JAKARTA, REQnews - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI memberikan persetujuan atas surat Presiden RI Prabowo Subianto terkait pemberian abolisi untuk eks Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong (Tom Lembong) hingga amnesti kepada Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto.&nbsp; &nbsp; Menanggapi hal itu, Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus menilai bahwa langkah pemberian amnesti dan abolisi terhadap terdakwa kasus korupsi menjadi presden buruk pemberantasan korupsi.&nbsp; "Amnesti dan Abolisi jadi kehilangan makna spesialnya dan ini jadi presden buruk bagi pemberantasan korupsi ketika ada koruptor yang justru bisa diampuni, padahal korupsi adalah extra ordinary crime," kata Lucius kepada REQnews.com, dikutip pada Senin 11 Agustus 2025.&nbsp; Lucius pun mempertanyakan mengenai kasus korupsi yang merupakan kejahatan luar biasa daoat diampuni, bagaimana dengan kasus biasa lainnya.&nbsp; "Korupsi sebagai extra ordinary benar-benar seperti ditertawakan oleh abolisi dan amnesti murah seperti ini," katanya.&nbsp; Ia menjelaskan bahwa abolisi dan amnesti yang diberikan oleh Presiden Prabowo kepada Tom Lembong dan Hasto Kristianto merupakan peristiwa langka dan bukan instrumen yang murah, meskipun aturannya sudah ada sejak lama.&nbsp; Karena langka, menurutnya pemberian abolisi dan amnesti jelas dilatarbelakangi oleh pertimbangan dan alasan yang kuat dari pemberinya.&nbsp; "Karena alasan dan pertimbangan yang kuat sangat penting dalam hal pemberian abolisi dan amnesti ini, maka walaupun keduanya menjadi hak presiden,&nbsp; keterlibatan DPR menjadi penting," kata Lucius.&nbsp; Karena itu, ia mengatakan bahwa aturan pemberian abolisi dan amnesti disertai dengan keharusan bagi Presiden untuk meminta pertimbangan DPR.&nbsp; Ia menyebut bahwa keterlibatan DPR menjadi krusial untuk memastikan alasan atau pertimbangan presiden dalam memberikan abolisi dan amnesti tidak subyektif semata.&nbsp; Bagi DPR, kata Lucius, pertimbangan yang diberikan menjadi bentuk perwujudan check and balances terhadap eksekutif. Pertimbangan DPR memastikan ada kontrol terhadap Presiden dalam membuat kebijakan abolisi dan amnesti.&nbsp; "Nah keterlibatan DPR itu sekaligus sebenarnya menjadi momen bagi publik untuk ikut memberikan masukan. DPR sebagai wakil rakyat harus menjadikan rakyat sebagai sumber pembuatan pertimbangan yang akan diberikan kepada presiden," tambahnya.&nbsp; Karena itu di&nbsp; Undang-Undang MD3 diberitahukan bahwa pimpinan DPR dan Badan Musyawarah (Bamus) harus menindaklanjuti surat permintaan pertimbangan dari presiden untuk dibahas oleh alat kelengkapan tertentu sebelum diputuskan oleh forum Paripurna.&nbsp; "Dalam hal mendesak proses panjang melalui alat kelengkapan tertentu itu bisa disangka. Akan tetapi abolisi dan amnesti ini seharusnya bukan sesuatu yang dari sisi waktu tak bisa ditunda," katanya.&nbsp; Oleh karena itu dalam menanggapi surat dari Presiden terkait abolisi dan amnesti, Pimpinan DPR dan Bamus seharusnya tak bisa langsung mengambil keputusan begitu saja mewakili DPR sebagai lembaga.&nbsp; Menurutnya, pimpinan DPR dan Bamus mestinya menyerahkan pembicaraan soal pertimbangan abolisi dan amnesti ini ke komisi terkait agar pertimbangan yang diberikan benar-benar jadi kontrol terhadap presiden.