JAKARTA, REQnews — Warga Maluku berduka. Mantan Gubernur Provinsi Maluku periode 2014–2019, Said Assagaff, dikabarkan meninggal dunia di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM), Jakarta.&nbsp;Almarhum sebelumnya dirawat selama beberapa waktu sebelum akhirnya berpulang. Informasi ini mengguncang komunitas masyarakat Maluku, baik di kampung halaman maupun yang tinggal di perantauan.&nbsp; Kabar ini menghidupkan kembali memori tentang perjalanan panjangnya: dari seorang birokrat karier, hingga menjadi salah satu pucuk pemerintahan provinsi di wilayah kepulauan yang penuh tantangan.&nbsp; Jejak Karier: Dari Birokrat Hingga Gubernur&nbsp; Bappeda Provinsi Maluku menjadi panggung awal bagi Said Assagaff membangun kariernya. Ia pernah menduduki sejumlah posisi penting, mulai dari Kepala Sub-Pertanian, Kepala Bidang Ekonomi, hingga berbagai jabatan di bidang perencanaan dan pembangunan. Tak berhenti di situ, sebelum dipercayakan memimpin provinsi, ia sempat menjabat sebagai Sekretaris Daerah Provinsi Maluku, sebuah posisi strategis di birokrasi daerah.&nbsp;&nbsp; Pada 15 September 2008, residensinya berubah ketika ia dilantik sebagai Wakil Gubernur hingga 2013.&nbsp; Puncaknya terjadi pada 10 Maret 2014, saat ia resmi menjabat sebagai Gubernur ke-12 Provinsi Maluku, sampai 10 Maret 2019.&nbsp;&nbsp; Selepas masa jabatan, jejak langkahnya tetap dikenang bukan hanya sebagai pejabat, tetapi sebagai seorang putra daerah yang memahami seluk-beluk pemerintahan dan kompleksitas realitas Maluku.&nbsp; Memimpin Maluku: Harapan, Realitas, dan Tantangan&nbsp; Memimpin provinsi kepulauan seperti Maluku adalah tantangan berat. Terbentang ribuan pulau, kebhinekaan suku dan budaya, serta kesenjangan infrastruktur dan layanan publik membuat tugas gubernur jauh dari mudah. Dalam konteks itulah latar belakang birokrasi panjang yang dialami Said dianggap sebagai modal berharga, pemahaman administratif, perencanaan daerah, dan sensitivitas terhadap kondisi lokal.&nbsp; Bagi banyak warga, kehadirannya sebagai gubernur memberi harapan bahwa pemerintahan bisa dijalankan oleh orang “asli Maluku” bukan sekadar figur politik dari luar, tetapi seseorang yang paham medan dan dekat dengan akar masalah. Keputusan-keputusan yang dibuat semasa kepemimpinan sering diharapkan menjawab kebutuhan riil masyarakat, bukan sekadar janji kampanye.&nbsp; Meski demikian, memimpin daerah seperti Maluku juga sarat dilema: antara aspirasi pembangunan, keterbatasan anggaran, tantangan geografis, dan harapan besar masyarakat. Warisan kepemimpinan Said dengan segala upaya, keterbatasan, dan dinamika menggambarkan betapa kompleks memimpin provinsi dengan karakter unik.&nbsp; Kenangan dari Kolega &amp; Warga - Suara Kesedihan dan Hormat&nbsp; Sejumlah pejabat daerah, kolega lama, dan masyarakat Maluku di perantauan menyampaikan dukacita dan penghormatan atas kepergian Said Assagaff.&nbsp; “Pak Said bukan sekadar mantan gubernur, ia adalah representasi putra Ambon yang mengabdi untuk Maluku, dari akar hingga pucuk pemerintahan. Hari ini kita kehilangan sosok yang pernah membawa harapan bagi banyak warga di pelosok.” ucap Seorang pejabat provinsi/kolega lama.&nbsp; “Bagi kami, kepergian beliau seperti hilangnya titik temu antara birokrasi dan masyarakat. Sosok yang pernah terasa dekat kini telah pergi, meninggalkan ruang kosong dalam ingatan kolektif Maluku.” ujar Warga Maluku perantauan di Jakarta. Suara-suara seperti ini menggambarkan bahwa kehadiran Said bagi banyak orang lebih dari sekadar jabatan, melainkan harapan, identitas, dan rasa memiliki terhadap tanah kelahiran. Warisan dan Refleksi: Lebih dari Sekadar Data&nbsp; Warisan yang ditinggalkan Said Assagaff seakan menyampaikan banyak pelajaran. Bahwa kepemimpinan dari “akar” birokrasi membawa modal pemahaman nyata terhadap prosedur, pembangunan, dan realitas lokal sesuatu yang sangat dibutuhkan di provinsi seperti Maluku. Bahwa memimpin daerah bukan sekadar soal janji, tetapi komitmen terhadap keadilan sosial, pelayanan publik, dan pemerataan dengan segala tantangan yang menyertainya. Bahwa integritas, empati, dan kesetiaan kepada tanah kelahiran bisa menjadi fondasi pengabdian, meskipun dalam kondisi sulit dan sering kali memunculkan kontroversi.&nbsp; Wafatnya Said selain mengundang duka, tetapi juga mengundang refleksi: tentang bagaimana masyarakat dan generasi penerus menyikapi warisan kepemimpinan, apakah sebagai catatan sejarah belaka, atau sebagai panggilan untuk terus memperjuangkan keadilan dan kemajuan di Maluku.&nbsp; Kini, pintu masa lalu tertutup. Kursi kepemimpinan telah berpindah tangan. Tetapi ingatan, kisah, dan warisan Said Assagaff tetap hidup, dalam kenangan kolektif, dalam laporan pemerintahan, dan di benak masyarakat Maluku, mana pun mereka berada.&nbsp; Semoga beliau mendapatkan tempat terbaik di sisi-Nya. Semoga Maluku, dengan segala potensi dan tantangannya, terus berjalan maju, diiringi doa, kesadaran bersama, dan semangat memperjuangkan keadilan serta pemerataan yang dulu sempat dicita-cita oleh putra Ambon itu.&nbsp; Selamat jalan, Pak Said. Terima kasih atas segala pengabdianmu untuk Maluku, semoga cerita ini menjadi pijakan bagi mereka yang datang sesudahmu.

Selamat Jalan, Sang Putra Ambon: Mengenang Said Assagaff dalam Catatan Terakhir

Berita Terkait

Berita Rekomendasi