Jakarta, REQNews.com -- Hampir tidak ada catatan yang mendeskripsikan Landhuis Kebon Djeroek. Tahun 1929, setelah Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen melakukan survei terhadap rumah-rumah pedesaan di sekujur Omelanden, Landhuis Kebon Djeroek relatif telah hilang dan yang tersisa hanya klokkenstand membusuk di tengah perkebunan.Catatan Andries Teisseire, raja gula Ommelanden yang kali pertama mencatat rumah-rumah pedesaan dan landgoed, tidak menarasikan Landhuis Kebon Djeroek selain; "Di sebelah barat Grogol terdapat land Kebon Jorok of Vredelust atau tanah Kebon Jorok atau Kedamaian, milik warga bebas Guilliaume Elie Teisseire, dilengkapi rumah batu nan bagus di tepi Sungai Pesangrahan. Dua kebon manggis yang indah di dekat rumah menambah keindahan. Sejumlah besar ladang yang diairi untuk menanam padi dan delapan ratus ekor sapi merupakan sebagian besar pendapatan perkebunan ini."Andries Teisseire tidak menyebut siapa yang membangun rumah pedesaan itu; dirinya atau Guilliaume Elie Tesseire -- putranya yang mengambil alih hampir seluruh tanah partikelirnya di Priangan. Juga tidak ada catatan berapa lama Keluarga Teisseire, dengan Andries dan Guilliaume Elie di dalamnya, menempati rumah itu. Yang pasti, saat dibunuh bandit dalam bentrok berdarah Jawa-Tionghoa di Tangerang di penghujung abad ke-18, Andries Teisseire sedang berada di rumah pedesaannya di Tangerang.Deskripsi singkat terakhir Landhuis Kebon Djerok terdapat dalam iklan di Java bode 18 Oktober 1876. Iklan itu berbunyi;......bagian dari perkebunan Kebon Djeroek, yang di atasnya terdapat rumah batu dan bangunan tambahan, serta lumbung padi, penggilingan padi dan minyak. Gambaran serupa tentang Landhuis Kebon Djeroek juga terdapat dalam iklan penjualan di Bataviaasch handelsblad 7 Oktober 1876, yang menyebut rumah batu berlapis ubin di tanah partikelir itu. Penjualnya adalah ahli waris Abdul Adjiet.Iklan terakhir ini terkonfirmasi oleh Regeerings Almanak voor Nederlandsch Indie 1876, yang mencatat pemilik Land Kebon Djeroek adalah Abdullah Adjiet, dengan huurder atau pengelola Kouw Goan. Informasi dalam iklan itu juga memperlihatkan Landhuis Kebon Djeroek masih berdiri megah, dan relatif terawat. Keluarga Teisseire dan Landheer BangkrutTidak ada catatan kapan Landhuis Kebon Djeroek dibangun. Saat Andries Teisseire mencatatnya, rumah pedesaan itu telah diwariskan kepada Guillaume Elie Teisseire. Namun, Elie Tesseire kemungkin tidak dilahirkan dan dibesarkan di rumah ini.Biografisch Woordenboek van Nederlandsch-Indië (BQWNI) di situs indischgenealogischerfgoed.nl mencatat Elie Teisseire lahir di Batavia tahun 1768 atau 1769 dari rahim Catharina Elisabeth Oenen. Tahun 1774 ia dikirim ke Eropa untuk sekolah dan kembali ke Batavia 14 Maret 1788 untuk menjalankan berbagai tugas publik.Elie Teisseire menikah dengan Maria Clara du Chene de Vienne, putri Pieter Joseph de Vienne dari rahim budak bernama Albertina van Passier, tahun 1788. Maria Clara du Chene de Vienne tidak mewariskan estate dari ayahnya tapi cukup kaya dengan warisan berupa uang dan perhiasan. Tiga anak Elie Teisseire dan Maria Clara lahir di Landhuis Kebon Djeroek. Keduanya juga mengangkat dua anak; putra dan putri, Mangli -- budak asal Bali yang dibebaskan, dan dua anak lagi dari wanita pribumi bernama Jansie dan Diana.Landhuis Kebon Djeroek sebelum pergantian abad seakan ramai oleh anak-anak Elie Teisseire dan Maria Clara. Sekeliling rumah pedesaan disulap sebagai perkebunan indigo. Elie Tesseire ahli dalam soal ini, dan banyak yang mengikutinya. Sedangkan Andries Tesseire masih menjalani tugasnya sebagai anggota College van Heemraden, lembaga yang mengadili sengketa tanah-tanah Ommelanden dengan hukum pertanahan Belanda.Memasuki dekade pertama abad ke-19, sitasi berubah. Tahun 1806 Elie Tesseire diangkat sebagai komisaris pertama penanaman tebu. Tahun 1908, jabatan itu ditukar dengan prefek di Dataran Tinggi Jacatras dan Priangan. Pada 1810, Regenschap