JAKARTA, REQnews - Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Kortas Tipikor) Polri tak melakukan penahanan terhadap empat tersangka dugaan korupsi proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Kalimantan Barat 1 senilai Rp1,3 triliun.&nbsp; Keempat tersangka tersebut yaitu ada Dirut PLN 2008-2009 Fahmi Mochtar (FM), Presiden Direktur PT BRN Halim Kalla (HK) yang juga adik kandung Jusuf Kalla, Dirut PT BRN RR, dan PT Praba HYL.&nbsp; Kakortas Tipikor Polri, Irjen Cahyono Wibowo menyebut bahwa alasan para tersangka belum ditahan yaitu karena pihaknya akan berkoordinasi dengan kejaksaan terkait kelengkapan berkas perkara dalam kasus tersebut.&nbsp; "Kalau untuk ditahan belum, kami belum. Sementara kami juga akan berkoordinasi dengan teman-teman Kejaksaan terhadap kelengkapan daripada bekas perkara itu sendiri," kata Cahyono dikutip pada Rabu 8 Oktober 2025.&nbsp; "Kami sudah berjalan, dan dalam waktu dekat kami akan mengkoordinasikan dengan teman-teman jaksa terkait konstruksi perkara yang kita tampilkan," tambahnya.&nbsp; Jenderal bintang dua Polri itu pun berharap proses berkas perkara tidak terlalu lama, sehingga pihaknya tak perlu melakukan upaya paksa berupa penahanan terhadap yang bersangkutan.&nbsp; Cahyono mengungkap bahwa sejak 7 April 2021, kasus tersebut ditangani oleh Polda Kalimantan Barat. Namun, diambil alih Kortas Tipikor Bareskrim Polri pada Mei 2024.&nbsp; Ia menjelaskan alasan kasus tersebut diambil alih yaitu karena perkara ini pernah dilakukan penyelidikan yang cukup lama dan pihaknya kemudian menerima Dumas (pengaduan masyarakat) memgenai perkara tersebut.&nbsp; Selain itu, menurutnya perkara tersebut juga cukup rumit, sehingga akhirnya Kortas Tipikor Polri mengambil alih kasus dari Polda Kalbar.&nbsp; "Nah Dumas ini terkait masalah perkara awal yang ditangani oleh Polda Kalbar, kemudian kami ajak diskusi, kemudian kita gelar perkara di situ, begitu kita lihat bahwa perkara ini memang begitu kompleks dan cukup rumit sehingga tidak mungkin ini ditangani oleh Polda Kalbar dengan anggaran yang terbatas dan kemudian juga dengan kemampuan yang terbatas dan ini sempat stuck disana," kata Cahyono.&nbsp; Cahyono menjelaskan bahwa sejak Mei 2025, Kortas Tipikor Polri mulai mengusut kasus tersebut dengan melibatkan penyidik Polda Kalbar dalam proses investigasi. Hingga akhirnya pada November 2024 kasus tersebut naik ke tahap penyelidikan.&nbsp; "Di dalam proses penyelidikan para pihak yang diminta keterangan di Kalimantan Barat dan ada juga yang di sini, sehingga untuk memudahkan kami menggunakan join investigasi," katanya.&nbsp; Selain itu, pihaknya juga memandang orang yang terlibat dalam perkara tersebut memiliki high profile, karena tak hanya dari dalam negeri, melainkan juga luar negeri.&nbsp; "Nah, tadi kenapa diambil alih ya tadi kan melihat bahwa ini ada kita pandang sebagai high profile. High profile itu bisa dilihat dari calon tersangka, kerugian keuangan, kemudian juga dari case-nya itu sendiri yang begitu rumit dan juga melibatkan para pihak yang dari pihak luar negeri ini ada Alton Singapura dan OJSC dari Rusia," kata dia.&nbsp; "Oleh karena itu, kami berpandangan bahwa udah lebih baiknya ini kita ambil alih saja di sini mungkin itu," ujarnya.&nbsp; Dalam kasus ini, para tersangka disangkakan Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. &nbsp;

Kortas Tipikor Polri Ungkap Alasan Belum Tahan Halim Kalla Dkk

Berita Terkait

Berita Rekomendasi