Beijing, REQNews.com -- Pekan lalu, PM Tiongkok Li Qiang mengumumkan peluncuran proyek bendungan di Dataran Tinggi Tibet, yang akan menjadi<a href="https://www.rt.com/india/622073-ticking-water-bomb-india-pakistan-china/"> fasilitas hidroelektrik terbesar di dunia</a>. Di Arunachal Pradesh, menteri negara bagian Pema Khandu menyebut proyek Cina itu sebagai bom air yang akan meledak dan masalah sangat memprihatinkan.Terletak di hilir Sungai Yarlung Tsangpo, proyek ini memicu kekhawatiran atas ketersediaan air dan keberlanjutan lingkungan di India dan Bangladesh. PM Li, dalam peluncuran pembangunan bendungan pada 19 Juli lalu, meredakan kekahwatiran dua negar itu. Tiongkok mengakan bendungan akan menelan biaya 167 miliar dolar AS, dan memastikan perlindugnan ekologis.Di Lembah Kashmir, percakapan lirih penduduk dan orang-oarng yang diam menyebutkan perang berikut antara India dan Pakistan akan mamperebutkan perairan Kashmir. Tindakan PerangSetelah serangan teroris 22 April di Pahalgam, Kashmir, India menangguhkan Perjanjian Perairan Indus (IWT) tahun 1960. Islamabad, sebagai balasan, menangguhkan Perjanjian Simla 1972 dan menyebut India melakukan tindakan perang.IWT, yang dimediasi Bank Dunia, ditandatangani di Karachi pada 19 September 1960. Isi perjanjian adalah distribusi air antara India dan Pakistan. Perjanjian ini bertaham 65 tahun, dan kali pertama ditangguhkan India tahun ini.Menurut IWT, India dan Pakistan dapat menggunakan air yang tersedia di Sungai Indus dan anak-anak sungainya. Pakistan diberi hak atas sungai-sugai di bagian barat Cekungan Indus; Indus, Jhelum, dan Chebab, untuk irigasi, air minum, dan penggunaan non-konsumtif.India memiliki kendali atas sunga-sungai di bagian timur; Ravi, Beas, dan Sutlej, untuk penggunaan tanpa batas. Sesuai perjanjian, India diizinkan menggunakan sungai-sungai di bagian barat untuk tujuan terbatas, misal pembangkit listrik dan irigasi, tanpa menyiman atau mengalihkan volume air yang besar.New Delhi ingin mengubah semua itu. Laporan terakhir menyebutkan India sedang menyusun rencana transfer air antar cekungan raksasa untuk kemungkinan mengalirkan surplus air dari perairan Jammu dan Kashmir ke negara bagian Punjab dan Haryana di utara India, bahkan ke Rajashtan.India, menurut laporan media, berusaha memaksimalkan manfaat perairan Sungai Indus. Studi kelayakan sedang dilakukan untuk menjajaki kemungkinan pembangunan kanal sepanjang 113 kilometer yang akan mengalihkan surplus air dari Kashmir ke negara bagian lain India.Proposan ini dipastikan akan ditolak Islamabad dan Kashmir, dan memicu konflik bersenjata lebih besar di masa depan. Konsekuensi GeopolitikPravain Sawey, mantan perwira Angkatan Darat India dan pakar strategi petahanan, mengatakan setiap pelanggaran IWT akan menjadi tindakan perang dari persepektif Pakistan."Menghentikan aliran air ke Pakistan atau mengalihkan perairan Kashmir ke negara bagian lain yang melanggar IWT akan dianggap tindakan perang," katanya.India, menurutnya, akan terlibat dalam perang yang tidak bisa dimenangkan India karena Islamabad adalah sahabat karib Beijing.Namun, India memperkeras sikap. Menteri Dalam Negeri (Mendagri) India Amit Shah mengatakan perairan Sungai Indus akan dialirkan ke Sri Ganganagar di Rajashtan melalui kanal. Proyek ini akan selesai dalam waktu tiga tahun.Ia mengklaim Pakistan akan kehausan. Pernyataan serupa juga dilontarkan politisi India lainnya. Respons PakistanMantan Menlu Pakistan Bilawal Bhutto Zardari, dalam wawancara dengan The Wire, mendukung dialog komprehensif antara kedua negara mengenai semua isu, termasuk sengketa Kashmir dan terorisme air."India mengancam akan memutus pasokan air bagi 340 juta penduduk Pakistan dan menghancurkan peradaban Lembah Indus, eebuah budaya, sejarah, dan warisan bersama," kata Zardari. "Ini bertentangan denagn semua yang dulu merupakan warisan India. Bertentangan denagn filosofi Mohamdas Karamchand Gandhi. Bertentangan dengan semua yang telah diajarkan kepada kita tentang Inia sebagai negara sekuler."Dalam wawancara sebelumnya, Bhutto memperingatkan konsekuensi serius jika aliran air ke Pakistan dihentikan. Dalam sidang di Majelis Nasional, Zardari menuduh India melanggar hukum internasional dengan menangguhkan IWT secara sepihak.Pengadilan Arbitrase Permanen yang berbasis di Den Haag baru-baru ini memutuskan keputusan New Delhi menangguhkan IWT tidak menghilangkan kompetensi pengadilan untuk memberikan putusan atas keluhan Pakistan terhadap India. India menentang proses Pengadilan Arbitrase sejak dibentuk oleh Bank Dunia, Oktober 2022. Peringatan TiongkokKomunitas internasional mungkin tidak akan tinggal diam jika India dan Pakistan perang lagi. Maklum, keduanya punya senjata nuklir Sejumlah pakar Tiongkok memperingatkan New Delihi terhadap rencana mengalihkan perairan.Victor Gao, profesor di Universitas Soochow dan pakar hubungan internasional, mengatakan Beijing harus turun tangan jika New Delhi dan Islamabad tidak mampu memenmukan cara yang adil dalam alokasi air."Kami tidak ingin melihat cara India mengalihkan air Sungai Indus, yang merampas manfaat air bagi Pakistan di hilir," kata Gao. "Kami memperingatkan India untuk tidak melakukannya karena akan ada konsekuensi jika India menolak berbagi air dengan Pakistan."Gao juga mengingatkan New Delhi bahwa India adalah negara di tengah sungai dan Tiongkok adalah negara sesungguhnya yang berada di hulu sungai."Jadi, jangan lakukan kepada orang lain apa yang Anda tidak ingin orang lain lakukan kepada Anda," kata Gao. &nbsp;

Cina Bikin Bendungan di Tibet, India-Pakistan Mulai Tulis Skenario 'Perang Air'

Berita Terkait

Berita Rekomendasi