JAKARTA, REQnews - Merkuri atau kerap disebut raksa, merupakan jenis logam senyawa anorganik dan organik.
Masuknya merkuri ke dalam alam, baik itu ke air, tanah maupun udara, berpotensi mencemari lingkungan hidup, dan dapat membahayakan kesehatan manusia dan makhluk hidup yang lain. Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU 32/2009), Pasal 1 angka 14 mengatakan pencemaran lingkungan hidup merupakan masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, maupun komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia, sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan.
Dalam UU 32/2009 juga mengatur larangan bagi setiap orang untuk tidak melakukan dumping limbah atau bahan ke media lingkungan hidup tanpa izin. Larangan tersebut diperlengkapi dengan sanksi pidana bagi setiap orang yang melakukan perbuatan melawan hukum dengan cara memasukkan merkuri tersebut ke dalam alam baik itu ke dalam air, tanah maupun udara.
Sanksi pidana dalam melaksanakan hal sebagaimana dimaksud, dapat dikenakan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp.3.000.000.000,00 (tiga milyar Rupiah).
Pada dasarnya, kegiatan dumping diperbolehkan menurut hukum, namun kegiatan membuang, menempatkan, maupun memasukkan limbah atau bahan dalam jumlah, konsentrasi, waktu, dan lokasi tertentu wajib untuk memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu ke media lingkungan hidup.
Merkuri sebagai salah satu bahan berbahaya, sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 1 angka 1, Peraturan Pemerintah Nomor 74 tahun 2001 tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya Dan Beracun (PP 74/2001), menyatakan bahan berbahaya dan beracun (B3) ialah &nbsp;bahan &nbsp;yang memiliki sifat atau konsentrasi atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan maupun merusak lingkungan hidup, dan atau dapat membahayakan lingkungan hidup , kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lainnya. &nbsp;
Dalam PP 74/2001, juga mengatur wewenang pengawasan terhadap pemakaian merkuri, khususnya dalam Pasal 28 ayat 1 sampai ayat 3.
Dalam melakukan pengawasan terhadap pemakaian merkuri, wajib dilakukan oleh instansi yang bertanggung jawab dan instansi yang berwenang sesuai dengan bidang tugasnya masing-masing, serta dapat diserahkan menjadi urusan daerah Provinsi, Kabupaten atau Kota memalui penetapan oleh instansi yang bertanggung jawab dan atau instansi yang berwenang di bidang tugasnya masing-masing.
Selain dari UU 32/2009 dan PP 74/2001, pengawasan penggunaan merkuri juga telah diatur dalam Peraturan Daerah setempat, misalnya pada Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Barat Nomor 4 tahun 2007 tentang Pengendalian Distribusi &nbsp;dan Penggunaan Merkuri Serta Bahan Sejenisnya (Perda Kalbar 4/2007).
Lebih spesifik, Perda Kalbar 4/2007 juga mengatur ketentuan pidananya, dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp.50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) yang merupakan pelanggaran.
&nbsp;
Penulis - Leonardo Sanjaya
&nbsp;
&nbsp;
&nbsp;

Hati-hati! Hukum Lingkungan Hidup tentang Penggunaan Merkuri, Bisa Kena Denda Sampai 3 Miliar Rupiah

Berita Terkait

Berita Rekomendasi