JAKARTA, REQnews - Marak pemberitaan terkait mantan<a href="https://www.reqnews.com/read/news/86564/geger-pecatan-tni-al-jadi-tentara-bayaran-rusia-dan-pangkatnya-selevel-ini"> prajurit TNI AL</a> yang kini bergabung dengan Tentara Rusia. Menteri Hukum Supratman Andi Agtas menegaskan jika mantan prajurit TNI AL bernama Satria Arta Kumbara telah memenuhi unsur kehilangan kewarganegaraan RI.&nbsp;"Dengan demikian Saudara Satria Arta Kumbara telah memenuhi unsur kehilangan kewarganegaraan RI sebagaimana diatur Pasal 23 huruf d dan huruf e, serta Pasal 31 ayat (1) huruf c dan huruf d Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 2007," kata Supratman kepada wartawan, Selasa 13 Mei 2025.&nbsp;Kementerian Hukum dan Kementerian Luar Negeri (Kemlu) berkoordinasi dengan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Moskow untuk menyampaikan jika mantan prajurit TNI AL ini bukan lagi warga negara Indonesia."Kementerian Hukum Kementerian Luar Negeri melalui KBRI di Moskow untuk segera mungkin menyampaikan laporan kehilangan kewarganegaraan atas nama Satria Arta Kubara yang telah terindikasi bergabung dengan tentara kedinasan Rusia tanpa seizin Presiden tersebut kepada Kementeri Hukum cq Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum sesuai prosedur dan ketentuan yang diatur dalam PP No. 2 Tahun 2007 jo Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI No. 3 tahun 2004 tentang Perubahan Atas Permenkumham No. 47 Tahun 2016 tentang Tata Cara," katanya.&nbsp;Pengamat keamanan Institute for Security and Strategic Studies Khairul Fahmi mengemukakan jika hal ini menegaskan bahwa meski sistem rekrutmen TNI telah memiliki standar seleksi ketat namun belum menjamin adanya integritas dan loyalitas dalam jangka panjang.&nbsp;“Ini menunjukkan bahwa meskipun sistem rekrutmen TNI saat ini sudah memiliki standar seleksi yang ketat, meliputi aspek psikologi, ideologi, dan disiplin, masih ada kemungkinan individu yang lolos seleksi ternyata tidak mampu mempertahankan integritas dan loyalitas dalam jangka panjang,” kata Khairul Fahmi kepada REQnews pada Rabu 14 Mei 2025.&nbsp;Maka, ia menegaskan bahwa kasus ini seharusnya bisa menjadi momentum evaluasi terhadap pembinaan karakter dan loyalitas prajurit.&nbsp;“Pembinaan karakter dan loyalitas prajurit tak cukup berhenti di tahap rekrutmen, tetapi harus terus dikuatkan sepanjang masa dinas, termasuk dengan sistem pembinaan, pengasuhan dan pengawasan yang adaptif terhadap potensi penyimpangan perilaku,” katanya.&nbsp;Selain itu, dari sisi intelijen, keterlibatan eks prajurit TNI AL ini juga bisa berpotensi menimbulkan risiko apabila mantan anggota tersebut pernah mengakses informasi strategis.&nbsp;“Dari sisi intelijen, keterlibatan eks prajurit dalam operasi militer asing jelas menimbulkan risiko, terutama jika yang bersangkutan pernah mengakses informasi strategis terkait struktur, doktrin, atau kesiapan tempur satuan. Meski belum ada indikasi kebocoran data dalam kasus ini, tetap perlu upaya untuk memastikan kerahasiaan tetap terjaga, serta pembentukan mekanisme deteksi dini bagi potensi ancaman dalam bentuk keterlibatan personel aktif maupun nonaktif dalam jejaring dan aktivitas militer asing yang&nbsp;mencurigakan,” katanya.&nbsp;

Eks Marinir TNI AL Gabung Tentara Rusia, Pengamat: Pembinaan Karakter Tidak Cukup Bentuk Loyalitas

Berita Terkait

Berita Rekomendasi