30 Maret , Dewan Kota Meester Cornelis mengusulkan pembelian Landhuis Oeloe Djami dan lahan kecil di sekelilingnya. Setelah itu tidak ada kabar lagi apakah Landhuis Oloe Djami dibeli pemerintah kota dan berusaha diselamatkan. Kenangan TerbengkalaiDi bagian terakhir laporan tentang Oeloe Djami, Bataviaasch nieuwsblad menulis; "rumah pedesaan ini berasal dari masa ketika semua elite kolonial tinggal di pedesaan untuk menghabiskan waktu bersama kerabat, teman, kenalan, dan bercengkerama bebas dari batasan etiket. Di tempat ini, siapa pun bisa mendiskusikan semua persoalan, dengan setiap orang melepaskan status sosialnya."Mungkin di tempat ini De Meijer dan Van der Vorm merumuskan kembali sistem peradilan, membicarakan ide-ide puritan, berdebat tentang filsafat, atau apa pun. Di landhuis ini para tamu mempraktekan werk en rust, bekerja dan beristirahat, rumah dan kesantunan.Mengapa Landhuis Oeloe Djami membusuk tanpa penghuni selama hampir seratus tahun. Mungkin jawabnya tertera malam kemarin, ketika sejumlah penduduk melukai sapi Benggala yang cantik milik tuan tanah dengan cara memotong uratnya. Atau kabar beberapa waktu lalu yang menyebutkan kuda-kuda berharga menjadi gila setelah seorang penduduk memasukan sesuatu di telinga hewan itu.Jacob de Meijer dan Petrus van der Vorm, yang membangun Landhuis ini, tampaknya tahu betapa mereka harus mengerahkan puluhan serdadu berkulit cokelat dan membayar penduduk jika ingin merasa aman selama mereka dan teman-temannya berada di sini. Pada akhirnya, mereka tahu betapa mahal rasa aman di Landhuis Oeloe Djami, dan harus pergi.

Landhuis Oeloe Djami dan Kenangan Terbengkalai Rumah Pedesaan Bergaya Belanda

Berita Terkait

Berita Rekomendasi