JAKARTA, REQnews - Pihak ahli waris Brata Ruswanda, Wiwik Sudarsih meminta Bareskrim Polri untuk mengembalikan surat tanah miliknya yang disita sebagai barang bukti selama bertahun-tahun. Sebelumnya, surat-surat tersebut disita sebagai barang bukti dalam kasus sengketa lahan dengan mantan Bupati Kotawaringin Barat (Kobar), Kalimantan Tengah, Nurhidayah.&nbsp; Wiwik pun mengaku tak terima surat tanahnya dengan objek seluas 10 hektare dinyatakan palsu oleh Dirtipidum Bareskrim Polri Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro.&nbsp; "Saya datang ke sini untuk mengambil surat-surat yang ada di Mabes Polri. Pokoknya, apa pun alasannya seharusnya diberikan, karena itu kan kita sudah meminta, sudah lebih dari empat kali kami datang ke sini," kata Wiwik di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan pada Senin 24 Februari 2025.&nbsp; Sementara itu, Kuasa Hukum Wiwik, Poltak Silitonga menyebut jika Djuhandani telah menyebarkan berita palsu (hoaks), terlebih belum ada proses pengadilan. Karena menurutnya, pengadilan lah yang berhak memutuskan surat milik kliennya palsu atau tidak.&nbsp; "Kami datang melapor ke sini karena ada pernyataan Dirtipidum Mabes Polri yang mengatakan bahwa surat tanah daripada milik klien saya ini adalah palsu," kata Kuasa hukum Wiwik, Poltak Silitonga.&nbsp; "Seharusnya seorang jenderal harus hati-hati berbicara. Kalau menyatakan palsu berarti kan pengadilan yang mengatakan itu yang berhak," lanjutnya.&nbsp; Pihaknya pun mengaku kecewa dengan Polri karena kliennya telah mencari keadilan selama tujuh hingga delapan tahun lamanya dalam perkara yang dinilai mandek prosesnya.&nbsp; "Padahal ini kita tidak pernah dilaporkan siapa. Kita hanya melaporkan Bupati Kota Waringin Barat (Nurhidayah) yang sekarang ini mau menguasai tanah milik daripada klien kita ini. Karena Bupati Kota Waringin Barat kita duga menggunakan surat palsu untuk menguasai lahan itu," katanya.&nbsp; Sebelumnya, pelaporan terhadap mantan kepala daerah itu dilayangkan Tahun 2018 dengan laporan polisi (LP) Nomor: LP/1228/X/2018/BARESKRIM dan Laporan Polisi Nomor: LP1229/X/2018/BARESKRIM.&nbsp; Lebih lanjut, Poltak menjelaskan bahwa ketika dalam proses penyelidikan, penyidik meminta surat tanah milik kliennya yang merupakan anak pertama Brata Ruswanda. Kemudian, Wiwik sebagai pelapor pun memberikan surat tanah asli tersebut.&nbsp; &nbsp; "Tetapi, karena kita sudah menduga ada konspirasi antara penyidik dengan Bupati Kotawaringin Barat yang berkuasa itu dibujuk-bujuk lah ibu ini untuk memberikan suratnya. Tanpa di dampingi pengacara gitu loh," kata dia.&nbsp; Wiwik pun akhirnya memberikan sertifikat tanahnya dengan harapan segera diproses penyidik, namun perkara itu tidak tuntas hingga 2024. Hingga akhirnya, Wiwik memberi kuasa kepada dirinya untuk melakukan pendamping hukum.&nbsp; Selanjutnya, pihak kliennya bersurat ke Bareskrim Polri pada tahun 2024 agar surat tanah yang diambil dikembalikan.&nbsp; "Diambil pun itu berdasarkan kita itu tidak tahu, karena kalau penyitaan itu harus ada izin pengadilan, tetapi ini tidak ada, diambil begitu saja dengan membujuk-bujuk ibu ini," lanjutnya.&nbsp; Pihaknya pun kemudian mencari tahu mengapa Polri enggan menyerahkan sertifikat tanah milik Wiwik. Kemudian, Poltak mengatakan bahwa berdasarkan informasi, ada seorang kontraktor yang menyerahkan uang Rp8 miliar.