JAKARTA, REQnews – Rizky Amelia, perempuan yang diduga kuat menjadi korban kekerasan seksual atau pemerkosaan yang dilakukan atasannya, anggota Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan, Syafri Adnan Baharuddin (SAB), kembali buka suara pada Minggu (3/2/2019) di kantor Yayasan Lokataru (kantor hukum &amp; HAM). Ia mempersoalkan ketidakadilan yang dilakukan Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan, Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) dan pihak Presiden RI. Pada kesempatan itu, Amel, demikian ia biasa disapa, didampingi kuasa hukumnya Heribertus S Hartojo dan Haris Azhar berikut pendamping Amel, Ade Armando. Disebutkan oleh Amel, Haris dan Ade bahwa SAB telah mengajukan pengunduran diri pada pihak Presiden RI dan telah dikabulkan dengan Keppres Nomor 12 tahun 2019. Sayangnya Keppres tersebut tidak menyinggung sama sekali nama Amel yang menjadi korban. Amel, Haris, Ade dan Heribertus menegaskan bahwa Amel adalah korban kekerasan seksual. Hubungan keduanya selama 2017-2018, dilakukan bukan karena suka sama suka melainkan bertepuk sebelah tangan. Syafri suka pada Amel dan sebaliknya Amel tidak. Empat kali Amel dipaksa melakukan hubungan intim hingga memunculkan rasa sakit hati dan trauma pihak Amel. Sebenarnya persoalan ini telah dilaporkan Amel kepada Ketua Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan dan anggota dewan pengawas lainnya termasuk pada pihak DJSN namun hasilnya tidak memuaskan Amel sebagai korban. Amel juga telah bersurat pada presiden namun hingga kini tidak ada respon.<img style="width: 800px;" src="https://photo.reqnews.com/images/f5c991f5d154a5128699f0dd5cb7e57b.jpg"> Amel dan Heribertus juga telah melaporkan kasus ini ke Bareskrim Mabes Polri hingga menggugat secara perdata. Kini pihak kepolisian sedang memprosesnya. Merasa difitnah dan telah membuka kasus ini di hadapan publik, pihak SAB juga telah melapor balik Amel dan Ade Armando pada pihak kepolisian. Kata Amel, “Saya sudah terluka, mengalami trauma, saya benar-benar merasa sakit hati. Saya ingin bebas dari beban psikis dan saya ingin DJSN memulihkan nama baik saya, apalagi masih ada warga masyarakat bahkan sahabat dekat saya yang masih menganggap saya cewek gak benar!” Berikut adalah kutipan lengkap curahan hati Amel pada hari Minggu (3/2/2019) siang di kantor Lokataru. Curahan hatinya disampaikan di hadapan puluhan wartawan termasuk REQnews: Saya sebenarnya sangat kecewa sekali. Kenapa? Karena mengalami ini lebih dari dua tahun (2016-2018). Saya memang sudah menceritakan kisahnya akhir tahun 2018 lalu dan sudah banyak yang tahu. Ketika saya melaporkan pada Ketua Dewan Pengawas (BPJS Ketenagakerjaan), saya berharap akan ada upaya-upaya yang adil, dalam arti mereka melakukan investigasi terhadap laporan saya. Saya juga berharap mereka juga melaporkan atau membentuk dewan etik, tetapi mereka tidak melakukannya. Sejak tanggal 28 November dan 30 November 2018 itu, sudah dua anggota dewas yang saya temui (mengadu). Belakangan keputusannya adalah (saya) mendapat skorsing dan setelah itu saya di-PHK. Saya kira waktu itu saya dipanggil (hanya) untuk konseling, untuk, kenapa seperti ini, yang seperti inilah yang seharusnya dilakukan oleh dewan pengawas. Saya tidak tahu sama sekali kalau saya sendiri pun yang harus melaporkan kepada DJSN dan saya sendiri juga yang bersurat dalam keadaan susah-payah dalam kesakitan saya saat ada di rumah sakit. Jadi saya tulis dua surat; kepada presiden dan kepada DJSN. Sekali lagi, seharusnya bukan saya yang menulis surat ini melainkan pihak dewan pengawas. Tetapi tidak apa-apa. Saya tetap menulis dengan harapan memang, DJSN yang memang berhak mengeluarkan wewenang salah atau tidaknya, tercela atau terpujinya perbuatan SAB itu.