Jacatrase, Preanger Bovenlanden, dan Cheribonse Preanger disatukan, dan Elie Teisseire menyandang gelar Landrost.Tahun yang sama Elie Tesseire menukar posisinya dari Landrost Cheribonse-Preager menjadi Landrost Ommelanden, yang membuatnya kembali menempati Landhuis Kebon Djeroek. Namun posisi itu tak lama ditempati. Pada September 1811, atau setelah penaklukan Jawa oleh Inggris, ia menjadi pengangguran.Meski sempat menduduki posisi penting sebagai orang tersumpah untuk Banten dan Mahkamah Agung di Batavia, Elie Teiesseire pada akhirnya hidup sebagai warga negara tak resmi di tanah partikelir Panoengangan, Tangerang, selama kekuasaan Inggris.Situasi berubah setelah Inggris mengembalikan Jawa ke Belanda. Bataviaasche Courant edisi 3 Januari 1824 memberitakan Elie Teisseire diangkat sebagai anggota luar biasa Raad van Indie. Tahun 1830 pemerintah Hindia-Belanda menggunakan keahliannya dalam budidaya indigo. Ia berkeliling ke sekujur Jawa Barat untuk meneliti tanah yang cocok ditanami indigo. Ia mendapat gaji tambahan yang cukup untuk menghidupi anak-anaknya.Tahun 1932 Elie Teisseire menetapkan Kabupaten Tjiandjoer, Bandoeng, Soemedang, dan Limbangan, sebagai kawasan produksi indigo. Sebagai inspektur penanaman indigo, Elie Tesseire diperkirakan memperoleh pendapatan sangat besar untuk memenuhi gaya hidup standar elite Belanda di Batavia.Setelah pensiun 1837, Elie Teisseire mengembangkan kapas, teh, dan berbagai komoditas lain di tanah warisan orang tuanya di Preanger dan Ommelanden. Di Kebon Djeroek, tempat dia dan anak-anaknya bermukim, Elie Teisseire menanam berbagai komoditas tapi tetap bergantung pada padi. Ia tidak lagi mengembangkan sapi, seperti yang diwariskan ayahnya.Sialnya, semua komoditas yang ditanam di tanah partikelirnya gagal. Elie Teisseire pandai menanam, tapi tidak piawai melihat trend kebutuhan komoditas global. Kegagalan itu menyebabkan dia menggadaikan hampir seluruh tanah warisan orang tuanya di Preanger dan Ommelanden, termasuk Kebon Djeroek.Pada 21 Juni 1845 Elie Teisseire meninggal dunia pada usia 76 tahun. Ia meninggalkan utang era Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels, dan kewajiban menebus tanah-tanah partikelir yang digadaikan. Elie Teisseire meninggal dalam keadaan bangkrut, yang menyebabkan keluarganya keluar dari Landhuis Keboen Djeroek. Seluruh tanah warisan yang digadaikan menjadi tanggung jawab Weskamer. Landhuis Kebon Djeroek kehilangan tuan. Landheer Pribumi di Landhuis Kebon DeroekTidak ada informasi apa yang terjadi dengan Land dan Landhuis Kebon Djeroek dalam dua dekade pertama sejak Elie Tesseire berpulang. Tahun 1867, Reegerings Almanak voor Nederlandsch Indie mencatat pemilik Kebon Djeroek adalah Rasidi. Landheer pribumi itu diperkirakan menempati Landhuis Kebon Djeroek bersama keluarga dan orang-orang kepercayaannya.Rasidi mengelola Kebon Djeroek sebagai persawahan, perkebunan kacang, dan kelapa. Tidak jelas sampai kapan Rasidi menguasai tanah itu. Tahun 1876, seperti tertera dalam Regeerings Almanak voor Nederlandsch Indie, pemilik Kebon Djeroek adalah Abdullah Adjiet. Sedangkan dalam iklan di Bataviaasch handelsblad 7 Oktober 1876, pemiliknya adalah ahli waris Abdullah Adjiet.Pemilik berikut Kebon Djeroek adalah A Houtman, dengan R.P. du Cloux sebagai administrator. Memasuki abad ke-20, Land Kebon Djeroek dimiliki Maatschappij Eurazia dengan pengelola GG Kievits., yang mempertahankan kepemilikannya sampai diambil alih pemerintah Hindia-Belanda tahun 1918.Saat menjadi Landsdomein, atau tanah negara, Landhuis Kebon Djeroek diperkirakan telah hancur akibat tak lagi ditempati pemiliknya. Alasannya sederhana, gangguan keamanan di sekujur Ommelanden yang nyaris tak tertangani selama lebih seratus tahun. Landhuis Kebon Djeroek seolah bernasib sama dengan pemilik pertamanya, tak bertahan akibat gangguan keamanan yang tak teratasi.

Landhuis Kebon Djeroek dan Kisah Anak Raja Gula yang Bangkrut

Berita Terkait

Berita Rekomendasi