JAKARTA, REQnews - Pengamat Kepolisian Bambang Rukminto turut menanggapi terkait dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang tak memperbolehkan lagi anggota Polri aktif untuk menempati jabatan sipil.&nbsp; Bambang mengatakan bahwa putusan MK tersebut telah final, sehingga tidak bisa melakukan upaya hukum banding.&nbsp; "Keputusan MK itu sudah final. Tidak ada lagi upaya banding terkait keputusan tersebut," kata Bambang dalam keterangannya kepada REQnews pada Jumat 14 November 2025.&nbsp; Untuk itu, menurutnya Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo harus menarik seluruh anggota Polri aktif yang saat ini bertugas di luar kepolisian. Jika tidak, maka anggota tersebut harus pensiun dini atau mengundurkan diri sebagai anggota Polri.&nbsp; "Dengan keputusan MK tersebut, mau tidak mau semua personel harus ditarik kembali atau diberikan opsi untuk memilih mengundurkan diri untuk alih status menjadi PNS Kementerian/Lembaga atau pensiun dini," tambahnya.&nbsp; Ia menjelaskan bahwa putusan MK tersebut menegaskan bahwa Polri memang harus kembali ke “khitah”-nya sebagai pemegang amanat negara terkait tugas-tugas kepolisian yakni melindungi, mengayomi dan melayani masyarakat, menjaga kamtibmas dan penegakan hukum sesuai amanat UU Nomor 2 tahun 2002 Pasal 28 ayat 3.&nbsp; "Dan itu sudah sesuai UU Nomor 12 tahun 2011 tentang susunan UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan menjelaskan tata urutan peraturan perundang-undangan di Indonesia," kata dia&nbsp; Ia menyebut bahwa putusan MK tersebut telah sesuai dengan prinsip hirarki perundang-undangan. Yaitu, di mana ada prinsip Lex Superior Derogat Legi Inferiori, atau aturan yang lebih tinggi mengesampingkan aturan yang lebih rendah.&nbsp; "Artinya, Peraturan Kapolri bahkan Peraturan Presiden tidak bisa bertentangan dengan UU. Sementara dalih penempatan di luar struktur tersebut adalah permintaan K/L dan penugasan oleh Kapolri," katanya.&nbsp; Bahkan Pasal 31 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan tersebut menjelaskan bahwa penjelasan dalam peraturan perundang-undangan bukan merupakan norma hukum yang mengikat, melainkan hanya sebagai penjelas dan tidak dapat digunakan sebagai dasar untuk mengambil keputusan atau tindakan hukum.&nbsp; Selain itu, Pasal 31 juga menyebutkan bahwa penjelasan tidak boleh bertentangan dengan batang tubuh yang isi pokoknya peraturan perundang-undangan tersebut.&nbsp; Bambang mengatakan jika terdapat pertentangan, maka yang berlaku adalah batang tubuh peraturan tersebut. Dengan demikian, batang tubuh peraturan perundang-undangan memiliki kedudukan yang lebih tinggi daripada penjelasannya.&nbsp; Lebih lanjut, ia menyebut bahwa pada dasarnya semua K/L termasuk Polri harus melakukan koordinasi meski tanpa masuk dalam struktur.&nbsp; "Kalau kemudian muncul ada ego sektoral atau ego individu, tentunya pemerintah harus membuat sistem untuk mengantisipasinya karena pada dasarnya semua lembaga dibentuk untuk kepentingan negara," tambahnya.&nbsp; Ia menjelaskan bahwa resistensi terhadap pada putusan MK tersebut bisa jadi akan muncul, tetapi sebagai pelaksana dan penegak hukum harus menghormati dan menaati keputusan hukum yang sudah final.&nbsp; Menurutnya, yang terpenting bagi Polri adalah membuat kesiapan secepatnya untuk menerima personelnya yang berada di luar struktur ke internal.&nbsp; "Dengan jabatan struktural yg terbatas tentu akan ada banyak Jenderal non job, dan itu akan menjadi beban organisasi. Sebaiknya memang bagi personel yg sudah berada di luar struktur untuk alih status atau pensiun dini agar tak membebani organisasi Polri," ujarnya.Diketahui, Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (UU Polri).&nbsp; Dalam putusan perkara nomor 114/PUU-XXIII/2025 itu, MK menegaskan bahwa Kapolri tak bisa lagi menunjuk anggota polisi aktif untuk menempati jabatan sipil.&nbsp; Jika ingin menempati jabatan sipil, maka anggota tersebut harus pensiun atau mengundurkan diri terlebih dahulu dari kepolisian.&nbsp; Mahkamah menyatakan bahwa frasa 'atau tidak berdasarkan pengugasan Kapolri' dalam penjelasan Pasal 28 ayat (3) UU Polri bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.&nbsp; “Mengabulkan permohonan para Pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua MK Suhartoyo saat membacakan putusan dalam sidang di Gedung MK Jakarta pada Kamis 13 November 2025.&nbsp; Hakim Konstitusi Ridwan Mansyur menjelaskan frasa 'atau tidak berdasarkan penugasan dari&nbsp;Kapolri' dalam Penjelasan Pasal 28 ayat (3) UU Polri menyebabkan ketidakjelasan norma dalam batang tubuh undang-undang.&nbsp; Menurutnya, keberadaan frasa tersebut berdampak pada dua hal yaitu cakupan hukum bagi anggota Polri yang ingin menduduki jabatan di lembaga luar, dan ketidakjelasan bagi aparatur sipil negara (ASN) yang berkarier di luar kepolisian. &nbsp;

Pengamat: Putusan MK Sudah Final, Kapolri Harus Tarik Anggota Aktif di Luar Kepolisian

Berita Terkait

Berita Rekomendasi