&nbsp; Sementara itu, Lucius menilai bahwa keputusan akhir seharusnya dilaksanakan di Paripurna DPR, agar legitimasi pertimbangan yang diberikan oleh DPR bisa dipertanggungjawabkan sebagai sikap rakyat seluruhnya.&nbsp; "Yang terjadi dalam proses pembuatan pertimbangan oleh DPR, prosesnya menjadi begitu cepat, tertutup dan bahkan mungkin tak melibatkan anggota DPR secara keseluruhan," kata dia.&nbsp; Sehingga menurutnya, ini menjadi model pengambilan keputusan yang merusak sistem pengambilan keputusan di DPR. Anggota DPR sebagai wakil konstituen seluruh Indonesia harusnya punya ruang yang sama sebagai wakil rakyat untuk bersikap.&nbsp; "Tidak bisa semuanya diambil alih oleh Fraksi. Tak bisa semuanya diambil alih oleh Pimpinan DPR saja. Kalau diambil alih oleh Pimpinan dan Fraksi, ya maka mati sudah harapan akan check and balances itu. Mati sudah peran kontrol DPR itu," kata Lucius.&nbsp; Ia menilai jika pimpinannya adalah orang yang memiliki kedekatan dengan presiden, maka dengan mudah menjadikan DPR sebagai alat kekuasaan saja.&nbsp; "Apapun mau presiden langsung disetujui tanpa membuka ruang bagi anggota DPR lain untuk menyatakan pendapat," tambahnya.&nbsp; Lucius mengatakan bahwa situasi tersebut sedang terjadi sekarang, yaitu pimpinan DPR nampaknya sekaligus menjadi tangan presiden. Sehingga, kata dia, apa yang diinginkan presiden tanpa perlu proses panjang bisa disetujui oleh DPR.&nbsp; "DPR benar-benar sudah mati sebagai lembaga kontrol terhadap pemerintah dan ini jadi peluang strategis bagi penguasa yang ingin totaliter," ujarnya.&nbsp; Diketahui, sebelumnya Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI memberikan persetujuan atas surat Presiden RI terkait pemberian abolisi hingga amnesti.&nbsp; &nbsp; Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad mengatakan bahwa putusan tersebut diambil setelah pihaknya telah melakukan rapat konsultasi dengan pemerintah mengenai pertimbangan tersebut.&nbsp; &nbsp; "Tadi kami telah mengadakan rapat konsultasi, dan hasil rapat konsultasi tersebut DPR RI telah memberikan pertimbangan dan persetujuan," kata Dasco usai rapat konsultasi di gedung DPR RI, Jakarta, Kamis 31 Juli 2025.&nbsp; &nbsp; Dasco mengatakan bahwa salah satu yang mendapat abolisi yaitu mantan Menteri Perdagangan (Mendag) Thomas Trikasih Lembong (Tom Lembong).&nbsp; &nbsp; Selain itu, pihaknya juga menyetujui mengenai permintaan amnesti terhadap 1.116 orang, salah satunya yaitu ada Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto.&nbsp; &nbsp; "Atas pertimbangan persetujuan DPR RI tentang pemberian abolisi terhadap saudara Tom Lembong," kata dia.&nbsp; &nbsp; "Kedua adalah pemberian, persetujuan dan pertimbangan atas Surat Presiden nomor R 42/Pers/VII/2025 tanggal 30 Juli 2025 tentang Amnesti terhadap 1.116 orang yang telah terpidana diberikan amnesti, termasuk Saudara Hasto Kristiyanto," ujarnya.&nbsp; &nbsp; Diketahui, dalam rapat konsultasi tersebut juga dihadiri oleh Menteri Hukum Supratman Andi Agtas hingga Pimpinan Komisi III DPR RI.

Pengamat: Abolisi Tom Lembong dan Amnesti Hasto Jadi Presden Buruk Pemberantasan Korupsi

Berita Terkait

Berita Rekomendasi