Berlin, REQNews.com -- Setiap tahun <a href="https://ananova.news/how-i-gave-communism-the-kiss-off-says-berlin-wall-boss/">keruntuhan Tembok Berlin</a>, yang membelah Jerman; Barat dan Timur, dirayakan. Namun satu sosok yang memicu keruntuhan tembok itu seolah tak pernah disebut, apalagi dilibatkan.Sosok itu adalah seorang pria bernama Harald Jaeger, yang kini berusia 79 tahun. Tahun 1989 -- saat peristiwa bersejarah itu terjadi -- Jaeger adalah wakil kepala pos pemeriksaan perbatasan Republik Demokratik Jerman (GDR) di Bornholmer Strasse di distrik Prenzlauer Berg, Berlin Timur.Pemerintah Jerman Timur baru saja mengumumkan berakhirnya larangan bepergian ke Barat. Namun, seperti diberitakan Der Spiegel tahun 2009, juru bicara Gunter Schabowski tidak membaca perintah itu dan menginformasikan sesuatu yang salah kepada wartawan."Perjalanan pribadi ke luar negeri kini dapat dilakukan tanpa persyaratan," kata Schabowski.Wartawan kaget. Ketika seorang wartawan membacakan perintah Jerman Timur, Schabowski kelabakan. Ia kelabakan.Sialnya, konferensi pers itu telah disiarkan televisi Barat dan Timur. Di Jerman Timur, pengumumkan keliru Schabowski menggerakan ratusan ribu orang mendekat ke perbatasan, tepat di samping tembok.Jaeger menelepon bosnya, dan mengatakan betapa dia dan semua penjaga berusaha mati-matian menahan gelombang manusia. Kolonel Ziegenhorn, sang bos, berteriak; "Mengapa Anda menelepon saya karena omong kosong itu. Schabowski pasti tahu ada sesuatu yang salah."Ketiadaan perintah dari atasan membuat Jaeger bekerja dengan nalurinya. Pukul 23:00 malam, tanggal 9 November, ketika sekitar 500 ribu warga Jerman Timur berdesakan di samping tembok, Jaeger mengangkat penghalang.Petugas pos pemeriksaan lain di sekujur Berlin, di sisi Jerman Timur, mengikuti teladan Jaeger. Ratusan ribu penduduk Berlin memasuki Jerman Barat.Jaeger, didorong oleh rasa kemanusiaan paling sederhana, sedang memulai sesuatu, yaitu reunifikasi Jerman. Kurang satu tahun setelah peristiwan itu, satu negara yang terpaksa pecah dengan alasan ideologi setelah Perang Dunia II kembali bersatu.Jaeger selalu mengenang saat-saat itu. "Malam itu, hanya ada satu pilihan, mengangkat gerbang membiarkan warga Jerman Timur lewat."Menurutnya, dia belajar banyak dalam empat jam sebelum memerintahkan palang pintu dibuka. Pelajaran, lanjutnya, yang jauh lebih penting dibanding gemblengan yang diterimanya selama 30 tahun di bawah rezim komunis."Kami membuat kesalahan politik," kata Jaeger. "Hak asasi manusia benar-benar diabaikan. Kami mencegah orang bepergian, kami merampas hak orang untuk bebas, kami mengunci mereka."Jaeger bergabung dengan otoritas perbatasan Jerman Timur pada usia 18 tahun. Ia ditempa sedemikian rupa sebagai penjaga kedaulatan."Saya lega tidak ada kekerasan yang terjadi pada malam bersejarah itu," katanya. "Saya bangga melakukan sesuatu yang kecil yang mengubah jalan sejarah."Ayah tiga anak ini juga masih mengenang satu hal, yaitu apa yang akan terjadi pada warga Jerman Timur dan penjaga perbatasan jika keadaan menjadi di luar kendali.Jam-jam berikut palang pintu dibuka, orang-orang menaiki Tembok Berlin, meruntuhkan bata demi bata, sampai akhirnya tembok tebal itu runtuh.

33 Tahun Keruntuhan Tembok Berlin: Pria Inilah yang Memicu Penghancuran Itu

Berita Terkait

Berita Rekomendasi