&nbsp; Pihaknya pun menduga jika uang tersebut diberikan untuk para penyidik agar tidak melanjutkan penanganan kasus dan menyita surat-surat tanah milik kliennya yaitu Wiwik.&nbsp; "Itu kan info yang kita dengar ya. Tetapi, ketika kita datang lagi untuk meminta surat itu sampai datang empat kali dari Kalimantan. Ibu ini sudah tua, sudah 69 tahun tidak juga diberikan. Katanya sabar-sabar," ucapnya.&nbsp; Kliennya pun sudah tak sabar karena telah menunggu bertahun-tahun tak kunjung ada kejelasan. Untuk itu, Wiwik kemudian melaporkan Brigjen Djuhandani ke Divisi Propam Polri.&nbsp; Laporan tersebut terkait dugaan menggelapkan, menyembunyikan, dan menahan tanpa dasar hukum, surat-surat berharga yang merupakan barang bukti.&nbsp; Namun, pihaknya pun mengaku terkejut karena setelah dilaporkan, Djuhandani justru mengatakan jika sertifikat tanah Wiwik palsu.&nbsp; "Loh. Kami terkejut dengan ada perkataan yang mengatakan surat kami itu palsu. Itu adalah berita bohong yang disampaikan oleh Dirtipidum," katanya.&nbsp; Djuhandani kembali dilaporkan ke SPKT Bareskrim Polri atas dugaan melanggar Pasal 28 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang ITE dan Pasal 390 KUHP mengatur tentang tindak pidana menyebarkan berita bohong yang merugikan orang lain.&nbsp; Namun, Poltak mengatakan jika laporan yang dilayangkan oleh pihaknya ditolak, karena pernyataan Djuhandani dinilai penyidik tidak terdapat unsur pidana.&nbsp; Dirtipidum Bareskrim Polri Brigjen Djuhandani Rahardjo Puro pun membantah tuduhan pihak Wiwik, menurutnya penyitaan yang dilakukan oleh penyidik telah sesuai aturan.&nbsp; Ia menjelaskan mulanya ada laporan tentang pemalsuan. Pelapor memberikan alat-alat bukti atau barang bukti berupa sertifikat.&nbsp; Namun, Djuhandhani menyebut bahwa dalam proses penyidikan ditemukan barang bukti yang menjadi objek ternyata palsu berdasarkan hasil uji laboratorium forensik (labfor).&nbsp; “Ada ketentuan dari KUHAP menyatakan, kalau barang itu sudah tidak dipakai proses penyidikan, tentu saja dikembalikan kepada pemilik. Dalam proses itu kan ada sebuah gelar perkara, nah gelar perkara yang dilakukan setelah itu saat ini sedang proses. Kalau prosesnya sedang proses gelar, apakah boleh saya serahkan? Walaupun pelapor minta ya,” kata Djuhandani kepada wartawan Jumat 21 Februari 2025.&nbsp; Menurutnya, sesuai Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), barang bukti itu akan dikembalikan dengan catatan, karena surat dokumen yang diuji di laboratorium forensik non-identik.&nbsp; Jenderal bintang satu Polri itu pun mengaku pihaknya akan tetap menjaga agar jangan sampai surat tersebut digunakan untuk perbuatan lain, bukan digelapkan.&nbsp; Pihaknya pun mengaku akan tetap dalam menangani kasus tersebut secara profesional. Sementara, terkait dengan adanya laporan di Propam Polri, akan dijadikan sebagai koreksi dan evaluasi bagi dirinya bersama jajaran.&nbsp; “Insya Allah, kami selalu melalui proses secara profesional, kita gelarkan, hasil gelar kita itu yang menjadi panduan, dan saat ini sudah digelarkan, sudah selesai," kata dia&nbsp; "Hanya masih proses pengawasan pengendalian pimpinan untuk langkah kita lebih lanjut. Jadi bukan digelapkan, kasihan penyidik sudah kerja bagus dilaporkan penggelapan,” ujarnya. &nbsp;

Warga Kalteng Minta Surat Tanahnya Dikembalikan Usai Disita Bareskrim Bertahun-tahun

Berita Terkait

Berita Rekomendasi