Jakarta, REQNews.com -- Tidak ada yang diceritakan Andries Teisseire ketika berkunjung ke Land Tjileboet tahun 1790-an. Tidak ada steenen huis, atau rumah batu, serta rumah-rumah penduduk terbuat dari kayu. Teisseire menulis Land Tjileboet saat itu dimiliki Pariedan, mayor orang-orang Jawa di Batavia.Johannes Hageman, dalam dalam Geschied- en aardrijkskundig overzigt van Java, mengkonfirmasi catatan Teisseire dengan mengatakan Wangsa Dipa -- letnan orang Jawa di Batavia -- mendapatkan Land Tjileboet lewat transaksi 22 Maret 1752, dan melepaskan kepemilikannya ke Pariedan tahun 1790.J Faes, dalam Geschiedenis particulier landbezit op West-Java, menulis tanah-tanah di sekitar Tjileboet, seperti Kampoeng Baroe, Goedong Badak, Tjimapar, Tjiblagong, Tjikalong, Klapa Noenggal, Tjilingsie, Tjiseroa, Tjipamingkis, dan Nambo, adalah tanah-tanah di bawah letnan, kapten, dan mayor etnis Jawa Timur dan Jawa Barat. VOC berharap pemimpin orang-orang Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat, mendatangkan banyak orang dari kampung halaman mereka dan mengolah tanah.Memasuki abad ke-19, tanah-tanah itu perlahan jatuh ke tangan landheer kulit putih, Tionghoa, tapi tak sedikit yang masih dimiliki pemimpin-pemimpin etnis Bali, Jawa, Moor, dan lainnya. Tjileboet dibeli Willem Vincent Helvetius (WVH) van Riemsdijk Jr, putra WVH van Riemsdijk Sr dari rahim Catharina Johanna Margaretha Craan, tahun 1820.Dr VL van de Wall, &nbsp;dalam Oude Hollandsche Buitenplaatsen van Batavia, bercerita Sinjo Sen -- panggilan populer untuk WVH van Riemsdijk Jr di Buitenzorg -- adalah penguasa Tjileboet. Ia memiliki orkestra budak yang terlatih dengan baik dan dipimpin seorang mandor bernama Djoeragan Kemis. Sinjo Sen mengubah sebagian Tjileboet sebagai kawasan peternakan kuda. Ia menangani langsung peternakan itu dan sangat bangga dengan kuda-kuda yang dirawatnya.Ketika Gubernur Jenderal Carel Sirardus Willem van Hogendorp bertemu dengannya dan bertanya soal peternakan sapi, Sinjo Sen sangat marah dan mengeluarkan sumpah serapah dalam Bahasa Melayu di belakang orang nomor satu di Hindia Belanda itu. Maklum, WVH van Riemsdijk Jr tak menguasai Bahasa Belanda dengan baik, tapi bicara dalam Bahasa Melayu seperti pribumi. Ia lahir di Batavia dan tak mendapatkan pendidikan Belanda. Ia tersinggung karena gubernur jenderal tak bertanya soal kuda-kudanya.Van de Wall tak bercerita soal Landhuis Tjileboet, tapi mengindikasikan adanya rumah pedesaan yang dibangun WVH van Riemsdijk Jr saat bercerita soal pertukaran foto. Disebutkan, awalnya foto itu berada di rumah pedesaan Tjileboet, namun ditukar dengan potret Gubernur Jenderal Jeremias van Riemsdijk. Foto yang dimaksud adalah potret diri WVH van Riemsdijk Jr.Beruntung, Sven Verbeek Wolthuys -- keturunan Jannus Theodorus Bik yang sedang bernostalgia dengan tanah-tanah moyangnya -- menyimpan lukisan Landhuis Tjileboet. Tidak ada informasi kapan bangunan satu lantai bergaya oud Indische itu dibangun. Halaman rumah pedesaan itu sedemikian luas, dengan menara lonceng atau slavenbell (lonceng budak) setinggi enam meter dan bagian atas berbentuk kubah yang ditopang empat pilar. Lonceng perunggu di bawah kubah diperkirakan masih berbunyi sampai 1860, meski perbudakan telah dihapus.Lima kolom putih menopang atap galeri depan, dengan pintu ganda besar dan jendela-jendela lebar. Sayangnya galeri samping tak terlihat, juga bangunan tambahan lainnya. Jika WVH van Riemsdijk Jr memiliki orkes budak, Landhuis Tjileboet kemungkinan memiliki gamelanhuis, atau rumah tempat budak-budak berlatih dan menyimpan perlatan musik.Menurut Van de Wall, Sinjo Sen menghiasi sekitar kandang kuda dengan pohon Sandalwood atau cendana. Ia bangga dengan semua itu, dan menceritakan semua yang dimilikinya kepada siapa pun. Sandalwood, seperti terlihat dalam lukisan, juga ditanam di kiri dan kanan Landhuis Tjileboet, selain pohon kelapa dan tanaman lain.Tiga tahun setelah membeli Tjileboet, tepatnya Oktober 1823, WVH van Riemsdijk Jr menikahi Wilhelmina Reynira Martens. Saat itu, WVH van Riemsdijk Jr berusia 38 tahun dan Wilhelmina Reynira Martens berusia 19 tahun. Keduanya segera menetap di Landhuis Tjileboet, mengurus kebun kopi Liberia, 850 hektar sawah, mengembang-biakan kuda, dan mengawasi 50 ekor sapi perah yang menghasilkan