JAKARTA, REQNews — Korban dugaan ilegal akses akun perdagangan <a href="http://www.reqnews.com/read/news/91027/tiga-bos-lpei-jadi-tersangka-kpk-dalami-penjualan-saham-perusahaan">saham </a>milik Mirae Asset Sekuritas Indonesia membantah tuduhan perusahaan bahwa hilangnya <a href="http://www.reqnews.com/read/news/88888/eks-ceo-efishery-ditahan-diduga-lakukan-penggelapan-dana-investasi">dana investasi </a>mereka disebabkan kelalaian pribadi. Penegasan itu disampaikan pengacara korban, Krisna Murti, yang menyebut kliennya pertama kali mengetahui transaksi janggal pada 6 Oktober 2025.Menurut Krisna, kliennya segera melapor kepada Mirae pada pagi hari berikutnya dan meminta perusahaan menahan proses penyelesaian transaksi (T+2). “Klien kami mengetahui adanya illegal access setelah mendapatkan notifikasi melalui email atas transaksi yang tidak pernah dilakukan. Klien kami meminta PT Mirae Asset Sekuritas Indonesia menahan settlement agar dana tidak keluar,” kata Krisna di Jakarta, Selasa, 2 Desember 2025.Namun, menurut dia, laporan itu tidak segera ditindaklanjuti. Mirae disebut tidak mengajukan permintaan penahanan settlement ke <a href="http://www.reqnews.com/read/the-other-side/79502/heboh-5-oknum-karyawan-bursa-efek-indonesia-dipecat-gegara-diduga-terlibat-gratifikasi">Bursa Efek Indonesia</a> (BEI), sehingga dana tetap mengalir keluar. Krisna menyebut kejadian serupa terjadi berulang kali dalam waktu berbeda.“Pernyataan bahwa Mirae memandang serius keamanan nasabah tidak benar,” ujar Krisna. Ia menilai perusahaan tidak menunjukkan keseriusan sejak awal, terlihat dari ketiadaan koordinasi dengan BEI, Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), maupun aparat penegak hukum.Atas kondisi itu, para korban memilih menempuh jalur pidana. Mereka melaporkan dugaan ilegal akses ke Bareskrim Polri, dengan nilai kerugian mencapai Rp 71 miliar untuk satu korban, dan ditaksir Rp 90 miliar bila digabungkan dengan korban lain. “Kami ingin ada jaminan pengungkapan permasalahan atas hilangnya saham-saham yang tersimpan dalam aplikasi Mirae,” kata Krisna.Kelompok nasabah juga meminta kepolisian mengamankan server serta basis data milik Mirae sebagai bagian dari proses penyidikan. “Kami ingin mencari kebenaran yang hakiki,” ujarnya.Dalam laporan polisi bernomor STTL/583/XI/2025/BARESKRIM, para pelapor menggunakan pasal dugaan tindak pidana ilegal akses, transfer dana ilegal, pelanggaran perlindungan konsumen, hingga Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Salah satu korban, Irman, disebut mulai mendapati kejanggalan pada 6 Oktober 2025 pukul 19.34 WIB, saat notifikasi trade confirmation masuk ke emailnya. Portofolio sahamnya BBCA, BBRI, Telkom, BMRI, hingga CDIA hilang dan berganti dengan aset yang tidak dikenalnya.Di sisi lain, Mirae Asset membantah tudingan tersebut. Dalam keterangan resmi, perusahaan mengklaim investigasi awal bersama Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Self-Regulatory Organizations (SRO), dan PPATK menunjukkan adanya indikasi kuat bahwa nasabah membagikan kata sandi kepada pihak lain sebuah pelanggaran keras, kata mereka.“Temuan ini masih dalam proses pendalaman,” tulis Mirae. Perusahaan juga menegaskan sistem internalnya aman dan sesuai standar industri. Mirae menyatakan siap menempuh langkah hukum bila ditemukan tindakan yang merugikan perusahaan.“Kami mengimbau nasabah menjaga kerahasiaan kata sandi, PIN, dan kode OTP untuk mencegah akses tidak sah,” kata perusahaan.Sementara proses penyelidikan berjalan, konflik antara nasabah dan sekuritas raksasa itu terus mengemuka di satu sisi, korban merasa ditinggalkan; di sisi lain, perusahaan balik menuding. Kebenaran kini menunggu pembuktian di meja penyidik.

Dana Rp 90 Miliar Hilang, Nasabah Laporkan Mirae ke Bareskrim

Berita Terkait

Berita Rekomendasi