Jakarta, REQNews.com -- Tahun 1980-an, saat saya menjadi wartawan hiburan, saya mendapat tugas mewawancarai Titiek Puspa. Ini bukan sesuatu yang ringan, karena orang yang saya harus temui telah menjadi legenda hidup musik Indonesia.Saya mencari nomor telepon rumah dari kawan-kawan wartawan senior, dan itu tidak sulit. Yang sulit adalah menghubungi Titiek Puspa, dengan terlebih dulu memperkenalkan diri dan menyebut surat kabar.Koran tempat saya bekerja bukan koran besar, tapi media harian yang terbit dua kali dalam sepekan. Orang-orang saat itu menyebut surat kabar saya yellow paper, atau koran kuning -- sebutan untuk media yang menjual gosip dan sensasi.Entah bagaimana, Mbak Titiek -- begitu saya memanggilnya -- menerima telepon saya dan bersedia menerima saya wawancara di rumahnya di Jl Pancoran Timur Raya, Jakarta Selatan.Wawancara berlangsung di ruang tamu. Di semuah meja kecil, tak jauh dari tempat saya ada piano hitam berkilau. Saya hanya sekelebat melihat Mus Mualim, suami Titik Puspa, di kejauhan.Menurut saya, Mbak Titiek terlihat serius. Tak tersenyum. Atau saya yang tak bisa mencairkan suasana. Maklum wartawan baru, dan menghadapi legenda hidup musik Indonesia saat itu.Setelah wawancara, saya keluarkan kamera Fujica sering rusak dan saya potret Mbak Titiek yang saat itu masih cantik meski telah memasuki usia setengah abad. Ini penting sebagai bukti kepada redaksi bahwa saya bertemu langsung dengannya.Usai wawancara saya kembali kekantor di Jl Daan Mogot KM-13, Jakarta Barat. Nalom Meliala, redaktur pelaksana, bertanya kepada saya soal hasil wawancara dengan Titiek Puspa. Saya cerita semuanya.Saya bilang, Mbak Titiek itu rendah hati. Dia mau terima wartawan dari koran kecil seperti saya. Dalam bayangan saya sebelumnya dia tidak menerima wartawan koran kecil, karena terbiasa diwawancarai media-media besar dan majalah.Pak Nalom, demikian saya memanggil redaktur pelaksana saya, mengangguk-angguk. Dia menepuk pundak saya. Pencipta Banyak HitsSecara musikal, saya tak tahu sejak kapan mengenal Titiek Puspa. Yang saya tahu Mbak Titiek pencipta banyak lagu hits. Nurlela, yang dibuat bersama Asbon Madjid, masih dinyanyikan sampai saat ini.Lagu itu kali pertama dinyanyikan Bing Slamet dengan irama pop-jazz. Banyak musisi mengaransir lagu ini, tapi tetap saja menarik dan banyak didengarTahun 1972, dua tahun sebelum Bing Slamet meninggal, Titiek Pusta mencipatkan 'Bing' sebagai penghormatan terhadap rekannya. Tahun 1974, saat Bing Slamet meninggal, Titiek Puspa menyanyikan lagu itu dengan penuh penghayatan. Ia meratap dalam nada yang diciptakan.Namun, Titiek Puspa bisa sangat cerita seperti dalam 'Dansa Yok Dansa' dan 'Apanya Dong', atau menarasikan kisah gadis desa di tengah gemerlap kota dalam 'Bimbi'. Sedangkan dalam 'Kupu Kupu Malam, Titik Puspa menggugat pandangan negatif masyarakat terahdap PSK.Namun, perkenalan secara musikal dengan Titik Puspa dimulai dari lagu 'Jatuh Cinta' yang dibawakan Eddy Silitonga. Lagu ini sangat populer di masanya, dan memperlihatkan betapa Titiek Puspa memahami karakter suara setiap penyanyi yang akan membawakan ciptaannya.Yang juga tak kalah menariknya adalah bagaimana Mbak Titiek menggamkan situasi permukiman (kumuh) Jakarta lewat 'Gang Kelinci'. Kelinci adalah binatang yang sering diasosiasikan dengan gampang hamil dan melahirkan banyak anak.Gang Kelinci adalah sebutan unuk jalan sempit dengan bejibun anak kecil berlarian. Dalam arti sosiologis, lagu ini tentang kaum proletar, atau kaum yang hanya punya anak cucu.Seperti seniman besar lainnya, Titiek Puspa telah tiada setelah jenazahnya masuk liang lahat, tapi karya-karya abadi.Selamat jalan, selamat menuju keabadian, Titik Puspa.

In Memoriam: Titiek Puspa

Berita Terkait

Berita Rekomendasi