susu. Land Tjileboet dan J Th BikKemesraan WVH van Riemsdijk Jr dan Wilhelmina Reynira Martens berakhir Februari 1847. WVH van Riemsdijk Jr meninggal di Batavia dalam usia 62 tahun. Ia tidak memiliki anak, yang membuat Wilhelmina Reynira Martens sepenuhnya mewarisi Land Tjileboet, dengan semua kebun yang menghasilkan banyak uang.Setahun setelah kematian WVH van Riemsdijk Jr, Wilhelmina Reynira Martens menikah lagi dengan bujang lapuk bernama Jannus Theodorus (J Th) Bik. Saat itu, Wilhelmina Reynira Martens berusia 44 tahun dan J Th Bik berusia 51 tahun. Keduanya menikah di Batavia pada 5 Mei 1848, tapi Wilhelmina Reynira Martens menolak pindah dari Tjileboet.J Th Bik memenuhi keinginan istri dengan tinggal di Landhuis Tjileboet dan mengurus kebun kopi, sawah, dan sesekali melukis lanskap di sekelilingnya. Tidak ada kabar apakah orkes budak pimpinan Djoeragan Kemis masih bertahan setelah WVH van Riemsdijk Jr meninggal, dan kuda-kuda masih tetap di kandangnya.Situs genealogieonline.nl mencatat Wilhelmina Reynira Martens mengembuskan nafas terakhir di Landhuis Tjileboet pada 18 November 1862 dalam usia 58 tahun. J Th Bik secepatnya membeli Land dan Landhuis Tjileboet dari Keluarga Van Riemsdijk. Namun, situs genealogieonline.nl mengindikasikan J Th Bik tidak melanjutkan hidup di Landhuis Tjileboet, tapi pindah ke Landhuis Tjiloear untuk hidup bersama seorang wanita Jawa bernama Naima.Ibu Naima, demikian wanita Jawa itu dipanggil penduduk, melahirkan seorang putra di Landhuis Tjiloear. J Th Bik memberi nama anak itu Willem Frederik Theodorus Butijn (WFTB) Bik, dan mengirimnya ke Belanda untuk bersekolah di Sara Maria van Starkenborg Jutting di Delf. WFTB Bik digadang-gadang akan menjadi pemilik tunggal Land Tjiloear dan Tjileboet yang saat itu ditaksir bernilai 19.200.000 florin, atau -- menurut perhitungan situs genealogieonline.nl -- 400 juta euro pada saat ini.Regeerings Almanak voor Nederlandsch Indie 1865 juga menempatkan J Th Bik sebagai pemilik Land Tjileboet dan Tjiloear, yang sampai 1870 dan diurus sendiri. Lima tahun berikut J Th Bik mengangkat Pieter Vreede Bik sebagai administrator, dan tahun 1874 menyewakan jangka panjang tanah partikelir itu kepada Phoa Tjeng Tjoan.Setahun kemudian J Th Bik meninggal dunia di Batavia. Regeerings Almanak voor Nederlandsch Indie mencatat pemilik Land Tjileboet adalah Erven (ahli waris) J Th Bik. Saat itu, WFTB Bik baru berusia sembilan tahun, yang membuat Land Tjileboet berada di bawah pengawasan Weeskamer te Batavia sampai ahli waris dewasa.Lima tahun kemudian muncul kabar dari Delf, Belanda, bahwa WFTB Bik meninggal dunia pada 28 Juni 1880 dalam usia 14 tahun. Regeerings Almanak voor Nederlandsche Indie 1881 menulis pemilik Land Tjileboet adalah Pieter Vreede Bik, adik J Th Bik. Saat itu Landhuis Tjileboet tak terurus dan mulai membusuk.Land Tjileboet yang membentang seluas 3.578 bouw atau 2.528 hektar dengan cepat berganti landheer. April 1883 Pieter Vreede Bik meninggal dunia di Den Haag pada usia 76 tahun. Namun, Regeerings Almanak voor Nederlandsche Indie sampai 1886 masih mencatat pemilik Land Tjileboet adalah Pieter Vreede Bik. DihancurkanJan Pieter Vreede Bik, keponakan J Th Bik, mengontrol Land Tjileboet sampai kematiannya tahun 1905, namun De locomotief edisi 4 Maret 1907 masih menyebutnya sebagai pemilik Land Tjileboet. Saat itu, Land Tjileboet ditinggal kabur administratur WH Staverman, yang hidup bergelimang kemewahan dan punya kuda balap.Dua dekade berikutnya, Regeerings Almanak voor Nederlandsch India mencatat dua nama sebagai pemilik Land Tjileboet; DJ Vreede Bik dan janda Mr MPA Coster, dengan WH Vorstman, AW Visser, dan terakhir SC Ravens, begantian sebagai administratur.Menariknya, siapa pun pemilik Land Tjileboet, tidak ada yang peduli dengan Landhuis Tjileboet. Sementara itu lingkungan Land Tjileboet, setelah stasiun kereta api selesai dibangun 1873, relatif telah berubah. Stasiun KA Tjileboet hanya berjarak 200 meter dari Landhuis Tjileboet, yang membuat perubahan di sekitarnya sedemikian cepat.Tahun 1925, Landhuis Tjileboet -- setelah lebih tiga dekade tak berpenghuni -- dihancurkan. Tidak ada yang tersisa dari era keemasan WVH Riemsdijk Jr dengan segala ceritanya.

Landhuis Tjileboet atau Rumah Sinjo Sen

Berita Terkait

Berita Rekomendasi