<img style="width: 800px;" src="https://photo.reqnews.com/images/21d932089ec1c7f1bc2a9bbe69f26f97.jpg"> Surat dikirim tanggal 6 Desember 2018. Seperti tadi dijelaskan Pak Haris, kronologisnya memang saya tidak mengerti, mengapa surat saya dikembalikan, sementara tim panel di DJSN sudah dibentuk pada 19 Desember, yang seharusnya menurut UU itu pada 16 Desember mereka sudah mengadakan sidang. Tetapi sidang panel baru diadakan pada 11 Januari 2019. Saya dipanggil pertama kali untuk sidang, padahal saya baca siaran persnya DJSN, mereka menyatakan dengan jelas, mereka bersurat kepada presiden tanggal 31 Desember terkait surat pengunduran diri SAB yang, padahal di tanggal 31 Desember itu juga, surat pengaduan saya baru terdaftar, baru teregistrasi dengan nomor (resmi) DJSN. Saya tidak mengerti. Saya kira kenapa saya sangat menuntut hasil dari laporan DJSN. Saya lelah. Saya ingin nama baik (saya) terpulihkan karena DJSN sudah membentuk sidang dan mereka menemukan betapa tidak etisnya percakapan-percakapan atau bukti-bukti lain yang saya serahkan kepada tim panel dan DJSN. Sekali lagi saya butuh laporan itu agar saya bisa melanjutkan hidup saya dan bisa membuktikan kepada orang-orang yang terus-menerus mempertanyakan mengapa baru lapor, mengapa sudah empat kali, baru ada laporan. Saya butuh itu. (Sambil menangis) Apakah mereka ingin saya tetap bekerja? Saya tetap diam. Sementara saya (dianggap) menjual seks saya kepada SAB. Saya ingin menghentikan eksploitasi seks terhadap saya. Saya ingin bekerja dengan otak saya (masih dengan isak tangis). Kalau SAB memaksa saya melakukan itu (kekerasan seksual) kepada saya, saya selalu membaca job desc saya, apakah ada, di butir mana pun, ada asisten ahli melayani atasannya atau harus melakukan hubungan seks dengan atasannya. Saya tidak pernah membaca di dalam SK saya. Saya hanya menuntut hak saya sebagai pekerja wanita, pekerja perempuan, agar saya bisa bekerja sesuai dengan otak saya, bukan dengan tubuh atau seks. Saya rasa kalau memang ini design atau seperti apa yang sudah saya baca perundungan-perundungan selama ini, kenapa saya tidak resign, mana pacar saya, loh…, apa maksudnya dengan seperti itu, apakah kalau saya resign, saya bergantung pada pacar saya? Saya tidak pernah minta sepeser pun uang pada pacar saya maupun kepada orang tua saya. Saya ingin bangga, saya ingin bisa survive dengan kemandirian saya, bahkan saya ingin membanggakan kedua orang tua saya karena pernah bekerja di lembaga pemerintah yang terhormat, BPJS Ketenagakerjaan. Apalagi saya butuh banget surat keputusan DJSN itu untuk bisa melanjutkan hidup saya agar saya tidak dicap cewek tidak benar. Saya tidak menyangka reaksi publik selama ini. Saya kira sangat pro kepada saya, tetapi karena saya mengaktifkan akun facebook saya lagi, saya baru tahu, ternyata memang tidak semua persepsi masyarakat itu baik pada perempuan yang menjadi korban pemerkosaan. Ternyata di mata mereka, saya yang bersalah apalagi itu diucapkan oleh teman-teman terdekat saya selama ini. Di kantor, di rumah, di mana pun. <img style="width: 533px;" src="https://photo.reqnews.com/images/58d6d7762ac46ff423b67404de92ad48.jpg"> Saya butuh surat itu agar ini menjadi kemenangan bagi kaum perempuan, kemenangan bahwa memang sulit untuk mengungkapkan, tetapi sampai kapan, sampai kapan kita berdiam dan sampai kapan tubuh kita…, padahal kita bukan penjaja seks harus demi…(masih dengan isak tangis). Intinya saya meminta keputusan DJSN agar dapat memulihkan kondisi psikis saya atas perundungan-perundungan ini yang, saya kira masyarakat Indonesia friendly, sangat bersahabat dan ramah tamah terhadap perempuan yang menjadi korban pemerkosaan. Saya butuh surat DJSN agar ini tidak sekedar masalah seks tetapi masalah psikis dan psikologis yang saya alami. Yang saya alami selama dua tahun ini.(*/Bos)

Begini Permintaan Amel, Korban Kekerasan Seksual SAB

Berita Terkait

Berita Rekomendasi